Jakarta (ANTARA) - Dalam WWF Palm Oil Buyers Scorecard edisi lima yang baru dirilis WWF menilai pasar Asia masih tertinggal untuk urusan sawit berkelanjutan karena masih ada perusahaan-perusahaan besar di sana yang belum menunjukkan komitmennya.

Terdapat seperempat perusahaan yang dinilai dengan scorecard bahkan belum menunjukkan komitmennya sama sekali untuk menggunakan sawit berkelanjutan. Hal ini termasuk perusahaan perusahaan besar dari Asia sehingga terlihat bahwa pasar Asia masih tertinggal dalam membeli dan memperdagangkan kelapa sawit yang keberlanjutan.

Direktur Kebijakan dan Advokasi WWF-Indonesia Aditya Bayunanda dalam keterangan tertulisnya diterima di Jakarta, Selasa, mengatakan di Indonesia sendiri dukungan ritel dan produsen terhadap pengadaan kelapa sawit berkelanjutan perlu ditingkatkan.

Baca juga: Sawit berkelanjutan bantu kendalikan perubahan iklim

Partisipasi aktif pelaku industri ritel akan berdampak positif bagi pemenuhan hak konsumen dalam mendapatkan opsi membeli produk yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

“Di Indonesia, Ahold Delhaize dengan nama Superindo telah berinisiatif untuk memastikan house brand produk minyak goreng mereka berasal dari rantai pasok yang tidak terlibat dalam praktik ilegal maupun merusak lingkungan. Kepemimpinan seperti ini yang diharapkan oleh WWF-Indonesia dapat menjadi pemicu pelaku bisnis lainnya untuk melakukan hal serupa,” ujar dia.

Dalam edisi kelima selama 10 tahun terakhir ini, WWF’s Palm Oil Buyers Scorecard meneliti 173 perusahaan ritel besar, produsen, dan perusahaan makanan asal Amerika Serikat, Kanada, Eropa, Australia, Singapura, Indonesia, dan Malaysia dengan merek-merek ikonik seperti Carrefour, L'Oreal, McDonald, Nestle, Tesco dan Walmart.

Baca juga: Slowakia dukung upaya sawit Indonesia berkelanjutan

Scorecard juga menunjukkan bahwa komitmen anggota Consumer Goods Forum (CGF) untuk memastikan rantai pasoknya terbebas dari praktik ilegal maupun merusak lingkungan, belum seluruhnya terpenuhi. Dari 53 perusahaan anggota CGF, hanya 10 perusahaan yaitu Ferrero, Kaufland, L'Oréal, Marks & Spencer, Mark dm-drogerie, The Co-operative Group UK (Inggris), Rewe Group, Mars, Friesland Campina dan Nestlé yang telah menunjukkan implementasi komitmennya secara sungguh-sungguh sehingga dapat menduduki sepuluh peringkat teratas.

WWF mengharapkan semua anggota CGF untuk segera mengambil langkah konkrit dan berperan aktif dalam isu kelapa sawit berkelanjutan, sejalan dengan misi yang mereka nyatakan sebelumnya, yakni menjaga kepercayaan konsumen dan mendorong perubahan positif, ujar dia.

Scorecard juga menunjukkan bahwa hanya sekitar seperempat dari perusahaan yang dinilai yang telah memiliki inisiatif berupa implementasi program untuk mengurangi risiko terjadinya kelapa sawit yang tidak berkelanjutan. WWF meminta perusahaan lainnya mengambil langkah yang sama untuk menjadi bagian penting sebuah solusi global.

Hasil Scorecard tidak terlalu menggembirakan pada penilaian penggunaan kelapa sawit bersertifikasi berkelanjutan (CSPO) dalam rantai pasok. Kurang dari setengah yang menggunakan 100 persen CSPO dan hanya seperempat dari perusahaan yang telah memiliki kebijakan yang mewajibkan pemasok mereka menjadi bagian mendukung terjaganya kelestarian hutan dan alam.

WWF tidak hanya mengukur langkah-langkah dasar perusahaan seperti penggunaan sawit berkelanjutan dalam rantai pasok, tetapi juga bagaimana mereka melakukan praktik-praktik lainnya seperti melindungi dan memberi manfaat positif bagi petani kecil, masyarakat, dan keanekaragaman hayati.

“Kabar baiknya adalah di tahun 2020 ini, merupakan peluang yang bagus bagi perusahaan untuk bergabung dengan para pembuat kebijakan dan konsumen untuk berkomitmen pada penggunaan kelapa sawit yang tidak lagi membahayakan alam atau hutan” kata WWF Palm Oil Global Lead Elizabeth Clarke.

Upaya penggunaan kelapa sawit berkelanjutan tersebut menjadi komponen penting untuk menetapkan target pemulihan alam pada 2030.

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020