Lebak (AntaraBanten) - Warga yang tinggal di 10 kecamatan di Kabupaten Lebak, Banten, meminta Kementerian Kehutanan segera mengeluarkan revisi Surat Keputusan Nomor 175/Kpts-II/2003 tentang Perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
"Kami berharap revisi itu dikembalikan ke semula yakni 16.000 hektare untuk kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) wilayah Lebak," kata Ahmad Rifai, seorang warga Kecamatan Sobang Kabupaten Lebak, Minggu.
Menurut dia, Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor 175/Kpts-II/2003 tentang perluasan TNGHS ketika itu dipimpin oleh Menhut Muhamad Prakosa, dinilai kontroversial.
Warga yang tinggal sejak puluhan hingga ratusan tahun juga memiliki sertifikat tanah harus keluar dari perluasan TNGHS.
Di antaranya termasuk Pondok Pesantren La Tansa Mashiro masuk pada kawasan TNGHS itu.
"Kami berharap SK yang lagi direvisi oleh tim itu segera dikeluarkan, sehingga memiliki kepastian hukum bagi masyarakat setempat," katanya.
Ia mengatakan, warga yang tinggal di kawasan TNGHS saat ini mereka belum tenang dan nyaman karena tidak ada keputusan SK Menhut itu.
Masyarakat menuntut revisi SK tersebut dikembalikan ke semula yakni 16.000 hektare dan bukan 42.000 hektare sebagaimana yang diterbitkan Menhut SK 175.
"Kami menolak SK 175 dan kami menerima dikembalikan ke semula tentang TNGHS itu," katanya.
Ia menyebutkan, SK Menhut Nomor 175 tersebut dinilai sepihak dan tidak mempertimbangkan kepentingan dan hak-hak masyarakat adat yang terkena dampak perluasan TNGHS tersebut.
Sebab di kawasan TNGHS terdapat fasilitas umum, sosial, pendidikan, sarana keagamaan dan pemerintahan.
Selain itu juga terdapat lahan pertanian, peternakan dan perkebunan milik masyarakat.
"Kami minta hasil revisi SK 175 itu bisa mengakomodir masyarakat adat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan," ujarnya.
Begitu pula Sarman, warga Kecamatan Panggarangan Kabupaten Lebak mengaku pihaknya sangat setuju revisi SK 175 dapat dikembalikan seperti dulu sebelum terbitnya SK tersebut.
Saat ini, masyarakat tidak tenang jika pohon miliknya ditebang karena bisa berurusan dengan pihak berwajib.
"Saya berharap revisi SK itu dapat menjadikan ketenangan bagi masyarakat," katanya.
Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Lebak Sopyan mengatakan pihaknya sudah mempertanyakan ke Dirjen Planologi Kemenhut yang dijabat Bambang Supijanto, namun hingga kini belum ada realisasi revisi SK 175 itu.
Apabila SK tersebut tidak dikeluarkan dipastikan warga yang tinggal di 10 kecamatan dan 44 desa terpaksa harus keluar kawasan TNGHS.
Saat ini kawasan yang masuk perluasan itu terdapat 176 unit lembaga pendidikan, 312 unit sarana keagamaan, 21 unit sarana kesehatan, dan 44 unit sarana pemerintahan yang berada di 1.180,50 hektare kawasan permukiman.
Sedangkan, kawasan pertanian berupa kebun, ladang, dan sawah, luasnya 11.015,50 hektare.
"Kami terus berjuang agar hak-hak masyarakat adat tidak menjadikan korban perluasan TNGHS itu," katanya.