Jakarta (ANTARA) - Jernang (Dhaemorhop Draco) atau di pasar dikenal dengan nama Dragon Blood merupakan buah tumbuhan merambat yang ternyata memiliki potensi ekonomi yang tinggi di pasaran.
Harga buah ini di pasaran bisa mencapai Rp7-9 juta per kilogram di tingkat pengepul lokal. Sedangkan harga per Agustus 2021 masih di Rp3 Juta per kilogram.
Tingginya harga Jernang dipengaruhi budidayanya yang memang membutuhkan keahlian dan ketelatenan. Tanaman ini hanya tumbuh di hutan tropis dengan ketinggian 800 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Buah dari tanaman ini dapat dipanen dua kali dalam setahun. Namun hal ini sangat bergantung kepada keahlian dan kemampuan pelaku budi daya. Mengingat tidak banyak masyarakat terutama di sekitar hutan yang membudidayakan tanaman ini.
Budidaya Jernang memang sulit. Sebagai contoh getahnya diambil dari buah yang masih muda. Kondisi ini membuat sulit mendapatkan buah matang/ masak yang dapat digunakan sebagai sumber benih. Sedangkan untuk tumbuh kecambahnya tanaman ini butuh waktu enam bulan.
Tak hanya itu, tanaman ini juga kerap diganggu hewan yang tinggal di dalam hutan seperti monyet dan babi hutan yang senang mengonsumsi umbi jernang muda sehingga butuh tambahan pekerjaan untuk menjaga tanaman ini.
Jernang sendiri di dunia industri sangat dikenal terutama untuk buahnya. Kalangan industri biasanya memanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan marmer, alat-alat dari batu, keramik, cat kayu, farmasi, kertas, pasta gigi, hingga kain tenun.
Sedangkan masyarakat lokal biasanya memanfaatkan Jernang sebagai obat terutama untuk diare, bahkan di Eropa memanfaatkan sebagai bahan baku untuk obat disentri. Tak hanya itu, tanaman ini juga kerap dimanfaatkan sebagai dupa, sehingga orang kerap juga menyebutnya sebagai kemenyan merah.
Berdayakan masyarakat
PT Royal Lestari Utama (RLU) melalui anak usaha PT Lestari Asri Jaya (LAJ) selaku pemegang hak pengusahaan hutan tanaman industri di Provinsi Jambi melalui program corporate social responsibility (CSR) mengajak komunitas Orang Rimba membudidayakan Jernang.
Memang bukan perkara mudah mengajak komunitas Orang Rimba untuk menetap dan mengembangkan tanaman budidaya seperti Jernang. Mengingat kebiasaan awal suku ini yang selalu berpindah-pindah dalam bercocok tanam.
PT LAJ yang selama ini menjalankan usaha di bidang produksi karet alam ini berkerja sama dengan pemerintah setempat mendirikan area konservasi hewan liar atau wildlife conservation area (WCA) yang berlokasi di sebelah selatan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh.
Di dalam area WCA, anak usaha dari PT RLU yang berkantor pusat di Jakarta ini mengajak komunitas Orang Rimba untuk menetap dan sekaligus melestarikan Jernang. Tujuan dari program ini untuk menjaga hutan seluas sekitar 9.700 hektare yang selama ini menjadi habitat hewan dilindungi Gajah dan Harimau Sumatera.
Direktur Corporate Affairs dan Sustainability PT RLU Yasmine Sagita menerangkan perusahaan mendorong komunitas Orang Rimba untuk membudidayakan Jernang dalam rangka meningkatkan taraf hidup mereka.
Terkait hal itu, perusahaan melakukan pendampingan terhadap pengembangan Jernang, memberikan fasilitas budidaya, transfer teknologi, dan sebagainya. Diharapkan komunitas Orang Rimba tidak hanya dapat belajar tentang bagaimana bertanam Jernang tetapi juga mengetahui cara mengatasi kendala, misalnya pengendalian hama dan penyakit, teknik pemanenan hingga penjualan buah Jernang.
Sebelumnya perusahaan ini juga telah memfasilitasi Orang Rimba untuk kunjungan belajar kepada warga telah sukses membudidayakan Jernang di Taman Nasional Bukit Dua Belas, kata Yasmine.
Setahun yang lalu melalui anak usaha PT LAJ juga memberikan pelatihan tentang Jernang kepada Orang Rimba. Dari pelatihan ini Orang Rimba menjadi tahu bagaimana cara membuat biji Jernang menjadi cepat berkecambah.
Kalau biasanya untuk tumbuh kecambah Jernang harus menunggu enam bulan maka dengan teknologi modern dapat dikembangkan dalam waktu 20 sampai 22 hari saja.
Adapun kendala yang dihadapi oleh Orang Rimba di WCA dalam budidaya Jernang adalah minimnya pengetahuan tentang perawatan. Dari kunjungan belajar ini Orang Rimba mendapatkan pengetahuan tentang perawatan tanaman Jernang.
