akan dilakukan 'tracking' tentang riwayat kontak dari pasien itu
Semarang (ANTARA) - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah menunggu hasil uji laboratorium dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan terhadap spesimen seorang pasien suspect virus corona jenis baru (COVID-19) yang meninggal dunia setelah sempat dirawat di ruang isolasi RSUD dr. Moewardi. Kota Surakarta.

"Kami menunggu hasil lab dari Litbangkes Kemenkes yang sudah dikirim Selasa (10/3), apabila positif (terinfeksi COVID-19) akan dilakukan 'tracking' tentang riwayat kontak dari pasien itu," kata Kepala Dinkes Jateng Yulianto Prabowo di Semarang, Kamis (12/3) malam.

Ia menjelaskan bahwa seorang pasien dalam pengawasan (PDP) yang masuk ke ruang isolasi RSUD dr. Moewardi pada Minggu (8/3) dengan gejala awal menunjukkan terinfeksi COVID-19, dinyatakan meninggal dunia empat hari kemudian atau Rabu (11/3).

Baca juga: Gubernur Banten nyatakan empat warga Banten positif terkena Covid-19
Baca juga: Dokter: Karantina mandiri COVID-19 untuk kasus gejala ringan

Menurut dia, jika hasil pelacakan bisa diketahui, maka akan membuka jalan bagi penyelidikan epidemiologi selanjutnya.

Terkait dengan hal itu, pihaknya juga sudah meminta jajaran Dinas Kesehatan tingkat kabupaten/kota dan seluruh fasilitas kesehatan, untuk bisa melakukan penyelidikan epidemiologi guna mencegah terus menyebarnya COVID-19 di Jateng.

"Kemarin ada pasien dengan pengawasan yang meninggal dunia, dan sempat dirawat di RSUD dr. Moewardi Surakarta, namun sampai sejauh ini, penyebab kematiannya adalah disebabkan karena gagal nafas karena pneumonia sehingga total ada dua kematian di Jateng. Pertama di RSUP dr. Kariadi Semarang, dan sekarang di RSUD dr. Moewardi Solo," ujarnya saat menggelar konferensi pers di kantor Dinkes Jateng.

Baca juga: Satgas COVID-19, Moeldoko akan kumpulkan praktisi bidang kesehatan
Baca juga: Pemerintah sebut belum ada opsi "lockdown" dalam menangani COVID-19

Dokter Spesialis Paru RSUD dr. Moewardi, Harsini, menambahkan bahwa kondisi pasien tersebut sudah cukup akut ketika masuk ke rumah sakit karena adanya penyakit penyerta yaitu diabetes yang tidak terkontrol.

"Jadi, kalau untuk dua pasien dalam pengawasan kami itu, tidak ada riwayat ke luar negerinya. Hanya dia habis pulang dari sebuah acara seminar di Bogor pada 25-28 Februari 2020 dan 29 Februari 2020 mulai mengalami gejala pilek dan batuk," katanya.

Lebih lanjut Harsini mengungkapkan, hasil akhir dari pneumonia berat adalah gagal nafas sehingga kondisi itu menyebabkan kedua paru-paru pasien yang bersangkutan tidak bisa berfungsi dengan baik.

Baca juga: Pemerintah periksa spesimen dua pasien meninggal bergejala COVID-19
Baca juga: DKI rumuskan pembatasan jam buka restoran antisipasi COVID-19
Baca juga: Waka Komisi III: Tutup penerbangan negara terinfeksi COVID-19

Pewarta: Wisnu Adhi Nugroho
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020