Di tengah hiruk pikuk kehidupan urban Kota Serang, sebuah kegelisahan kolektif menyelimuti para orang tua generasi milenial. Anak-anak mereka, Generasi Alfa, lahir sebagai digital native sejati, dengan gawai di genggaman dan akses tak terbatas ke dunia maya.

Kemajuan ini, bagaimanapun, datang dengan harga yang mahal. Laporan demi laporan menyoroti dampak negatif dari paparan teknologi yang tak terfilter, penurunan kepekaan sosial, karakter yang egois, hingga kecanduan pada hal-hal yang nirfaedah.

Akibatnya, para orang tua kini tidak lagi sekadar mencari sekolah yang mengajarkan calistung. Mereka mendambakan sebuah benteng, sebuah ekosistem pendidikan yang mampu menanamkan fondasi karakter, moral, dan spiritual yang kokoh untuk anak-anak mereka di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

Pencarian ini membawa kepada dua model pendidikan yang, pada permukaannya, tampak berbeda, namun sama-sama terbukti berhasil. Model pertama adalah PAUD yang berada di bawah naungan institusi keagamaan yang mapan seperti pondok pesantren, menawarkan jaminan kurikulum dan nilai.

Model kedua adalah PAUD yang tumbuh dari bawah, berdenyut bersama jantung komunitas lokal, mengandalkan partisipasi dan gotong royong. Analisis mendalam terhadap dua studi kasus yang merepresentasikan kedua model ini membuka sebuah visi baru: masa depan PAUD yang ideal tidak terletak pada pilihan antara keduanya, melainkan pada sinergi dan kolaborasi impian dari keduanya.

Baca juga: Bupati Serang sebut PAUD jadi titik awal wujudkan SDM unggul

Benteng Institusional Model PAUD Berbasis Pesantren

Di tengah meningkatnya permintaan masyarakat akan pendidikan karakter berbasis agama, model lembaga PAUD yang dikelola di bawah naungan pondok pesantren kini semakin diminati.

Sebuah penelitian yang dilakukan di salah satu PAUD berbasis pesantren di Blitar, Jawa Timur, memberikan gambaran utuh mengenai kekuatan model ini. Keberhasilan nya tidak terlepas dari peran sentral pondok pesantren sebagai lembaga induk yang memberikan dukungan penuh dan berlapis.

Branding dan Kepercayaan Publik

Keuntungan pertama dan paling signifikan adalah branding. Pondok pesantren yang telah memiliki reputasi puluhan tahun di masyarakat secara otomatis meminjamkan citra positif dan kepercayaannya kepada lembaga PAUD yang dinaunginya.

Masyarakat, yang sudah mengenal kultur, metode, dan prestasi pesantren, tidak ragu untuk menyekolahkan anak-anak mereka, dengan keyakinan bahwa nilai-nilai yang diajarkan sejalan dengan ajaran agama yang mereka anut, seperti Aswaja.

Semua peserta didik yang belajar di lembaga PAUD tersebut bahkan telah dianggap sebagai santri oleh pondok pesantren, yang menambah nilai spiritual dan harapan akan keberkahan ilmu dari para kiai.

Baca juga: Bunda PAUD Banten ajak anak-anak belajar mitigasi bencana sejak usia dini

 


 

Dukungan Sumber Daya Manusia dan Kurikulum

Pesantren memainkan peran krusial dalam penyediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan sejalan dengan visi lembaga. Guru-guru yang mengajar diutamakan berasal dari rekrutmen alumni pondok itu sendiri.

Pilihan ini strategis, karena alumni tidak hanya memiliki kompetensi akademik, tetapi juga pemahaman mendalam tentang tradisi dan nilai-nilai ke pesantren nan, serta komitmen dan tanggung jawab untuk mengabdi.

Dari sisi kurikulum, terjadi sebuah kolaborasi yang efektif. PAUD tetap mengikuti standar kurikulum dari dinas pendidikan, seperti Kurikulum Merdeka atau Permendikbud yang lebih baru, untuk memastikan aspek-aspek perkembangan anak terpenuhi secara holistik.

Namun, kurikulum ini diperkaya dengan muatan khas dari pondok pesantren. Integrasi ini terwujud dalam program-program pembiasaan yang menjadi keunggulan utama, seperti:

Pelatihan sholat dhuha dan sholat dhuhur berjamaah.

Pembiasaan membaca doa-doa harian dan Asmaul Husna bersama.

Adanya kelas khusus mengaji yang dikoordinasi langsung oleh pondok pesantren.

Tujuannya jelas, menanamkan karakter Islami dan membentuk pribadi agamis sejak usia dini, sehingga lulusannya memiliki ciri khas yang berbeda dari lembaga lain.

