Pusat Penelitian Laut Dalam (P2LD) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) akan meninjau lokasi semburan air panas di Desa Oma, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah yang muncul setelah guncangan gempa tektonik magnitudo 6,5 pada 26 September 2019.

"Kami belum memiliki data terkait fenomena di daerah tersebut, tapi kami sudah berencana untuk melakukan survei lapangan ke sana dan juga ke daerah lainnya, seperti Kairatu," kata Peneliti P2LD LIPI Fareza Sasongko di Ambon, Rabu.

Fareza Sasongko merupakan ahli geologi yang memimpin tim gerak cepat gempa P2LD LIPI.

Ia dan tim saat ini sedang meneliti dampak yang ditimbulkan akibat guncangan gempa tektonik 6,5 skala richter di Pulau Ambon dan sekitarnya pada 26 September 2019.

Desa Oma, kata dia memiliki potensi geothermal atau panas bumi karena bisa dijumpai mata air panas di sana, seperti halnya di Desa Tulehu, Kecamatan Salahutu (Pulau Ambon), Kabupaten Maluku Tengah.

Suhu lapisan air tanah yang berada di bawah permukaan Desa Oma dapat mencapai lebih dari 200 derajat celcius, ketika mencapai permukaan dan berkontak dengan udara atmosfer, suhu air akan turun meskipun tetap hangat atau panas.

Diduga guncangan gempa yang terjadi pada 26 September 2019 telah menghasilkan rekahan baru dan memunculkan mata air panas baru di daerah itu, karena umumnya lapisan air tanah atau akuifer panas bumi muncul ke permukaan terbentuk pada rekahan batuan.

"Apabila terlihat mendidih dan mengeluarkan uap, terasa panas dan mengeluarkan bau menyengat, lebih baik untuk tidak didekati apalagi dikonsumsi airnya," ujar Fareza.

Dikatakannya lagi, panas bumi merupakan fenomena di mana panas dari dalam bumi memanaskan lapisan air di bawah tanah. Daerah dengan sistem panas bumi umumnya dapat dikenali dengan adanya mata air panas di permukaan tanah.



Di negara-negara maju, energi panas bumi sudah banyak dimanfaatkan menjadi pembangkit listrik yang ramah lingkungan.

"Kondisi geologi di Pulau Ambon, Seram dan sekitarnya sangatlah unik dan perlu dikaji lebih dalam, sehingga potensi geologi yang dimiliki bisa kita manfaatkan dengan maksimal," imbuh Fareza.

Seorang warga Desa Hatu, Roni Tohata (49) mengatakan pascagempa magnitudo 6,5 pada 26 September 2019, muncul semburan air panas di hutan desa setempat. Berjarak sekitar 30 meter dari aliran kali, semburan tersebut berada tak jauh dari bekas mata air panas yang pernah muncul sekitar tahun 1981 - 1982.


Berbeda dengan mata air panas yang banyak dijumpai di Oma, semburan yang baru terbentuk itu tidak bisa didekati dalam jarak dua meter karena mengeluarkan hawa panas yang cukup tinggi dan berbau belerang menyengat.

"Baru muncul saat gempa kemarin. Untungnya jauh dari pemukiman, tidak ada yang berani mendekati area itu karena hawanya panas dan beruap belerang, airnya terlihat seperti lumpur yang mendidih," jelas Roni.


 

Pewarta: Shariva Alaidrus

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019