Seperti pemahaman mengenai pentingnya ruang cahaya dan cara membersihkan. Selain itu, cara mengambil bibit Jernang, yaitu dengan mengambil bibit dari tunas baru, serta pengetahuan-pengetahuan lain yang bermanfaat.
PT LAJ juga memberikan 300 batang Jernang siap tanam yang disalurkan di dua lokasi komunitas Orang Rimba. Sebanyak 11 kilogram buah Jernang telah dibibitkan di Pembibitan Tanaman Kehidupan Orang Rimba. Bibit ini nantinya akan ditanam di lahan milik Orang Rimba di WCA.
Tidak hanya melestarikan dan membudidayakan Jernang, guna meningkatkan sumber penghasilan Orang Rimba, perusahaan juga melakukan pengembangan kebun dan pembibitan Agroforestry untuk Orang Rimba dan pendampingan kepada kelompok wanita untuk membuat kerajinan tangan.
Manfaat
Ditengah-tengah pandemi COVID-19, hadirnya budidaya tanaman dengan potensi ekonomi tentunya disambut hangat komunitas Orang Rimba. Banyak dari anak muda komunitas ini yang ikut serta dalam program CSR yang dikembangkan PT RLU di kawasan WCA.
Seperti diutarakan Yasmine anak-anak muda dengan usia 20 tahunan ini bersemangat mengembangkan biji Jernang yang akan dijadikan bibit. Mereka menyiapkan bibit Jernang dari hasil cangkok untuk ditanam di lahan milik keluarga.
Komunitas Orang Rimba menyebutnya sebagai ilmu yang baru. Hal ini setelah mereka berkunjung dan belajar dari teman-teman yang sukses bertanam Jernang di Taman Nasional Bukit Dua Belas.
Tidak hanya menyiapkan bibit, mereka kini juga mengetahui cara merawat tanaman Jernang. Harapannya Orang Rimba ini dapat langsung mempraktikan ilmu yang didapat dari kunjungan ke TN Bukit Dua Belas agar tidak lupa.
Bagi Orang Rimba Jambi, Jernang bukan hal yang asing. Jernang yang tumbuh di dalam hutan sempat menjadi primadona bagi mereka. Namun ketersediaan Jernang di alam dari tahun ke tahun semakin berkurang.
Sehingga untuk melestarikan tanaman ini dimulailah program bersama Orang Rimba untuk menanam 100 tanaman Jernang. Upaya ini diikuti oleh sekitar enam keluarga lainnya. Hingga saat ini area pertanaman Jernang mencapai enam hektare.
WCA Manager, Kurniawan menerangkan saat ini sudah ada tujuh kepala keluarga Orang Rimba yang didampingi dalam upaya melestarikan dan budidaya Jernang.
Kunjungan belajar menurut Kurniawan memiliki empat tujuan utama. Pertama mengajarkan teknik pembuatan bibit Jernang dengan cara mencangkok dan mencabut tunas muda yang tumbuh di sekitar batang tua Jernang. Kedua tentang pemilihan biji yang baik untuk dijadikan bibit. Ketiga tentang perawatan tanaman Jernang. Keempat memotivasi untuk pengembangan Jernang lebih luas lagi.
Kurniawan mengaku banyak melibatkan anak-anak muda dari masyarakat adat Orang Rimba dalam pelestarian dan budidaya Jernang ini. Harapannya mereka akan menjadi kader, memotivasi dan menularkan ilmu yang sudah dimiliki kepada kelompoknya masing-masing.
PT LAJ juga sudah membangun dan mengoperasikan Balai Pusat Pelayanan Orang Rimba (OR). Nantinya balai serupa juga akan dibangun di area kelompok orang rimba lainnya, yaitu Kelompok Temenggung Buyung dan Bujang Kabut.
Dengan beroperasinya balai ini kelompok Orang Rimba akan mendapatkan berbagai manfaat pelayanan terhadap hak-hak dasar secara lebih mudah dan terorganisir. Keberadaan Balai Pusat Pelayanan membuat kegiatan pendidikan anak-anak Orang Rimba menjadi lebih intensif dibandingkan sebelumnya.
Balai Pusat Pelayanan juga menjadi tempat transit dan beristirahat bagi Orang Rimba ketika sedang keluar dari hutan seperti untuk berbelanja dan memenuhi keperluan lainnya.
Dengan lestarinya tanaman Jernang akan membuat kelompok Orang Rimba merasakan hasilnya. Harapannya ke depan mereka tidak perlu masuk ke dalam hutan dan hidup serta menetap seperti halnya warga Indonesia lainnya.
Budi daya Jernang yang prospektif Oleh: Ganet Dirgantoro
Kamis, 12 Agustus 2021 20:59 WIB
Perusahaan mendorong komunitas Orang Rimba untuk membudidayakan Jernang dalam rangka meningkatkan taraf hidup mereka.