Makassar (ANTARA) - Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI/ILFA) Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Sulselbar) Syaifuddin Ipho menyatakan surat edaran dari Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) ancam kenaikan harga kebutuhan pokok di Sulsel.

"Saat ini kami sedang membahas beberapa upaya-upaya agar tidak banyak yang dirugikan dengan surat edaran BPH Migas itu," ujar Ketua DPW ALFI Sulselbar Syaifuddin Ipho di Makassar, Rabu.

Ia mengatakan surat edaran yang sudah dikeluarkan BPH Migas beberapa waktu lalu itu berdampak pada tidak terlayaninya kendaraan pengangkut bahan-bahan logistik karena tidak adanya bahan bakar minyak (BBM) jenis solar subsidi.

Baca juga: Aptrindo nilai penghapusan subsidi solar lebih efektif dari pembatasan

Ipho menyatakan surat edaran tersebut idealnya masih bersifat pemberitahuan, tetapi yang terjadi di wilayah Sulawesi, surat edaran tersebut berdampak pada tidak terlayaninya kendaraan-kendaraan pengangkut logistik tersebut di sentra pengisian bahan bakar umum (SPBU).

Dia mengatakan beberapa sopir melaporkan jika mereka semua sudah tidak dilayani oleh petugas SPBU karena BBM jenis bio solar sudah tidak diperuntukkan bagi kendaraan dump truck.

"Yang kami herankan kenapa ada pembagian dan pembatasan. Malah kami yang mengangkut kebutuhan masyarakat ini sudah tidak mendapatkan solar bersubsidi itu. Kendaraan pribadi maupun truk beroda enam ke bawah masih dapat, walaupun dibatasi," katanya.

Baca juga: Jonan ungkap kemungkinan kenaikan harga solar pada 2020

Menurut dia pembatasan dengan tidak memberikan solar kepada para pengusaha angkutan logistik ini berdampak besar dan langsung dirasakan oleh masyarakat karena semua kebutuhan

"Kami sudah koordinasi dengan beberapa DPC, DPW dan DPP. Ternyata surat edaran itu sudah diberlakukan di wilayah Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera. Hanya Pulau Jawa dan Jakarta tidak berlakukan," katanya.

Dia menyatakan upaya-upaya yang akan ditempuhnya sekarang adalah membuat surat pernyataan dan melakukan pertemuan dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan membahas masalah tersebut.

Selain pertemuan itu, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan seluruh DPW dan DPP ALFI maupun asosiasi lainnya yang terdampak dengan surat edaran BPH Migas.

"Langkah terakhir dan paling lambat hari Senin pekan depan, kami semua akan mogok, tidak akan mengangkut semua logistik baik ke daerah maupun pelabuhan. Kita lihat saja nanti bagaimana," terangnya.

Sebelumnya, BPH Migas telah menerbitkan Surat Edaran tentang Pengendalian Kuota Jenis BBM Tertentu 2019 yang ditembuskan ke Menteri ESDM, Menteri Keuangan, Menteri Perhubungan, Menteri BUMN, Panglima TNI, Kapolri, Kepala BIN, gubernur dan bupati/wali kota.

Dalam surat edaran tersebut, kendaraan yang tidak diizinkan lagi menggunakan solar subsidi, yakni kendaraan bermotor pengangkutan ‎perkebunan, kehutanan, dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari enam buah dalam kondisi bermuatan tidak bermuatan.

Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa menyebut ada 10 Provinsi yang mengalami konsumsi di atas kuota yang ditetapkan. Di antara 10 Provinsi tersebut patut diduga ada penggunaan BBM bersubsidi untuk kendaraan perkebunan dan pertambangan.

Misalnya saja, Kalimantan Timur sebesar 124,6 persen rerata per bulannya, diikuti Kepulauan Riau sebesar 119,9 persen, Lampung 113 persen, Riau 111 persen, Sulawesi Tenggara 109,4 persen, Sulawesi Barat 109,2 persen, Sumatra Barat 108,8 persen, Sulawesi Selatan 108,8 persen, Jawa Timur 108,7 persen, dan Bangka Belitung 108,3 persen.


 

Pewarta: Muh. Hasanuddin
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019