Sidang lanjutan keempat perkara sengketa hasil Pemilu Presiden 2019 yang dimohonkan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno, digelar di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (21/6/2019) pada pukul 09.00 WIB.

Sidang keempat ini digelar dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dan ahli yang dihadirkan oleh pihak terkait atau pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 01, Joko Widodo - Ma'ruf Amin.

Pihak terkait menghadirkan dua saksi fakta, yaitu Candra Irawan dan Anas Nashikin. Candra adalah seorang tenaga ahli dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan untuk DPR RI yang bertugas pada Direktorat Saksi di Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf.

Candra mengaku bertugas untuk menyiapkan saksi untuk memantau, mengamankan, dan menyelamatkan hasil perolehan suara dari mulai dari tempat pemungutan suara (TPS) hingga hari rekapitulasi nasional di Komisi Pemilihan Umum RI.

Sedangkan Anas merupakan tenaga ahli Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa untuk DPR RI yang diberi tugas sebagai koordinator bidang pelatihan petugas saksi untuk TKN.

Saksi yang pertama kali memberi keterangan adalah Candra. Dalam keterangannya, Candra menjelaskan tugas-tugas yang harus dia lakukan di Direktorat Saksi TKN selama proses rekapitulasi suara berlangsung.

Baca juga: Sidang MK, Saksi ahli: Pembuktian kecurangan TSM sangat rumit

Candra bersama dengan tiga rekannya yang ditugaskan di Direktorat Saksi TKN, bertugas mengikuti rangkaian proses rekapitulasi yang berlangsung sejak 4 Mei hingga 21 Mei, bertempat di Kantor KPU RI.

"Kami bersama-sama saksi dari Paslon 02 selama tanggal tersebut mengikuti rapat rekapitulasi penghitungan suara nasional," ujar Candra.

Selain KPU RI dan para saksi, hadir pula perwakilan tiap-tiap KPU provinsi, Bawaslu dan Bawaslu provinsi, pihak Kementerian Dalam Negeri, dan pihak kepolisian.

Dalam setiap rapat yang dipimpin oleh Komisioner KPU, para saksi selalu dipersilakan untuk memberikan tanggapan.

Saksi Paslon 02 dikatakan Candra tidak mengajukan keberatan atas hasil rekapitulasi pilpres tingkat provinsi.

Candra menyebutkan petugas saksi Paslon 02 tidak menyandingkan dokumen perolehan suara yang mereka pegang, dengan hasil rekapitulasi tingkat provinsi oleh KPU.

"Petugas saksi justru seringkali mengajukan keberatan di luar perihal perolehan suara, seperti jumlah pemilih serta kecurangan di tingkat kabupaten. Konten itu yang seringkali diungkapkan dalam rapat rekapitulasi, tidak spesifik soal perolehan suara," ujar Candra.

Lebih lanjut Candra menjelaskan dirinya membawa dokumen dari saksi di lapangan yang akan dibandingkan dengan dokumen yang dibacakan oleh KPU.

Terkait hal ini Hakim Konstitusi Aswanto menanyakan apakah petugas saksi Paslon 02 juga membawa dokumen atau tidak.

"Kadang mereka bawa kadang tidak, ketika membawa kadang disandingkan dengan data KPU, namun tidak menyatakan keberatan berdasarkan data itu karena sesuai dengan data yang mereka bawa," ujar Candra lagi.

Candra menjelaskan petugas saksi akan membandingkan data dan keberatan bila mereka nilai ada sengketa

Kalau pun ada pembandingan data dan keberatan dikatakan Candra terkait dengan sengketa dalam pemilu legislatif.

Untuk rekapitulasi pilpres di Papua proses di dalam rapat hanya berjalan selama 15 menit bahkan kurang. Candra mengatakan justru rekapitulasi untuk pemilu legislatif Papua yang cukup ramai pembahasan serta argumentasinya.

Selanjutnya, ia juga mengatakan saksi dari 02 juga menerima pengesahan rekapitulasi meskipun mengajukan keberatan di DD2.

Saat ditanya terkait jumlah perolehan suara masing-masing pasangan calon di Papua, Candra menyebutkan perolehan suara untuk 01 adalah 3.021.317 suara, sedangkan 311.352 suara untuk 02.


Koordinator ToT

Saksi selanjutnya yang dihadirkan adalah Anas Nashikin yang bertugas sebagai koordinator "training of trainers", yang berlangsung pada tanggal 20 Februari hingga 22 Februari 2019.

Kuasa hukum BPN sempat mencocokkan kesaksian Anas dengan kesaksian saksi yang dihadirkan BPN pada persidangan sebelumnya, yaitu Chairul Anas Suhaedi

Anas mengaku tidak kenal dengan nama itu, namun ketika diperiksa nama itu terdapat dalam daftar peserta pelatihan untuk petugas saksi.

"Bisa diperkirakan, Chairul Anas tidak hadir ketika saya menyampaikan materi. Kalau dia mendapat bahan, itu mungkin dia unduh," ujar Anas.

Setelah sempat dicecar oleh kuasa hukum Paslon nomor urut 02 terkait pemateri yang hadir, Anas sempat merasa bingung. Butuh jeda beberapa waktu untuk Anas menjawab pertanyaan yang disampaikan.

Salah satu pertanyaan yang mencecarnya terkait dengan kehadiran pemateri atau motivator seperti Joko Widodo, Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko, Sekretaris TKN Hasto Kristiyanto, dan Ganjar Pranowo.

"Apa yang salah bila mereka hadir, " ujar Anas.

Menurut Anas, baik Joko Widodo hingga Ganjar Pranowo hadir sebagai tim pemenangan, bukan sebagai pejabat negara.

Anas juga sempat dicecar terkait isi materi serta diksi dalam kegiatan ToT.

Berbagai cecaran pertanyaan tersebut tampaknya membuat Anas bingung, sempat sesekali Anas melihat ke arah kuasa hukum pihak terkait, sebelum akhirnya Hakim Konstitusi Manahan Sitompul menegur dengan cukup keras.

Sidang sempat diskors beberapa waktu, untuk ibadah Shalat Jumat dan makan siang. Terkait dengan jeda ini, Nasrullah meminta Mahkamah melarang Nasrullah dan kuasa hukum pihak terkait untuk saling bertemu, dan hakim konstitusi mengabulkan permintaan tersebut.

Sidang kembali digelar pada pukul 13.30 WIB, dan dilanjutkan dengan mendengarkan keterangan ahli yang dihadirkan pihak terkait.

Usai majelis hakim mencabut skorsing, kuasa hukum pemohon kembali mencecar saksi terkait permasalahan cuti saksi ketika menjalankan tugas dari TKN tersebut, mengingat kedua saksi fakta merupakan staf ahli fraksi yang menerima gaji dari Sekretaris Jenderal DPR.

Baca juga: Sidang MK - Beban pembuktian tidak dibebankan kepada termohon

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019