Aturan premi tambahan untuk PRP sudah dituangkan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (PP).
Jakarta (ANTARA) - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tidak akan langsung memungut premi tambahan terhadap industri perbankan untuk Program Restrukturisasi Perbankan (PRP), tetapi memberikan masa transisi selama tiga tahun setelah legalitas kebijakan tersebut ditandatangani Presiden Joko Widodo.

Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah dalam seminar tahunan LPS di Nusa Dua, Bali, Rabu, mengatakan aturan premi tambahan untuk PRP sudah dituangkan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (PP).

Saat ini, LPS, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Otoritas Jasa Keuangan masih menunggu arahan Presiden Joko Widodo untuk Rancangan PP tersebut.

"Mudah-mudahan dalam waktu dekat PP-nya selesai. Sekarang (naskah PP) di tingkat Presiden. Namun pelaksanaan PRP itu tidak segera, karena setelah ditandatangani oleh Presiden, pengenaan PRP baru tiga tahun mendatang," ujar dia dalam seminar Facing Softening Global Economy: The Need to Strengthen Bank Resolution Preparedness.

Baca juga: LPS perkuat upaya pemulihan perbankan jika terdampak krisis

Premi tambahan untuk PRP merupakan wewenang yang diberikan kepada LPS sesuai amanat dalam Undang-Undang PPKSK Nomor 9 Tahun 2016. Dalam UU tersebut, LPS diperbolehkan mengenakan premi PRP kepada industri perbankan sebagai dana talangan untuk menyelamatkan industri perbankan jika terjadi krisis.

Dalam rancangan PP yang sudah diserahkan ke Istana itu, Kementerian Keuangan melalui konsultasi dengan LPS menetapkan premi besaran premi antara 0 persen hingga yang maksimal adalah 0,007 persen dari total aset bank.

Bank yang wajib membayar premi PRP itu hanya bank dengan nilai aset di atas Rp1 triliun. Sedangkan, bank yang memiliki aset di bawah Rp1 triliun dikenakan tarif nol persen alias gratis

Premi untuk Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) itu diharapkan dapat terkumpul hingga sekitar dua persen dari Produk Domestik Bruto yang terbentuk di 2017. Premi PRP tersebut rencananya akan dikenakan untuk jangka waktu pembayaran hingga 30 tahun.

Selain menyiapkan landasan hukum pengenaan PRP itu, LPS juga sedang menyiapkan infrastruktur Teknologi Informatika dan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mematangkan persiapan resolusi bank jika sewaktu-waktu terjadi krisis.

Baca juga: LPS sebut uang beredar sudah alami tren perlambatan sejak 2015

Misalnya LPS sedang membangun unit khusus Kantor Restrukturisiasi Perbankan yang dipimpin oleh seorang Direktur Eksekutif. LPS juga merekrut SDM yang mumpuni dan berpengalaman untuk membuat kebijakan dan instrumen agar dapat menyelamatkan sistem keuangan jika terjadi krisis.

"Kalau kondisi normal kita siap jika terjadi apa-apa kita siap 100 persen. Kalau krisis, kita sedang mengejar upaya agar kita bisa benar-benar siap 100 persen. Kita Kita berharap bisa secepatnya. Kita punya langkah 'extraordinary' (luar biasa) jika seaktu-waktu dibutuhkan. Kami juga sering simulasi jika terjadi krisis," ujar Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah.

 

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019