Dua tahun belakangan ini disuruh buat dari instansi pemerintah untuk cendera mata
Jakarta (ANTARA) - Pelukis jalanan yang biasa mangkal di salah satu sudut Pasar Baru Jakarta Pusat mengaku akhir-akhir ini banjir order lukisan untuk cendera mata terutama dari pemerintah.

"Dua tahun belakangan ini disuruh buat dari instansi pemerintah untuk cendera mata," kata Bogi, salah seorang pelukis yang telah 20 tahun mangkal di Pasar Baru, Jakarta Pusat, saat ditemui, Selasa.

Dia mengaku sangat senang dengan kepercayaan ini karena akhirnya para pelukis tidak dianggap seperti pedagang kaki lima yang tidak mempunyai izin.
 
Karya-karya pelukis Pasar Baru (Foto ANTARA/ Alya Rahma Widyanti)

"Sekarang para pelukis ini sudah dibangunkan kios yang nyaman dan terletak di tempat yang strategis," kata Bogi.

Bahkan kini turis manca negara biasanya mencari cendera mata khas Jakarta dengan minta dilukis.

Baca juga: 13 pelukis perempuan Filipina pameran di Jakarta

Bogi mengaku masyarakat lebih akrab dengan Pasar Baru sebagai tempat menjual lukisan di Jakarta dibandingkan tempat-tempat lainnya.

"Kalau untuk penjualan relatif sih, stabil. Kadang sehari bisa jual satu, kadang seminggu jual satu", kata Wahyono yang berprofesi melukis sejak 10 tahun yang lalu di Pasar Baru.

Lukisan yang paling murah dijual adalah lukisan sketsa dengan pensil. Lukisan sketsa ini dia jual dengan harga Rp200 ribu. Untuk pemesanan pelanggan bisa datang sendiri ke Pasar Baru atau jika sudah berlangganan bisa hanya mengirimkan foto lewat Whatsapp.

"Biasanya masyarakat memesan sketsa wajah atau karikatur wajah untuk dijadikan hadiah kepada teman atau atasan di kantor," ujar dia.

Selain lukisan sketsa wajah, ada juga lukisan pemandangan karya para pelukis di Pasar Baru.

Baca juga: Cindy Melukis Demi Menyambung Hidup

Saat senggang, mereka mengaku biasa melukis pemandangan, hewan-hewan dan lain sebagainya. Kemudian lukisannya itu dijual kepada para pembeli.

"Harga yang ditawarkan untuk sebuah lukisan bermacam-macam. Mulai dari Rp2 juta hingga puluhan juta," kata Wahyono.

Pewarta: Ganet Dirgantara dan Alya Rahma Widyanti
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019