Serang (ANTARA) - Anggota Komisi V DPRD Banten, Yeremia Mendrofa, mendesak Gubernur Banten untuk segera menjatuhkan sanksi tegas kepada kepala sekolah (kepsek) yang menyelewengkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun anggaran 2024.
"Jangan cuma teguran, harus ada sanksi tegas dari Gubernur Banten bagi oknum yang menyelewengkan dana BOS," ujar Yeremia di Kota Serang, Kamis.
Ia menyoroti tunjangan kinerja kepala sekolah yang mencapai Rp15 juta namun tidak mencerminkan akuntabilitas.
"Apalagi tunjangan kepsek di Banten itu kan cukup tinggi sampai Rp15 juta. Tapi, semangat (tingginya) tukin (tunjangan kinerja, red) nggak berdampak (kalau masih ada temuan BPK)," kata Yeremia.
Ia menambahkan bahwa dana BOS seharusnya meningkatkan mutu pendidikan, bukan disalahgunakan.
Baca juga: Dana BOS jadi temuan BPK, Pemprov Banten bina kepala sekolah
Yeremia juga mendesak peringatan keras agar kasus serupa tidak terulang. "Ini harus disikapi dengan tegas. Supaya tidak berulang. Kan dana BOS itu untuk meningkatkan mutu pendidikan," kata dia.
Ia menilai pengawasan yang lemah menjadi akar masalah dan meminta sanksi administratif hingga hukum untuk memberikan efek jera, menegaskan bahwa pengembalian dana saja tidak cukup. Tekanan ini diharapkan mendorong Pemprov Banten melakukan reformasi pengawasan yang lebih ketat.
Hal tersebut menanggapi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Banten yang mengungkap temuan penyimpangan penggunaan dana BOS senilai Rp10,6 miliar di 61 SMA dan SMK Negeri melalui Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).
Penyimpangan mencakup transaksi fiktif, praktik "pinjam nama perusahaan", dan pembagian keuntungan (cashback) antara penyedia barang/jasa dengan kepala sekolah.
Baca juga: Bupati Lebak minta kepala sekolah terbuka dalam pengelolaan dana BOS
Kasus mencolok terjadi di SMKN 2 Kota Serang dengan kelebihan pembayaran Rp1,1 miliar, serta SMAN 2 Kota Serang yang melakukan empat transaksi belanja makanan dan minuman pada hari yang sama dengan modus pinjam nama perusahaan. Total transaksi bermasalah mencapai Rp10.606.272.194,00.
BPK juga menemukan bahwa aplikasi SIPLAH dimanfaatkan untuk mengunggah bukti belanja palsu. Barang tidak dikirim ke sekolah, namun pembayaran tetap dilakukan, dan dana dibagi antara penyedia dan kepala sekolah. Selain itu, terdapat selisih harga signifikan antara RKAS dan harga pasar, seperti alkohol 96 persen (Rp52.000.000 versus Rp32.880.000) dan antiseptik (Rp29.600.000 versus Rp3.000.000), yang mengindikasikan potensi mark-up.
Yeremia, berharap Pemprov segera bertindak untuk memastikan dana BOS digunakan sesuai tujuan, yaitu meningkatkan kualitas pendidikan.
Baca juga: BPK soroti dana BOS dan aset RSUD dalam LHP Pemprov Banten 2024
Sementara, Pelaksana tugas Inspektur Daerah Provinsi Banten, Sitti Ma’ani Nina, mengakui bahwa banyak kepala sekolah menganggap praktik pinjam nama perusahaan dan cashback sebagai kebiasaan diwarisi dari pendahulu.
Ia mengatakan dari pemeriksaan BPK terhadap 261 satuan pendidikan, Rp10 miliar kelebihan pembayaran telah dikembalikan ke kas daerah, meski proses administrasi masih berlangsung.
Inspektorat Provinsi berencana menjadikan pengelolaan dana BOS sebagai fokus Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) selama setahun ke depan. Langkah ini sejalan dengan rekomendasi BPK yang meminta Gubernur memerintahkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk memperketat pengawasan dan pembinaan.
BPK juga merekomendasikan pelatihan berkala bagi kepala sekolah untuk memastikan kepatuhan terhadap Pedoman Penggunaan Dana BOS Nomor 18 Tahun 2022. Kepala sekolah dan bendahara yang melanggar harus dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.
Baca juga: Pemkot Serang laksanakan program Seragam Sekolah Gratis di 2026