Jakarta (ANTARA) - Direktur Program Indef Esther Sri Astuti menyarankan agar pemerintah memetakan rencana kebijakan tindakan pengamanan atau safeguard terhadap sektor-sektor industri tekstil dan produk tekstil nasional sebelum memberlakukan kebijakan tersebut.

"Itu langkah yang bagus. Safeguard itu berarti mengamankan, dengan demikian pemerintah perlu memetakan kebijakan safeguard bagi satu per satu sektor industri tekstil dan produk tekstil nasional, jangan dipukul rata untuk semuanya," ujar Esther kepada Antara di Jakarta, Minggu.

Dia juga menambahkan Pemetaan rencana kebijakan safeguard ini juga perlu dilakukan guna menghindari ancaman retaliasi dari negara yang produknya terkena safeguard, mengingat sejumlah produk tekstil impor memiliki konten politik.

Baca juga: Indef: Kebijakan penyelamatan industri tekstil harus komprehensif

"Ibarat sakit demam, perlu didiagnosis penyebabnya jangan langsung membuat kebijakan yang bersifat memukul rata semua sektor," katanya.

Selain itu, lanjut Esther, pemberlakuan tarif di sektor hulu lebih baik diperkecil oleh pemerintah namun perlahan-lahan tarif dapat ditingkatkan seiring mengarah ke sektor hilir.

Sebelumnya Kementerian Perdagangan (Kemendag) berkomitmen untuk mendukung perlindungan industri tekstil nasional melalui penerapan instrumen-instrumen perdagangan, seperti kebijakan tindakan pengamanan atau safeguard.

Baca juga: Kemenkeu: Industri tekstil perlu didukung lewat pemberian insentif

Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kemendag, Kasan mengatakan bahwa semua instrumen itu bisa dipakai secara sah baik sifatnya sementara maupun permanen, sepanjang kriteria persyaratan memenuhi.

Kemendag menilai instrumen-instrumen perdagangan, seperti safeguard atau anti-dumping tersebut dapat digunakan oleh Indonesia mengingat itu adalah hak Indonesia sebagai negara anggota World Trade Organization (WTO).

Terkait kapan safeguard impor untuk melindungi industri tekstil nasional ini bisa diberlakukan, Kasan menjawab bahwa sedang dalam proses di menteri keuangan untuk penetapan hal tersebut.

Berdasarkan data yang dirilis oleh Institute for Development of Economics and Finance (Indef), kinerja industri tekstil dan produk tekstil nasional rata-rata pertumbuhan selama 10 tahun terakhir mencatat kenaikan ekspor tiga persen namun di sisi lain impor juga mengalami kenaikan 10,4 persen. Sedangkan neraca perdagangannya terus tergerus dari 6,08 miliar dolar AS menjadi 3,2 miliar dolar AS.

Beberapa alasan mengapa industri tekstil dan produk tekstil nasional mengalami kemunduran signifikan karena serbuan impor produk tekstil ke Indonesia, harga produk tekstil Indonesia tidak kompetitif dibandingkan produk impor, pertumbuhan impor kain yang tidak diimbangi ekspor garment telah merusak industri kain, benang dan serat, serta pertumbuhan konsumsi domestik diambil impor.

Pewarta: Aji Cakti
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019