Jakarta (ANTARA) - Pengamat hukum tata negara Hifdzil Alim mengatakan pemindahan ibukota negara tidak akan membawa implikasi hukum ketatanegaraan yang signifikan.

"Terkait rencana pemindahan ibukota negara, sebenarnya secara hukum tata negara tidak ada implikasi yang signifikan," kata Hifdzil dihubungi di Jakarta, Jumat.

Direktur HICON Law and Policy Strategies itu mengatakan yang diatur dalam hukum tata negara adalah fungsi dan kewenangan penyelenggara kekuasaan negara, bukan lokasinya.

Sehingga, kata dia, jika ibukota dipindahkan, tugas pemerintahan tidak mengalami perubahan. Hanya saja, konsekuensi fungsi dan kewenangan yang melekat yang harus ikut berpindah.

"Misalnya begini, jika ketentuan menyatakan 'Dewan Perwakilan Rakyat bertempat di Ibukota Negara', maka gedung DPR yang sebelumnya di Jakarta, harus ikut berpindah ke ibukota baru, begitu juga dengan kementerian," kata dia.

Dalam hal ini, kata Hifdzil, pemindahan ibukota tidak mengubah tugas dan kewenangan pemerintahan. Hanya kantor kementerian dan lembaga yang berpindah ke ibukota baru, jika hal itu disebutkan dalam undang-undang.

"Sepanjang undang-undang organiknya menyatakan bahwa kedudukan (kementerian/lembaga) ada di ibukota negara maka harus ikut dipindah, kecuali jika dilakukan perubahan norma pada bagian kedudukan tersebut," jelas dia.

Sebelumnya Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil mengungkapkan bahwa Pemerintah akan memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan Timur.

Namun Sofyan mengatakan belum ditentukan lokasi spesifik di Kalimantan Timur yang akan dijadikan ibukota baru.

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019