Baca juga: Tingkatkan APS, Pemkab Lebak minta masyarakat sukseskan PAUD

Fasilitas dan Dukungan Operasional

Dukungan pesantren tidak berhenti pada aspek SDM dan kurikulum, tetapi juga mencakup dukungan material dan finansial.

Yayasan pondok pesantren memberikan perhatian penuh pada kelengkapan sarana dan prasarana untuk menunjang proses belajar yang kondusif.

Fasilitas seperti ruang kelas yang memadai, taman bermain, ruang guru, hingga buku-buku penunjang dan mainan edukatif disediakan secara lengkap. Ini memastikan bahwa meskipun biaya sekolah relatif terjangkau, kualitas fasilitas dan materi ajar yang diterima anak tetap sangat berkualitas.

Selain itu, pesantren secara aktif merangkul PAUD dalam setiap agenda tahunannya, seperti rapat kerja, perayaan hari besar Islam (PHBI), haul pondok, dan wisuda.

Dalam rapat kerja tahunan, semua kebutuhan, permasalahan, dan evaluasi program kerja PAUD dibahas dan dicarikan solusi nya secara tuntas oleh yayasan. Keterlibatan ini membuat lembaga PAUD merasa benar-benar menjadi bagian tak terpisahkan dari keluarga besar pesantren, memperkuat hubungan dan komitmen bersama untuk maju.

Model PAUD berbasis pesantren ini menunjukkan bagaimana sebuah institusi yang mapan dapat menjadi akselerator pengembangan lembaga pendidikan di bawahnya, menciptakan sebuah "benteng" pendidikan karakter yang dipercaya penuh oleh masyarakat.

Baca juga: Pemkot Tangerang fasilitasi tenaga pendidik PAUD raih gelar sarjana

 


 

Denyut Nadi Kolektif Model PAUD Berbasis Komunitas

Di spektrum yang lain, berdiri sebuah model yang kekuatannya tidak berasal dari naungan institusi besar, melainkan dari denyut nadi kolektif masyarakat di sekitarnya. Studi kasus di PAUD , Gondangsari, Jawa Tengah, adalah cerminan sempurna dari model ini.

Berlokasi di daerah pedesaan, PAUD ini berhasil meraih prestasi dan meningkatkan jumlah siswa secara signifikan, meskipun para pendidiknya secara kualifikasi akademik formal belum memenuhi standar sarjana atau D-IV yang ditetapkan pemerintah. Keberhasilan ini adalah buah dari manajemen yang cerdas dan, yang terpenting, dukungan tanpa henti dari komunitas.

Baca juga: Disdik Kota Tangerang libatkan Bunda PAUD wujudkan wajib belajar 13 tahun

Manajemen POAC sebagai Tulang Punggung

Kunci pengelolaan PAUD terletak pada penerapan fungsi manajemen POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling) secara disiplin dan konsisten.

Planning (Perencanaan): Setiap kegiatan, baik harian, mingguan, maupun semesteran, direncanakan dengan matang. Perencanaan ini tidak hanya mencakup materi akademik, tetapi juga menanamkan nilai-nilai religius yang kuat, seperti hafalan doa, surat pendek, dan praktik ibadah, mengingat mayoritas penduduk beragama Islam.

Perencanaan yang baik ini mempermudah kerja guru, meminimalisir pengulangan materi, dan membuat proses belajar menjadi lebih terarah.

Organizing (Pengorganisasian): Ini adalah jantung dari model komunitas. PAUD secara aktif membangun dan menjaga kerja sama dengan semua pemangku kepentingan penyelenggara, kepala sekolah, guru, orang tua siswa, masyarakat setempat, hingga pemerintah desa.

Komunikasi yang terbuka menjadi fondasi, misalnya dalam hal pengelolaan dana SPP yang sangat terjangkau, di mana rincian penggunaannya disampaikan secara transparan kepada orang tua.

Actuating (Pelaksanaan): Dalam pelaksanaannya, guru-guru PAUD menunjukkan dedikasi luar biasa. Mereka bekerja dengan ketelatenan, keikhlasan, dan kesabaran, bahkan seringkali harus menutupi kekurangan biaya operasional dengan uang pribadi.

Metode pengajaran yang digunakan sangat kreatif dan sesuai dengan dunia anak, seperti ceramah dalam bentuk dongeng, demonstrasi praktik wudhu, dan penggunaan nyanyian untuk mempermudah hafalan.

Controlling (Pengawasan): Pengawasan dilakukan secara berlapis dan berkelanjutan. Kepala sekolah melakukan pemantauan setiap hari, penyelenggara minimal seminggu sekali, dan bahkan masyarakat sekitar ikut terlibat dalam memantau kondisi PAUD.

Proses ini tidak hanya untuk mencari kesalahan, tetapi lebih menekankan pada evaluasi harian untuk mengidentifikasi kendala dan mencari solusi perbaikan bersama.

