Tangerang (ANTARA) - Praktisi pendidikan Universitas Insan Pembangunan Indonesia, Dr. Masduki Asbari mengatakan larangan penggunaan gawai bagi siswa di sebagian SMA boarding school perlu ditinjau ulang.
"Tantangan sesungguhnya bagi pendidik di era ini bukanlah menutup pintu teknologi, melainkan membuka jendela pengawasan yang bijak," kata Dr. Masduki Asbari dalam keterangannya di Tangerang Minggu.
Di boarding school, kata Dr. Masduki, peserta didik diajarkan bijak menggunakan gawai, memahami pemanfaatan teknologi untuk pembelajaran dan menumbuhkan kesadaran etik dalam dunia maya.
"Di sinilah urgensi pembelajaran literasi digital, etika daring, dan self-regulation harus diintegrasikan dalam kurikulum dan kehidupan harian," ujarnya.
Baca juga: Puspaga Tangerang: Atasi anak kecaduan gawai dimulai dari orang tua
Ia menjelaskan pendidikan bukan sekadar proses transfer pengetahuan, melainkan suatu proses interaksi dinamis antara peserta didik dan lingkungannya.
Dalam konteks abad ke-21, lingkungan tersebut tak dapat dipisahkan dari ekosistem digital dan konektivitas global yang dihadirkan oleh teknologi informasi.
Oleh karena itu melarang akses terhadap teknologi dalam ruang pendidikan sama artinya dengan memutus kemungkinan peserta didik untuk mengungkap realitas dan mengembangkan daya reflektifnya terhadap zaman.
"Gawai bukan lagi sekadar alat komunikasi, melainkan medium eksistensi generasi muda dalam memahami dan menjelajahi realitas global," katanya.
Baca juga: Main gawai sambil nunduk hingga "kretek" badan bisa kena skoliosis
Ia menjelaskan jika internet dan teknologi digital sebagai jalan tol peradaban. Sehingga tidak serta - merta menutup jalan tol hanya karena ada risiko kecelakaan tetapi tantangannya adalah menata regulasi, menegakkan rambu-rambu dan membentuk karakter pengguna jalan.
"Dalam konteks ini, pelarangan akses terhadap gadget justru menghindarkan para pendidik dari tanggung jawab utama yakni membina akhlak dan kedewasaan digital peserta didik," katanya.
Pendidikan karakter digital, katanya, bukan tentang pelarangan melainkan pengelolaan sehingga tantangan terletak bukan pada perangkat, melainkan pada sikap dan ketaatan.
"Dengan membuka akses, kita mengundang risiko. Tapi dengan menyertakan nilai dan pembinaan, kita membangun generasi yang mampu menaklukkan risiko itu dengan integritas dan kecerdasan moral," katanya.
Baca juga: Awas, gunakan gawai terlalu lama bisa akibatkan penglihatan lemah