Di negara maju sekalipun terjadi kenaikan kematian akibat bakteri resisten yang disebut sebagai "superbug", dan "superbug" ini sudah lebih dari resisten atau merupakan bakteri yang tidak dapat dibunuh oleh berbagai jenis antibiotik
Jakarta (ANTARA) - Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) meminta pemerintah segera menanggulangi ancaman Antimicrobial Resistance (AMR) atau resistensi antimikroba karena telah menjadi masalah kesehatan secara global.

"Masalah resistensi antimikroba ini bukan masalah Indonesia saja ataupun regional Asia, tetapi ini masalah dunia," kata Ketua KPRA dr Hari Paraton di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan resistensi antimikroba sudah menjadi permasalahan global yang semakin berkembang dengan munculnya patogen extended spectrum beta lactamases (ESBL) producing bacteria atau enzim yang diproduksi oleh bakteri dan carbapenem resistant enterobacteriaceae (CRE) yang merupakan bakteria langka.

Bahkan, kata dia, pada tahun 2050 diperkirakan sekitar 4,7 juta orang di Asia Pasifik meninggal setiap tahun karena infeksi dari bakteri yang sebelumnya dapat disembuhkan oleh antibiotik.

Ditambah lagi adanya laporan dari "Centers for Disease Control and Prevention" (CDC) atau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di Amerika Serikat yang menyatakan di negara maju sekalipun terjadi kenaikan kematian akibat bakteri resisten yang disebut sebagai "superbug".

"Superbug ini sudah lebih dari resisten atau merupakan bakteri yang tidak dapat dibunuh oleh berbagai jenis antibiotik," katanya.

Dengan globalnya masalah resistensi antimikroba ini, ia mengatakan pemerintah harus melakukan percepatan-percepatan untuk menyelesaikannya sehingga masyarakat dapat terhindar dari hal tersebut. Apalagi, diprediksi keberadaan bakteri resisten di Indonesia pada tiap-tiap periode selalu meningkat.

"Kami di komite tentu terus membantu kementerian untuk membuat protokol-protokol dalam rangka pelaksanaan program pengendalian resistensi," ujarnya.

Di Indonesia, menurut Hari Paraton, sebetulnya sudah mulai dilaksanakan pada 2005 namun masih dalam skala kecil. Kemudian diperluas melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 8 tahun 2015 bahwa seluruh rumah sakit harus menjalankan program pengendalian resisten.

Sementara itu, Presiden Direktur PT Pfizer Indonesia, Anil Argilla sebuah lembaga yang menyelenggarakan forum tingkat tinggi membahas resistensi antimikroba mengatakan kemitraan publik dan swasta penting untuk membangun kesadaran masyarakat terkait ancaman kesehatan tersebut.

"Kami mendukung upaya pemerintah untuk mengembangkan materi sosialisasi panduan Antibiotic Stewardship Program (ASP) bersama dengan KPRA, Kementerian Kesehatan RI dan asosiasi medis terkait tahun depan," ujar dia.

Pfizer Indonesia juga mendukung pelatihan dan lokakarya-lokakarya tentang implementasi Program "Antimicrobial Stewardship" di lebih dari 30 rumah sakit di seluruh Indonesia.

Baca juga: Waspada, bahaya resistensi antibiotik semakin meningkat

Baca juga: Bakteri "Superbug" Menyebar di AS

Baca juga: Di Indonesia, KPRA nyatakan resistensi bakteri terus meningkat

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019