Inilah mengapa kami berupaya mengurangi impor dan berupaya menarik investasi dengan memberi beragam insentif seperti tax holiday dan super deduction tax
Jakarta (ANTARA) - Dirjen Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Harjanto mengatakan defisit industri elektronik sangat dalam mencapai sekitar 12 miliar dolar AS pada tahun lalu.

"Dengan adanya ekspor ini bisa mengurangi defisit neraca perdagangan kita," kata Harjanto pada pelepasan ekspor perdana mesin cuci Panasonic, di Jakarta, Jumat.

Oleh karena itu, lanjut Harjanto, pihaknya mengapresiasi setiap langkah ekspor yang dilakukan kalangan industri, khususnya di industri elektronik, dan meminta jangkauan ekspor diperluas ke negara lain, seperti ke kawasan Afrika sebagai negara nontradisional tujuan ekspor Indonesia.

"Bahkan AMMDes (Alat Mekanik Multifungsi Pedesaan) juga kami upayakan dibawa ke Afrika, di samping beberapa produksi dalam negeri lainnya," kata Harjanto.

Baca juga: Pasar alat elektronik rumah tangga diprediksi meningkat pada 2019

Harjanto mengatakan defisit industri elektronik terjadi karena impor komponen
untuk produksi masih sangat besar. Ia mencontohkan mesin cuci Panasonic saja kandungan komponen lokalnya masih 34 persen, sisanya impor.

"Rata-rata industri elektronika masuk di hilir," kata Harjanto. Hal itu menyebabkan impor komponen menjadi tinggi.

Karena itulah, kata dia, pihaknya terus mencari investor baru yang mau masuk ke industri hulu komponen.

Diakui Harjanto, defisit industri elektronik tidak hanya terjadi karena impor komponen yang tinggi, tapi juga karena impor produk jadi barang elektronik juga besar.

Apalagi ada kebijakan mengizinkan impor barang jadi elektronik untuk barang komplementer hingga 20 persen. Namun pihaknya hanya memberi rekomendasi izin impor hanya lima persen, guna menekan impor barang jadi.

"Inilah mengapa kami berupaya mengurangi impor dan berupaya menarik investasi dengan memberi beragam insentif seperti tax holiday dan super deduction tax," kata Harjanto.

Berdasarkan data Kemenperin, dalam empat tahun terakhir industri elektronik tumbuh fluktuatif. Pada 2015 sempat tumbuh 2,92 persen dan 2016 tumbuh 8,98 persen, kemudian turun 0,80 persen pada 2017, dan makin anjlok turun 12 persen pada 2018.

Pada 2018, ekspor industri elektronik mencapai 8,2 miliar dolar AS, namun impornya jauh lebih tinggi mencapai 19,9 miliar dolar AS.

Baca juga: Optimalkan TKDN, Kemenperin optimis investasi elektronik makin marak

Sementara itu, Preskom PT Panasonic Manufacturing Indonesia yang juga mantan menteri perdagangan Rachmat Gobel mengatakan pemerintah harus terus konsisten melindungi pasar dalam negeri agar pasar yang besar bisa dinikmati untuk pertumbuhan industri, khususnya industri elektronik.

"Pemindahan ibu kota bisa dijadikan momentum untuk mengutamakan made in Indonesia dalam pembangunan dan pengembangan ibu kota baru itu," kata Rachmat Gobel.

Baca juga: Batam berpotensi jadi pusat klaster industri elektronik
 

Pewarta: Risbiani Fardaniah
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019