Palangka Raya (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah, menarik obat ranitidin atau ranitidine setelah Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan edaran agar obat untuk mengobati sakit maag itu tak boleh beredar.

"Dinkes kota Palangka Raya sudah berkomunikasi dengan apoteker di seluruh di Palangka Raya terkait surat edaran dari BPOM. Jadi apotik yang memiliki obat dimaksud mengembalikan ke distributor," kata Plt Kepala Dinkes Kota Palangka Raya, Andjar Hari Purnomo, Rabu.

Pihaknya juga terus melakukan pemantauan untuk memastikan obat yang terdeteksi mengandung N-nitrosodimethylamine (NDMA) itu tak lagi dikonsumsi masyarakat.

"Puskesmas dan rumah sakit serta apoteker sebagai penanggung jawab obat terus kami pantau. Jadi semua sudah terkomunikasikan. Obat itu tak lagi beredar," kata Andjar.

Sebelumnya pada 4 Oktober 2019, BPOM RI melalui laman resminya telah memberikan penjelasan tentang penarikan ranitidin yang terkontaminasi NDMA.

Baca juga: BPOM: Ranitidine berbahaya jika di atas ambang batas

Baca juga: BBPOM pantau penarikan Ranitidine Injeksi di Aceh


Berdasarkan nilai ambang batas cemaran NDMA yang diperbolehkan, Badan POM memerintahkan kepada Industri Farmasi pemegang izin edar produk tersebut untuk melakukan penghentian produksi dan distribusi serta melakukan penarikan kembali (recall) seluruh bets produk dari peredaran (terlampir).

Masyarakat yang ingin mengetahui lebih lanjut tentang terapi pengobatan yang sedang dijalani menggunakan ranitidin juga diminta menghubungi dokter atau apoteker.

Anggota DPRK Kota Palangka Raya, Sigit Widodo meminta Dinas Kesehatan bekerja sama dengan pihak terkait untuk terus melakukan pengawasan dan segera menarik obat ranitidin dari peredaran.

"Saat ini BPOM RI telah menginstruksikan untuk menarik sejumlah obat ranitidin yang terdeteksi mengandung N-nitrosodimethylamine (NDMA)," kata Sigit.

Menurut politisi PDI Perjuangan itu, Dinas Kesehatan "Kota Cantik" juga harus terus berkoordinasi dengan pihak terkait serta memastikan obat yang bisa menyebabkan kanker itu tak lagi beredar.*

Pewarta: Rendhik Andika
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019