Saya menduga kuat, matinya ikan-ikan paus yang dilindungi itu akibat pencemaran minyak di wilayah perairan yang menjadi lintasan paus biru setelah meledaknya anjungan minyak Montara di Blok Atlas Barat Laut Timor pada 21 Agustus 2009
Kupang (ANTARA) - Pada Kamis (10/10) siang, warga Desa Menia di Pulau Sabu, Nusa Tenggara Timur dikejutkan dengan terdamparnya 17 ekor paus pilot di pantai desa terpencil di wilayah Kecamatan Sabu Barat, Kabupaten Sabu Raijua itu.

Warga desa pun turun ke pantai berupaya untuk menyelamatkan belasan ekor paus yang terdampar itu, namun ada cara yang dinilai kurang pas, sehingga mengakibatkan tujuh ekor paus yang dilindungi itu tidak bisa terselamatkan.

"Kami sudah melihat langsung tujuh ekor paus yang mati tersebut, dan sepertinya ada kesalahan saat memindahkan hewan-hewan itu ke tengah laut, sehingga mati," kata Kepala Balai Konservasi Kawasan Perairan Nasional (BKKPN) Kupang Ikram Sangadji kepada ANTARA.

Dari 17 ekor paus pilot yang terdampar itu, 10 ekor di antaranya berhasil diselamatkan oleh warga desa setempat untuk dilepasliarkan kembali ke lautan lepas. Dari hasil pengamatan di lapangan, tujuh ekor paus yang mati itu mengalami banyak sekali luka di bagian badan dan perutnya.

Selain itu, pada saat penyelamatan, warga desa setempat kemungkinan memegang sirip, ekor, dan badan paus sehingga membuat mamalia laut itu semakin stres.

"Seharusnya untuk menyelamatkan ikan-ikan itu, cara mengangkatnya harus menggunakan terpal berisi sedikit air, dan ramai-ramai memindahkan ke tengah laut sehingga tak ada kontak fisik dengan ikan itu," kata Ikram menjelaskan.

Baca juga: BKKPN : ada cara kurang tepat dalam memindahkan paus pilot ke laut

Meski bagaimana pun, BKKPN tetap memberi apresiasi kepada warga desa yang dengan sadar untuk kembali menyelamatkan mamalia laut yang terdampar di Pantai Desa Menia itu.

Paus pilot yang terdampar itu, umumnya mengalami luka-luka serius, karena terdampar di kawasan pantai karang.

"Ada beberapa ekor dalam kondisi tubuh banyak luka robek akibat terdampar di lokasi yang penuh dengan karang," kata Dedy Syamhadi, Kepala Seksi Pemberdayaan Nelayan dan Infrastruktur Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sabu Raijua.

Jauh sebelum terdamparnya 17 ekor paus pilot di pantai desa terpencil itu, ada juga 44 ekor paus biru terdampar di Pantai Liea, Kabupaten Sabu Raijua pada 1 Oktober 2012. Namun, semua paus biru itu mati karena tidak bisa tertolong oleh warga setempat.

Mantan Bupati Sabu Raijua Marthen Luther Dira Tome mengakui bahwa hampir setiap tahun selalu saja ada satu atau dua ekor paus yang terdampar di wilayah pantai Pulau Sabu.

Fenomena terdamparnya paus di wilayah perairan pantai Pulau Sabu itu, masih tetap menjadi misteri, karena belum ada satu pun kajian yang dilakukan oleh para ahli.

                                                                                        Tanda alam
Namun, para tua adat di Pulau Sabu memandang terdamparnya ikan-ikan paus itu sebagai suatutanda alam yang bakal terjadi di Sabu Raijua.

Secara rasional terdamparnya ikan paus itu merupakan fenomena alam karena diduga arus laut yang kencang, sehingga mamalia laut itu terpukul arus dan terdampar di tepi pantai Pulau Sabu, saat terjadi upwelling, yakni peristiwa naiknya massa air laut bersuhu dingin dari dasar perairan yang kaya nutrisi ke perairan di atasnya.

Pengamat kelautan dan perikanan dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr Chaterina Agusta Paulus, MSi juga mengharapkan adanya kajian secara mendalam untuk mengetahui penyebab terdampar ikan paus di wilayah perairan pantai Pulau Sabu.

"Kajian ini penting, mengingat kasus terdamparnya ikan paus di wilayah itu, bukan untuk yang pertama kalinya, tetapi sudah sering dan hampir tiap tahun terjadi," kata dia.

Kajian terhadap paus-paus yang terdampar itu memang sangat penting, sehingga ada langkah pencegahan dan atau mitigasi terhadap 'stranding cetanceans' atau paus yang terdampar.

