Ilmuwan dan ilmu pengetahuan alam adalah suatu kesatuan terbesar untuk kita dalam mencapai tujuan.
Jakart (ANTARA) - Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas Arifin Rudiyanto menyebutkan bahwa dalam mencapai 17 target program tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) secara global diperlukan peran para ilmuwan.

“Ilmuwan dan ilmu pengetahuan alam adalah suatu kesatuan terbesar untuk kita dalam mencapai tujuan,” katanya di Hotel Pullman, Jakarta, Selasa.

Rudi menuturkan saat ini terdapat dukungan dari tim Independent Global Scientist (IGS) yang berisi wakil dari 15 negara yang dipilih oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berdasarkan usulan dari negara anggota untuk mendukung tercapainya berbagai target tersebut.

Tim IGS mengeluarkan laporan bertajuk Global Sustainable Development Report 2019 yang diterbitkan oleh PBB di bawah Departemen Kebijakan Sosial dan Ekonomi untuk melihat seberapa jauh pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dalam mendekati poin-poin sasarannya.

“Laporan ini menyajikan penilaian objektif SDGs dan apa yang perlu dilakukan. Laporan tersebut mengklaim bahwa model pengembangan saat ini tidak cukup berkelanjutan,” ujar Rudi.

Sementara itu, Co Chair Independent Group of Scientist Endah Murniningtyas mengatakan dengan menggunakan cara lama yang hanya fokus per target maka capaian SDGs secara global sejauh ini hanya sebesar 5 persen dari target keseluruhan.

Baca juga: Presiden minta rencana pembangunan jangka menengah disusun realistis

“Intinya bahwa ada progress tapi kita itu sekarang sudah pada level target susah jadi kalau pakai cara lama ya susah mencapainya sehingga perlu kemudian new ways yaitu melalui science,” katanya.

Laporan dengan judul The Future is Now: Science for Achieving Sustainable Development tersebut menyebutkan bahwa jika ingin mencapai 10 persen dari target tujuan diperlukan adanya cara baru seperti menyeimbangkan satu target dengan lainnya.

Endah menyebutkan terkadang dalam fokus mencapai satu target ternyata target berikutnya merupakan dampak negatif dari pencapaian target sebelumnya sehingga perlu ada kolaborasi antartarget.

“Harus ada perubahan sistemik tadi itu karena apa yang dilakukan di satu sisi akan berpengaruh ke hal lain. Ini yang tidak bisa dilihat hanya goal by goal, jadi harus dilihat berdasarkan sistem," jelasnya.

Ia mencontohkan, ketika berhasil dalam menciptakan suatu pertumbuhan ekonomi yang tinggi ternyata di sisi lain emisi karbon juga tinggi, banyak kebakaran hutan, serta banjir yang menimpa masyarakat luas.

Baca juga: Menyelaraskan SDG's dengan gelorakan gerakan bantuan air bersih

Padahal, menjaga lingkungan untuk tetap bersih dan nyaman juga merupakan tujuan dari pembangunan berkelanjutan yang menjamin kesehatan warga dan mengurangi dampak dari pemanasan global.

"Jadi masalah lingkungan ini yang ternyata kita masih di arah yang berlawanan (opposite direction). Itu yang akan kita lihat di sini (laporan),” ujarnya.

Ia menjelaskan perlu adanya transformasi di bidang pengembangan energi yang ramah lingkungan sehingga ketika suatu negara ingin mengejar pengembangan dan pemanfaatan energi tidak berdampak buruk terhadap keanekaragaman hayati dalam suatu kawasan tersebut.

"Bagaimana scientist tidak hanya membantu SDGs tapi juga mengubah. Bagaimana dia membahasakan hal-hal yang kompleks dalam policy maker. Jadi bagaimana science by decision making,” ujarnya.

Ia pun mengimbau agar pemerintah dan ilmuwan bisa terus saling mendukung dalam mencapai berbagai tujuan SDGs tersebut sehingga ilmuwan dapat memberikan masukan kepada kebijakan yang akan dibuat dan diterapkan oleh pemerintah.

“Dua-duanya harus berubah yang scientist harus lebih multi disiplin dan pemerintah harus membiasakan untuk trial tentang tendency how the effect is. Anda tahu dari penelitian lalu dievaluasi dan kembali ke revisi kebijakan,” katanya.

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019