Hong Kong berada dalam posisi yang unik, karena perubahan pada rutinitas kami, bulan-bulan sebelumnya dari keresahan sosial dan kenangan mendalam tentang SARS
Hong Kong (ANTARA) - Ketika Hong Kong berupaya menahan wabah virus corona, para ahli medis menyatakan banyak orang di pusat keuangan Asia itu terguncang oleh meningkatnya kecemasan dan masalah kesehatan mental yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Epidemi SARS-CoV-2 muncul setelah berbulan-bulan protes anti-pemerintah yang penuh gejolak yang telah menyebabkan peningkatan tajam dalam depresi dan gangguan stres pasca-trauma (PTSD), kata mereka, Selasa.

Wabah ini juga berkaitan dengan kekhawatiran epidemi SARS tahun 2003, yang menewaskan hampir 300 orang di kota itu.

"Hong Kong berada dalam posisi yang unik, karena perubahan pada rutinitas kami, bulan-bulan sebelumnya dari keresahan sosial dan kenangan mendalam tentang SARS," kata Carol Liang, seorang eksekutif di Mind Hong Kong, sebuah badan amal kesehatan mental di wilayah bekas jajahan Inggris itu.

Sebuah survei oleh University of Hong Kong menemukan bahwa sepertiga orang dewasa di wilayah administrasi khusus melaporkan gejala PTSD, naik 2 persen dibandingkan 2015, sementara 11 persen melaporkan depresi, naik 2 persen selama protes Occupy (antara lain dengan menduduki bandara) pada 2014.

Sejak Januari, puluhan ribu orang telah bekerja dari rumah, banyak yang terkurung di apartemen-apartemen kecil, sementara persediaan makanan pokok dan produk-produk pembersih sudah menjadi sebuah kewajaran.

Baca juga: Polisi Hong Kong tertular virus corona, dikhawatirkan menjalar
Baca juga: Hong Kong siapkan pemulangan penumpang kapal pesiar Diamond Princess


Anak-anak yang terjebak di rumah harus bergulat dengan pembelajaran berbasis daring sementara banyak keluarga, khususnya keluarga miskin, tidak dapat memperoleh alat pelindung.

"Jaringan penimbunan, sekantong beras, adalah langkah-langkah untuk mengatasi kecemasan daripada memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Mereka menimbun jauh melampaui kebutuhan mereka," kata Eliza Cheung, seorang psikolog klinis di Palang Merah Hong Kong.

Hong Kong memiliki sekitar 100 kasus virus corona yang dikonfirmasi dan telah melaporkan dua kematian.

Sebuah nomor hotline kesehatan mental yang dibuka pemerintah pada Januari telah menerima sekitar 25.000 panggilan, kata pihak berwenang, sementara kelompok-kelompok sukarela telah mulai bertindak untuk membantu menasihati orang-orang, terutama mereka yang dikarantina di rumah.

"Kami meminta semua lapisan masyarakat menelpon, mulai dari lansia di panti jompo hingga remaja. Kami hanya berusaha bertahan setiap hari seperti saat ini," kata Karman Leung, kepala eksekutif Samaritans Hong Kong, sebuah LSM lokal yang membantu orang-orang dalam kesulitan.

Penduduk berpenghasilan rendah telah sangat dirugikan oleh perlambatan ekonomi Hong Kong yang semakin dalam, dihantam oleh protes dan perang dagang China-AS.

Society for Community Organization (SoCO), sebuah organisasi lokal yang menangani pengentasan orang dari kemiskinan, mengatakan 70 persen keluarga miskin tidak mampu membeli masker dan disinfektan.

Pihak berwenang telah menjanjikan pemberian uang tunai kepada penduduk dan keringanan pajak untuk bisnis. Pekan lalu, sekretaris keuangan kota meluncurkan langkah-langkah untuk mengalokasikan "sumber daya yang cukup" untuk membantu masalah kesehatan mental.

Sebagian warga tetap optimistis.

"Virus ini, saya pikir datang pada saat yang tepat, di mana kami begitu terpecah. Mudah-mudahan itu akan membawa kita bersama lagi. Masing-masing dari kita semoga berusaha melawan penyakit ini," kata Derek Au (46) seorang warga Hong Kong.

Sumber: Reuters

Baca juga: Hong Kong laporkan kematian pertama akibat virus corona
Baca juga: Staf medis Hong Kong lanjutkan aksi mogok tuntut penutupan perbatasan

Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020