Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto mengatakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) adalah senjata bersama untuk mengendalikan laju, bahkan memutus rantai penularan virus membahayakan itu.

"Keberhasilan pengendalian COVID-19 sangat bergantung pada kesungguhan dan kedisplinan kita semua yang terus menerus dan tidak terputus sehingga bisa memutus rantai penularan virus corona, serta mengurangi angka positif dan angka kematian," kata Yurianto dalam jumpa pers yang dipantau melalui akun Youtube BNPB Indonesia di Jakarta, Jumat.

Yurianto mengatakan beberapa hari terakhir banyak media yang memberitakan penilaian tentang penerapan PSBB di berbagai daerah. Fokus Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 adalah pelaksanaan PSBB yang efektif di daerah-daerah yang menerapkannya.

Dengan pelaksanaan PSBB, banyak kegiatan masyarakat yang kemudian dibatasi. Ada kegiatan yang sepenuhnya dilarang, ada pula kegiatan yang pelaksanaannya diatur.

Baca juga: Jubir: Pasien sembuh COVID-19 bertambah 285 menjadi 3.803

"Salah satu perangkat pemerintah untuk mengatur pembatasan dalam PSBB adalah Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Nomor 4 Tahun 2020. Surat Edaran itu untuk mengatur, bukan menghilangkan pembatasan dalam PSBB," tuturnya.

Baca juga: Jubir Pemerintah ingatkan makin banyak kasus positif COVID-19 dari OTG

Yurianto mengatakan surat edaran tersebut secara tegas menyebutkan siapa saja yang masih bisa melakukan perjalanan sepanjang penerapan PSBB karena keberadaannya masih diperlukan untuk pelayanan percepatan penanganan COVID-19.

Baca juga: Yurianto: Respon pandemi lebih cepat jika masyarakat patuh

Misalnya, bila suatu daerah memerlukan tambahan tenaga sukarelawan, baik medis maupun nonmedis, tenaga dokter spesialis paru, teknisi laboratorium kesehatan, atau tenaga lain yang diperlukan dalam rangka percepatan penanganan COVID-19, maka perjalanannya diberikan pengecualian.

"Keperluan pertahanan negara, ketenteraman dan ketertiban masyarakat, pelayanan kesehatan, dan pelayanan kebutuhan dasar juga termasuk yang dikecualikan," katanya.

Yurianto mengatakan pelaksanaan pengecualian itu harus disertai dengan dokumen resmi menyangkut penugasan dari institusi serta pelakunya dalam kondisi sehat yang dibuktikan dengan surat keterangan sehat dari institusi kesehatan.

"Surat edaran tersebut harus dimaknai sebagai upaya untuk mengatur, bukan menghilangkan pembatasan," ujarnya.

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020