Kota Cilegon (ANTARA) - DPC Gapasdap Merak, menyoroti kondisi bisnis angkutan penyeberangan yang semakin tertekan akibat kenaikan biaya operasional yang tidak diimbangi penyesuaian tarif.
Kenaikan upah tenaga kerja sebesar 6% (dampak kenaikan UMR 2025) dan kurs dolar AS yang mencapai Rp16.500 memperberat beban, terutama untuk perawatan kapal, suku cadang, pengedokan, dan aspek keselamatan yang bergantung pada valuta asing.
Dijelaskan Ketua DPC Gapasdap Merak, Togar Napitupulu, pada Rabu (7/5), saat ini selisih tarif penyeberangan dengan Harga Pokok Penjualan (HPP) saat ini mencapai 31,8%, berdasarkan kajian bersama Kemenhub, ASDP, Gapasdap, dan pemangku kepentingan lain pada 2019. Padahal, kenaikan biaya selama 6 tahun terakhir (kurs USD 2019: Rp13.900) semakin tinggi, sehingga memperlebar defisit ini.
Baca juga: Long weekend Waisak, ASDP all out hadirkan layanan penyeberangan prima
"Apalagi dengan jumlah hari operasi perbulan yang rata-rata hanya 30% sedangkan sisanya off menunggu giliran operasi karena kurangnya jumlah dermaga. Meski tarif tak mencukupi, operator tetap wajib memenuhi standar keselamatan dan kenyamanan yang ditetapkan oleh pemerintah," katanya.
Untuk itu terkait hal ini, Gapasdap Merak mendesak revisi tarif segera dilakukan untuk menjaga keberlangsungan operasional. Sambil menunggu, insentif seperti pengurangan biaya pelabuhan, pajak, PNBP, dan bunga bank diperlukan untuk meringankan beban perusahaan angkutan penyeberangan.
"Tanpa kebijakan penyesuaian, operator akan kesulitan memenuhi standar operasi dan keselamatan yang ditetapkan," kata Togar.
Baca juga: ASDP gelar Ocean Clean Up Day di Pulau Merak Besar