Kediri (ANTARA) - Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya, Jawa Timur, memusnahkan 59 paket dengan isi beragam seperti benih tanaman kiriman dari 16 negara, karena dikirim tanpa disertai dokumen lengkapi.

"59 paket itu dari 16 negara tidak dilengkapi sertifikat kesehatan. UU Nomor 16 Tahun 1992 menyatakan. Ini melalui Kantor Pos Kediri," kata Kepala Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya Musyaffak Fauzi di Kediri, Jumat.

Pihaknya mengungkapkan isi dari paket kiriman itu beragam, misalnya benih tanaman hias, tanaman perkebunan, sayuran dan buah, umbi gingseng, bawang putih, lada, jamur, hingga kurma. Barang itu diamankan petugas dari periode Juni-September 2019 melalui Kantor Pos Besar Kediri. Total berat dari 59 paket tersebut sejumlah 67,96 kilogram.

Beberapa komoditas itu berasal dari Perancis, Hong Kong, Korea, Malaysia, Arab Saudi, Thailand, Taiwan, Amerika Serikat, Belanda, India, Inggris, Jepang, China, Singapura dan Laos.

Ia mengatakan, di era globalisasi seperti saat ini transaksi perdagangan cukup mudah dilakukan yakni lewat dalam jaringan atau daring. Dengan sistem itu, ikut serta membuka peluang mengirimkan jasa pengiriman melalui kantor pos.

Di kantor pos, juga berpotensi terdapat kiriman barang komoditas pertanian tanpa dilengkapi dokumen. Namun, sebelum barang dikirim ke alamat penerima, dilakukan pemeriksaan dan jika tanpa dilengkapi dengan dokumen akan diamankan.

Tindakan pengamanan itu bermula dari informasi hasil Sinar-X atau sinar rontgen bea cukai yang disampaikan kepada petugas kantor pos. Selanjutnya, petugas pos meneruskan kepada petugas karantina setempat dan melakukan pengamanan dengan menahan komoditas yang ilegal tersebut sambil menunggu kelengkapan dokumen.

Dokumen yang disyaratkan di antaranya surat izin pemasukan dari Kementerian Pertanian untuk benih dan sertifikat kesehatan dari negara asal.

Petugas, lanjut dia memberikan tempo hingga 14 hari agar barang itu dilengkapi dengan dokumen resmi dan jika tidak dapat dilengkapi akan dikembalikan ke negaranya.

Namun, ia mengakui bahwa tidak semua negara bersedia kembali menerima kembali barang kiriman. Dan, jika hingga batas waktu terakhir barang tidak ada dokumen akan disita untuk dimusnahkan.

Ia menambahkan, jika barang kiriman dari luar negeri yang tanpa dilengkapi dengan dokumen dibiarkan bisa berbahaya untuk komoditas terutama pertanian di Indonesia. Dicontohkan, Phytoplasma yang mengancam sawit di Amerika Latin, padahal dulu Amerika Latin produk sawit nomor satu.

Biji sawit dari luar negeri harus dicegah masuk ke Indonesia, guna mengantisipasi terkena penyakit. Selama ini, sawit menyumbang devisa cukup besar hampir Rp300 triliun.

Selain itu, jeruk Garut yang juga terkena penyakit. Padahal, jeruk ini terkenal manis. Namun, karena serangan penyakit bibit jeruk dari Garut diupayakan tidak menyebar ke daerah lain.

Begitu juga dengan komoditas kentang di Wonosobo yang juga terkena penyakit. Bahkan, dikabarkan bakteri penyebar penyakit tersebut hingga 50 tahun tidak bisa hilang jika masuk ke tanah.

Di Irlandia, penyakit menyerang kentang dan memicu kelaparan di negara tersebut. Jika hal itu terjadi pada komoditas pertanian di Indonesia, tentunya membahayakan.

Untuk itu, ia berharap semua pihak terlibat dalam pemusnahan. Beberapa di antara pengiriman dibungkus dengan ukuran kecil atau saset, sehingga jika lolos dan ternyata membawa bibit penyakit bisa berbahaya untuk tanaman.

"Masalahnya yang kecil, saset. Ini yang bahaya, tidak semua bisa kita awasi, karena itu penyebar penyakit yang luar biasa. Kalau itu mengandung penyakit akan menular ke tumbuhan lain, produksi turun," ujar dia.

Dalam pemusnahan itu, disaksikan tamu undangan dari Bea Cukai Kediri, Kantor Pos Kediri, BKSDA, Dinas Pertanian Kediri, dan pemilik barang. Proses pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar di tungku yang sudah disiapkan. 

Pewarta: Asmaul Chusna
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2019