Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi I DPR RI Sukamta memperjuangkan hak masyarakat miskin untuk mendapatkan sarana rekreasi melalui tontonan acara televisi berkualitas saat rapat kerja dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate di Kompleks Parlemen RI Senayan Jakarta, Rabu.

Menurut dia, rencana pemerintah ingin menghentikan layanan frekuensi analog (analog switch off) sehingga terjadi migrasi televisi analog menuju televisi digital akan menyusahkan rakyat kecil yang tidak mampu membeli dekoder (set top box) yang harus dibeli apabila ingin menikmati siaran televisi digital.

"Itu yang harus disiapkan oleh masyarakat. Kalau masyarakat umum dan tidak mampu, yang menengah ke bawah, urusan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) naik, biaya sekolah naik, dan seterusnya. Nanti untuk melihat televisi saja enggak bisa, harus beli alat," kata Sukamta dalam rapat kerja di Komisi I DPR RI Kompleks Parlemen RI Senayan, Jakarta.

Ia menambahkan, hal itu perlu dipikirkan secara serius oleh pemerintah mengingat banyaknya masyarakat Indonesia yang membutuhkan alat set top box tersebut apabila kebijakan analog switch off benar-benar diterapkan.

"Ini (set top box) yang menyediakan siapa? Rakyat yang harus beli atau perusahaan televisi atau negara?" tanya Sukamta.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Menkominfo sepakat bahwa hal tersebut perlu dibicarakan lebih mendetil lagi antara Pemerintah dan DPR RI.

Menurut dia, pengadaan alat set top box untuk masyarakat merupakan keputusan politik apabila diputuskan akan dibiayai melalui anggaran penerimaan belanja negara (APBN).

"Kalau itu harus dibiayai melalui APBN maka itu adalah keputusan politik. Kalau itu keputusan politik, berarti keputusan kita bersama-sama di sini," kata Johnny dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR RI.

Johnny mengatakan memang benar bahwa tanpa adanya alat set top box maka siaran digital tidak akan bisa dinikmati oleh masyarakat.

"Jadi nanti sama-sama ya Pak Sukamta, nanti kita putusin," kata Johnny.

Mendengar jawaban tersebut, Sukamta berterima kasih. Ia pun akan menunggu respons selanjutnya apabila ini dibicarakan dalam rapat-rapat kerja bersama antara Kemkominfo dan Komisi I DPR RI selanjutnya.

Ia mengatakan sangat mengharapkan komitmen dari Menkominfo tersebut sehingga jangan sampai kebijakan analog switch off itu hanya diatur melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika saja.

Sementara itu, Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid mengusulkan pengadaan agenda di waktu khusus untuk membahas mengenai penyelenggaraan analog switch off dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika yang terkait dengan kebijakan tersebut.

Sebelumnya, Menkominfo menjelaskan bahwa rencana menerapkan analog switch off sangat dibutuhkan negara untuk menyiapkan migrasi menuju televisi digital yang dapat menyelesaikan persoalan interferensi frekuensi dengan frekuensi televisi milik negara jiran khususnya di wilayah-wilayah terluar Indonesia.

Pemerintah sendiri telah merencanakan periode simulcast, yaitu periode transisi dimana siaran analog dan siaran digital akan disiarkan bersamaan.

Hal itu untuk memberikan waktu kesiapan bagi ekosistem pertelevisian di Indonesia dalam menyediakan infrastruktur penyiaran digital tersebut.

Di era analog, penyediaan infrastruktur dan program siaran dilakukan oleh satu lembaga penyiaran untuk menyiarkan satu program siaran. Di era digital dengan teknologi terkini DVB-T2, penyediaan infrastruktur oleh satu lembaga penyiaran bisa menyalurkan sampai dengan 12 program siaran.

Saat ini TV analog untuk bisa menerima siaran digital memerlukan alat bantu penerimaan set top box yaitu alat untuk mengkonversi sinyal digital menjadi gambar dan suara yang dapat ditampilkan di TV. Set top box dibutuhkan untuk membaca sinyal digital. Tanpa set top box ​​​​​​, gambar dan suara tidak akan muncul di TV analog.

Baca juga: Soal migrasi ke TV digital, Menkominfo: Kami tunggu payung hukumnya

Baca juga: 10 fokus Kominfo soal revisi Undang-Undang Penyiaran

Baca juga: Menkominfo dorong Indonesia masuk ke TV digital

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020