Jayapura (ANTARA News) - Badan Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua (BPGBP) meminta jemaat gereja di tanah Papua memberikan laporan tindakan oknum jaksa di Kejaksaan Negeri tingkat kabupaten yang terbukti nakal - melakukan pemerasan dengan cara meminta uang atau meneror.

Hal itu disampaikan Ketua Umum BPGBP, Pdt Duma Socratez Sofyan Yoman di Jayapura, Selasa sehubungan dengan semakin banyak warga masyarakat terutama kaum miskin yang mengeluhkan tindakan oknum jaksa yang melakukan pemerasan dan teror terhadap warga yang sedang berurusan dengan persoalan pelanggaran atau penegakkan hukum.

"Laporkan jaksa yang nakal. Banyak jaksa di Papua telah menjadi pemeras rakyat kecil,miskin dan terlantar," tegas Socratez.

Jaksa nakal meminta uang dalam jumlah yang sangat banyak minimal Rp5 juta hingga ratusan juta rupiah setiap kali mereka menangani perkara.

"Rakyat Papua mengeluhkan hal itu sehingga kami menyerukan warga agar segera melaporkan jaksa nakal itu kepada atasannya," katanya.

Apabila warga di tanah Papua merasa takut memberikan laporan mengenai jaksa yang nakal atau tempat tinggal mereka jauh dari pusat kota, maka diberi kesempatan untuk menyampaikan keluh-kesah mereka ini kepada para pemimpin jemaat di berbagai gereja yang ada di kampung-kampung terpencil dan terisolasi.

Duma Socratez mengatakan, sering terjadi, ada kerjasama yang buruk antara jaksa,para pembela atau advokat dengan hakim. Kerjasama ini berujung pada pembagian "rezeki" hasil pemerasan terhadap warga yang sedang berurusan dengan hukum.

Rakyat mengeluh karena mereka diperas jaksa. Jaksa sudah menerima uang dalam jumlah yang sangat banyak tetapi proses hukum tetap berlanjut dan akhirnya warga itu sendiri dijobloskan ke dalam penjara.

Untuk menghindari tuntutan warga atau agar ulah jaksa tersebut tidak diketahui orang lain maka jaksa tersebut segera minta pindah atau mutasi ke daerah lain.

Jaksa yang baru datang menggantikan jaksa yang sudah pindah pun akan mengangkat lagi kasus-kasus yang sudah "dipetieskan" untuk melanjutkan tindakan pemerasan seperti yang sudah dilakukan para pendahulunya.

"Menyadari akan hal inilah maka wajar saja kalau begitu banyak jaksa di Papua menjadi orang kaya baru.Mereka memiliki harta berlimpah hasil pemerasan terhadap rakyat," katanya.

Duma Socratez mengatakan, banyak jaksa yang sebelum bertugas di Papua tidak banyak memiliki harta seperti rumah mewah di kampung halamannya, mobil yang mahal, perhiasan emas, deposito di bank tetapi setelah beberapa bulan bertugas di Papua, semua itu mereka miliki.

"Banyak jaksa di tanah Papua tidak lagi memiliki hati nurani yang bersih untuk melayani rakyat Papua.Mereka memanfaatkan jabatan untuk memeras dan menguras rakyat dan setelah itu pergi meninggalkan tanah Papua," katanya.

Dia mengatakan, ada laporan dari warga yang disampaikan para wartawan bahwa jaksa tertentu menerobos ke kabupaten-kabupaten pemekaran untuk meneror pejabat pemerintah.

Kebetulan, banyak pejabat di wilayah pedaaman kurang atau tidak memahami hukum sehingga hal itu merupakan kesempatan emas bagi jaksa untuk memeras dan menguras uang pejabat tersebut.

Apa yang menjadi tugas Badan Pengawas Daerah (Bawasda) atau juga tugas BPKP di tingkat Provinsi diambil alih atau diserobot para jaksa hanya karena mereka ingin memeras para pejabat di daerah.

"Sudah ada banyak laporan warga mengenai ulah jaksa yang nakal. Karena itu kami menyerukan kepada semua lapisan masyarakat Papua agar berani dan jujur memberikan laporan mengenai ulah oknum jaksa yang selama ini melakukan pemerasan sehingga jaksa tersebut segera ditindak atasannya dan segera pula angkat kaki dari tanah Papua," tegas Socratez. (*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009