Ketua Umum Perhimpunan Perunggasan Rakyat Indonesia (PINSAR) Singgih Januratmoko meminta pemerintah dapat mengendalikan harga ayam ditingkat peternak yang harganya terus menurun selama wabah COVID-19.

"Pemerintah bisa membeli dari peternak untuk keperluan operasi pasar," kata Singgih dalam siaran pers, Sabtu.

Menurut dia, idealnya harga ditingkat peternak Rp18.000 agar tidak mengalami kerugian.

Singgih mengatakan selama pandemi corona daya beli masyarakat juga mengalami penurunan, ini yang membuat harga ayam ditingkat peternak mengalami penurunan.

Ia mengusulkan bantuan Pemerintah selama darurat pandemi, dialokasikan juga untuk peternak rakyat. Caranya dengan membeli ayam yang ada di peternak kecil.

"Pemerintah buat pasar murah bentuknya tidak hanya beras, uang tunai tapi juga dalam bentuk daging ayam,” kata Singgih.

Secara umum, Singgih berharap pemerintah segera menyelamatkan para peternak ayam dengan membereskan permasalahan dari hulu hingga hilir. Bila hilir dengan membeli ayam untuk dijadikan pasar murah atau pemberian daging ayam kepada masyarakat, dan rumah sakit.

Sedangkan untuk sektor hulu pemerintah harus menekan produksi ayam berusia sehari (day old chicken/DOC) hingga 50 persen. Bila DOC masih banyak, peternak juga enggan membesarkan karena biaya produksi yang tidak sebanding dengan harga jual disaat permintaan juga mengalami penurunan.

“Hulu dengan cara menurunkan DOC sampai 50 persen, lalu hilirnya pemerintah membuat pasar murah darurat dengan membeli ayam rakyat, jangan dari perusahaan. 

Ia optimistis bila pemerintah bisa melakukan dari hulu ke hilir, peternak rakyat bisa bertahan selama pandemi ini.

Sebaliknya, bila peternak ayam disuruh berusaha sendiri menghadapi pandemi COVID-19 ini, dikhawatirkan akan berguguran dalam satu bulan ini. Padahal tenaga kerja di sektor ini jumlahnya mencapai 12 juta orang.

Sedangkan salah satu peternak ayam, Kadma Wijaya mengatakan selama terjadinya pandemi COVID-19  harga ayam hidup ditingkat peternak Rp11.000/kilogram, jauh dibawah biaya pokok produksi yang berkisar Rp18.000. 

"Sejak diberlakukan pembatasan sosial skala besar pada pertengahan Maret lalu, permintaan ayam telah menurun hingga 50 persen," ujar dia.

"Kita susah mengeluarkan ayam, karena permintaan turun. Pasar sudah banyak yang tutup, warung-warung makan banyak yang tidak buka,  karena masyarakat ke mana-mana sudah tidak boleh. Perusahaan besar juga mengandalkan pasar becek untuk menjual ayamnya. Akibatnya kami peternak kecil semakin turun. Penurunan sudah diatas 50 persen, sejak mulai pembatasan sosial,” kata Kadma.

Padahal, pembatasan itu baru dimulai sejak 2 minggu lalu, namun sudah memukul bisnis peternak rakyat skala UMKM yang justru mendominasi peternak ayam di Indonesia.   

Singgih menyebutkan, peternak ayam setingkat Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mencapai 10 ribu-20 ribu pengusaha di seluruh Indonesia atau 80 persen dari seluruh peternak ayam. Hanya 20 persen peternak milik perusahaan besar. Kondisi saat ini justru peternak rakyat lah yang paling terpukul menghadapi pandemi COVID-19.

Pewarta: Ganet Dirgantoro

Editor : Ridwan Chaidir


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020