Aparat harus tegas menindak karena sejatinya sejak 1995 sudah diberlakukan aturan untuk tidak membuka lahan dengan cara membakar.
Palembang (ANTARA) - Ketua Gabungan Pengusaha Sawit Indonesia (Gapki)  Sumatera Selatan Harry Hartanto mengatakan organisasinya sangat mendukung penegakan hukum untuk menjerat perusahaan sawit “nakal” yang kedapatan melakukan pembakaran untuk membuka lahan perkebunan.

Harry  yang dijumpai pada acara Klinik ISPO di Palembang, Selasa, mengatakan, aparat harus tegas menindak karena sejatinya sejak 1995 sudah diberlakukan aturan untuk tidak membuka lahan dengan cara membakar.

“Bahkan jika ada dari 73 anggota Gapki Sumsel yang melakukannya, maka tidak masalah untuk ditindak,” kata dia.

Namun, tambahnya, dengan catatan harus menegakkan asas praduga tak bersalah mengingat kejadian kebakaran lahan itu harus dilihat asal muasalnya, yakni dibakar, membakar, atau terbakar.

Baca juga: Polda Riau tahan petinggi PT SSS terkait karhutla

Kepolisian juga harus melakukan penyelidikan secara mendalam mengingat beberapa kasus justru kebakaran bermula dari areal di luar konsesi.

“Seperti ini misalnya, api dari luar konsesi (lahan milik masyarakat, lahan tak bertuan), kemudian tidak tertanggulangi. Lalu masuk ke areal konsesi, lantas tinggal menunggu saja untuk menyalahkan. Apa seperti itu penegakan hukum yang benar ?,” kata Harry.

Selain itu, aparat penegakan hukum juga harus mempertimbangkan mengenai kesungguhan dari perusahaan perkebunan sawit dalam menyediakan sarana dan prasarana kebakaran sesuai dengan Permentan Nomor 5 tahun 2018.

Untuk mengikuti aturan pemerintah ini, perusahaan perkebunan mengeluarkan dana yang cukup besar seperti penyediaan minimal dua menara api untuk lahan seluas 1.000 hektare, 15 orang anggota pemadam, pompa air, mobil tangki, embung, dan lainnya.

“Jadi saat terbakar, satgas darat langsung beroperasi bekerja sama dengan BPBD, Manggala Agni, hingga Masyarakat Peduli Api. Lantas muncul pertanyaan, kenapa masih terbakar, ini suatu pertanyaan yang sulit dijawab karena membuat kami jadi pesimis,” kata dia.

Sebelumnya pada pekan ini, Satuan Tugas Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyegel lahan dari 8 perusahaan perkebunan di Sumatera Selatan, terkait kasus kebakaran hutan dan lahan.

Lahan konsesi yang disegel itu yakni PT DGS dengan komoditi tebu di OKI, PT WAG dengan komoditi sawit di OKI, PT MBJ dengan komoditi sawit di OKI, PT DIL dengan komoditi sawit di Musi Rawas, PT TIAN dengan izin HTI di Musi Rawas. Kemudian PT HBL dengan izin menanam kayu jelutung di Musi Banyuasin, PT LBI yang merupakan perusahaan milik Singapura (PMA) yang izinnya penanaman sawit di Ogan Komering Ulu, serta terbaru PT TAC yang bergerak dalam HTI di Musi Banyuasin.

Baca juga: Gapki kenalkan industri sawit dan turunannya kepada kaum milenial
 

Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019