Jakarta (ANTARA) - Kepala Humas dan Protokol Masjid Istiqlal, Abu Huraira mengatakan ajakan ustadz kondang Yusuf Mansyur untuk mulai mendigitalisasi kurban mungkin akan mereka ikuti tahun-tahun berikutnya.

"Ke depannya kenapa tidak? Kalau itu bagus untuk kepentingan umat, kepentingan masyarakat, kami akan ikuti," ujar Abu di Jakarta, Minggu.

Namun rencana itu belum dibicarakan dengan pengurus, sebab saat ini metode pendistribusian hewan kurban di Istiqlal masih memakai cara manual.

"Mungkin Ustadz Yusuf Mansyur sudah menerapkan di pesantrennya ya. Di Istiqlal belum," ujar dia.

Ustadz Yusuf Mansur dalam khutbahnya bertema spirit berkurban untuk kesejahteraan umat saat menjadi khatib Solat Idul Adha di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat sempat menyinggung soal digitalisasi kurban.

"Sekarang, hari-harinya fintech, e-commerce, market place, sebutlah digitalisasi kurban. Kemudian A sampai Z didigitalisasi, di-marketplace-kan, di-ecommerce-kan, difintechkan, maka kurban ini akan dinikmati oleh yang menyatukan," kata Yusuf Mansur saat berceramah sebagai khatib di Masjid Istiqlal

Yusuf Mansur menekankan pentingnya umat Islam dalam melihat peluang ekonomi kurban. Dijelaskannya, kurban dapat meningkatkan perekonomian bangsa Indonesia. Dia pun mengajak umat Islam untuk bersatu mengembangkan potensi ekonomi kurban yang ada di Indonesia.

"Perintah kurban, secara potensi ekonomi dahsyat betul. Pelaporan resmi saja bisa tembus angka Rp10 triliun. Dengan umat melaksanakan kurban, itu artinya melaksanakan eksplorasi dan mobilisasi kurban," kata dia.

Angka mustahik disebut oleh Direktur Eksekutif Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono sebenarnya hampir sama.

Hanya saja, potensi mereka yang berkurban di desa lebih sedikit dibandingkan dengan di perkotaan.

"Angka mustahiknya sebenarnya hampir sama, hanya di desa yang berkurban (potensinya) lebih sedikit dibandingkan dengan perkotaan," ujar Yusuf di Jakarta, Jumat.

Warga miskin yang menerima daging kurban (mustahik) akan tidak terdistribusi secara merata antara di desa dan di perkotaan jika masih memakai pola yang lama.

Untuk menyelesaikan permasalahan itu, Yusuf mengatakan seharusnya ada skema rekayasa sosial salah satunya dengan digitalisasi kurban sehingga penyampaian daging kurban perkotaan bisa merambah ke perdesaan.

IDEAS pada 2019 mengeluarkan proyeksi daerah dengan potensi surplus kurban terbesar didominasi daerah perkotaan Jawa Barat (18 ribu ton), diikuti DKI Jakarta (16 ribu ton), perkotaan Banten (10 ribu ton), dan perkotaan Jawa Timur (9 ribu ton).

Sedangkan daerah dengan potensi defisit kurban terbesar didominasi daerah perdesaan, yaitu perdesaan Jawa Timur (minus 22 ribu ton), perdesaan Jawa Tengah (minus 16 ribu ton), perdesaan Sulawesi Selatan (minus 9 ribu ton), perdesaan Jawa Barat (minus 5 ribu ton), dan perdesaan Lampung (minus 5 ribu ton).

Ketimpangan antara jumlah kurban di desa dan kota menyebabkan banyak penerima kurban (mustahik) di pefdesaan tidak terdistribusi secara merata. Sementara itu, potensi mustahik terbesar secara umum ada di pefdesaan, di mana kelas bawah Muslim berdaya beli rendah (di bawah Rp500 ribu) berjumlah 24,9 juta jiwa, sedangkan di perkotaan hanya 18,2 juta jiwa.

Kebutuhan mustahik di kota diperkirakan hanya sekitar 69 ribu ton, sedangkan di desa kebutuhannya mencapai 107 ribu ton. Hal itu artinya di kota potensi surplus 80 ribu ton daging, sedangkan di desa potensi defisit 75 ribu ton daging.

Dari fakta potensi daerah surplus-minus kurban ini, maka program tebar hewan kurban keluar dari daerah asal yang banyak dilakukan Badan Amil Zakat saat ini tepat dan positif serta penting untuk distribusi kurban yang tepat sasaran dan signifikan, guna pemerataan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin.

Besarnya potensi kurban Indonesia yang pada 2019 diperkirakan mencapai 28,4 triliun, jika dapat terkelola dengan baik semestinya menjadi kekuatan ekonomi yang signifikan, yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan mustahik namun juga berpotensi besar memberdayakan peternak hewan kurban.

"Sebenarnya kalau kita mau mengoptimalkan potensi kurban agar dapat tergali dan terkelola, ada satu masalah bangsa yang bisa diselesaikan yaitu impor daging," ujar Yusuf.

Sebagai pembanding, sepanjang 2018, Indonesia mengimpor 207 ribu ton daging sapi senilai 708 juta dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp10,1 triliun.

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019