Baca juga: Pengamat: Perlu dikaji penyebab paus terdampar di Sabu

Menurut dia, kajian itu terutama yang berkaitan dengan alur ruaya ikan paus di wilayah perairan NTT, karena wilayah perairan Laut Sawu kaya akan nutrisi yang dicari mamalia laut, seperti ikan paus dan lumba-lumba.

Pemerhati masalah Laut Timor Ferdi Tanoni juga mendesak para ahli perikanan dan kelautan untuk segera memeriksa dan meneliti kasus tewasnya puluhan ikan paus biru serta terdamparnya paus pilot di Pulau Sabu.

"Saya menduga kuat, matinya ikan-ikan paus yang dilindungi itu akibat pencemaran minyak di wilayah perairan yang menjadi lintasan paus biru setelah meledaknya anjungan minyak Montara di Blok Atlas Barat Laut Timor pada 21 Agustus 2009," kata dia.

Kasus terdampar dan matinya paus pilot dan puluhan ekor paus biru lainnya itu, mengemuka tatkala wilayah perairan Laut Timor dan Laut Sawu tercemar akibat tumpahan minyak dari anjungan Montara serta semprotan zat berbahaya dispersant untuk menenggelamkan tumpahan minyak ke dasar Laut Timor pada saat itu.

"Ini perlu penelitian ilmiah, karena wilayah perairan Laut Sawu yang menjadi lintasan paus biru dari kutub utara ke selatan Australia sudah tercemar akibat tumpahan minyak dari anjungan Montara dan zat kimia dispersant yang disemprotkan Australia untuk menenggelamkan tumpahan minyak pada saat itu," kata Tanoni.

Terdamparnya paus ini hampir mengenai semua spesies paus di samudera, seperti paus pilot sirip panjang dan sirip pendek cenderung menjadi korban yang paling sering. Spesies lain misalnya paus pembunuh palsu, paus kepala melon, paus berparuh Cuvier, dan paus sperma.

                                                                                               Makhluk sosial
Kawanan mamalia laut ini biasa hidup di kedalaman 1.000 meter lebih dan merupakan makhluk sosial, sebab mereka selalu membentuk kelompok yang bisa terdiri dari ratusan ekor.

Menurut catatan sejumlah literatur spesies paus yang paling sering terdampar adalah mereka yang hidup di laut dalam, dan di lokasi yang sama, sehingga alam lebih berperan sebagai penyebab dibandingkan manusia.

Paus kerap terdampar di area yang sangat dangkal dengan lantai laut yang melandai perlahan dan sering kali berpasir.

Baca juga: Pengamat: Jarang paus terjebak dan terdampar

Dengan situasi seperti itu, tidak heran jika hewan-hewan tersebut yang terbiasa berenang di laut dalam, bisa kesulitan dan bahkan kembali terdampar bila mereka berhasil mengambang lagi.

Kemampuan ekolokasi yang mereka gunakan untuk membantu navigasi juga tidak berfungsi baik di lingkungan yang demikian, sehingga cukup mungkin bila mayoritas paus terdampar akibat kesalahan navigasi, seperti ketika mereka memburu mangsa hingga daerah asing dan berbahaya.

Kemungkinan juga terjadi gempa bawah laut yang menyebabkan kerusakan fisik atau perilaku yang mengakibatkan paus terdampar, meski belum seorang pun yang membuat hubungan statistik di antara keduanya.

Kabupaten Sabu Raijua merupakan kabupaten yang termasuk dalam Kawasan Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu, yang dideklarasikan melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan pada 8 Mei 2009 dengan No.KEP.38/MEN/2009 tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan Nasional Laut Sawu dan sekitarnya di Provinsi NTT.

Laut Sawu memiliki sebaran tutupan terumbu karang dengan keragaman hayati spesies yang sangat tinggi di dunia serta merupakan habitat kritis sebagai wilayah perlintasan 18 jenis mamalia laut, termasuk dua spesies paus yang langka, yakni paus biru dan paus sperma.

Laut Sawu juga merupakan habitat yang penting bagi lumba-lumba, duyung, ikan pari manta, dan penyu sehingga dorongan untuk melakukan pengkajian terhadap fenomena mamalia laut yang terdampar di wilayah perairan pantai Pulau Sabu itu tampaknya menjadi keharusan yang patut dilakukan.

Baca juga: Nelayan gelar ritual adat penguburan enam paus pilot
Baca juga: 17 ekor paus terdampar di Sabu Raijua
Baca juga: Satu ekor paus terdampar dipotong warga

 

Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019