Baca juga: Bunda PAUD Banten: PAUD pondasi wajib belajar 13 tahun
 

 




Komunitas sebagai Faktor Pendukung Utama

Keberhasilan PAUD tidak mungkin terjadi tanpa dukungan ekosistem sosial di sekitarnya. Ada beberapa faktor pendukung utama yang teridentifikasi:

Kerja Sama Pendidik dan Orang Tua: Terdapat sikap saling terbuka antara guru dan orang tua. Guru secara rutin berkomunikasi dengan orang tua untuk mengatasi masalah belajar anak, meminta bantuan agar pelajaran di sekolah diulang kembali di rumah.

Peran Aktif Masyarakat: Masyarakat sekitar sangat mendukung keberadaan PAUD. Mereka bangga karena anak-anak mereka bisa mendapatkan pendidikan yang layak tanpa biaya mahal. Kepercayaan ini menjadi modal sosial yang tak ternilai, mendorong semua balita di desa tersebut untuk bersekolah di sana.

Dukungan Pemerintah Desa: Pemerintah desa setempat juga mengakui dan mendukung penuh PAUD , baik dalam bentuk bantuan Alat Peraga Edukatif (APE) maupun dana. Sebagai imbalannya, prestasi yang diraih PAUD  dalam berbagai perlombaan turut mengharumkan nama desa.

Kisah PAUD  adalah bukti nyata bahwa keterbatasan fasilitas dan kualifikasi formal dapat diatasi dengan manajemen yang baik, dedikasi guru yang tulus, dan ekosistem komunitas yang solid. Model ini menunjukkan bahwa pendidikan karakter yang efektif dapat tumbuh subur dari akar rumput, digerakkan oleh semangat gotong royong dan kepemilikan bersama.

Baca juga: Bunda PAUD berperan bentuk karakter generasi masa depan

Analisis dan Sintesis  Menuju Model Kolaborasi Impian

Setelah membedah kedua model, terlihat jelas bahwa meskipun pendekatannya berbeda, keduanya memiliki tujuan yang sama, membentuk generasi penerus yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga luhur dalam karakter dan moral.

Model pesantren menawarkan struktur, kedalaman spiritual, dan sumber daya yang mapan (top-down), sementara model komunitas menawarkan kelincahan, partisipasi, dan relevansi kontekstual (bottom-up).

Masa depan pendidikan anak usia dini yang unggul tidak terletak pada pertarungan antara kedua model ini, melainkan pada sintesis keduanya. Visi "dream team" PAUD adalah sebuah lembaga yang mampu mengambil elemen terbaik dari kedua dunia. Sebuah PAUD yang memiliki jangkar spiritual sekuat model pesantren, sekaligus memiliki akar sosial sekuat model komunitas.

Bayangkan sebuah PAUD di Kota Serang yang mengadopsi visi ini. Lembaga ini menjalin kemitraan strategis dengan salah satu pesantren lokal yang disegani. Dari pesantren, PAUD ini memperoleh:

Kurikulum Karakter Terstruktur: Bimbingan dalam menyusun materi ajar akhlak, adab, dan ibadah harian yang sistematis, sebagaimana terlihat pada PAUD berbasis pesantren.

Pengembangan Profesional Guru: Para guru PAUD mendapatkan mentoring rutin dari ustadz/ustadzah untuk memperdalam pemahaman keagamaan dan metode pengajarannya.

Sumber Belajar: Akses ke fasilitas pesantren seperti masjid untuk praktik sholat berjamaah atau perpustakaan untuk pengenalan kitab-kitab dasar.

Di saat yang bersamaan, PAUD ini mengadopsi semangat partisipatif dari model komunitas seperti PAUD :

Keterlibatan Orang Tua yang Mendalam: Mengadakan pertemuan rutin yang bukan hanya membahas biaya, melainkan juga evaluasi perkembangan anak dan perencanaan kegiatan bersama, menciptakan komunikasi terbuka antara pendidik dan orang tua.

Jaringan Komunitas Lokal: Mengundang para profesional dan seniman lokal sebagai "guru tamu" untuk memperkaya pengalaman belajar anak, sama seperti PAUD  yang didukung penuh oleh masyarakatnya.

Kepemilikan Bersama: Menjadikan PAUD sebagai "rumah kedua" yang dirawat dan dikembangkan bersama oleh seluruh elemen masyarakat, menumbuhkan rasa bangga dan tanggung jawab kolektif.

Kolaborasi impian ini mengubah PAUD dari sekadar lembaga pendidikan menjadi pusat simpul komunitas. Ia menjadi tempat di mana nilai-nilai luhur dari tradisi pesantren berdialog dengan kearifan lokal yang hidup di masyarakat, menciptakan sebuah ekosistem pendidikan karakter yang holistik, dinamis, dan berkelanjutan.

Baca juga: Jadi Bunda PAUD, Bupati Serang optimalkan pembinaan generasi muda
 

Kesimpulan: Pendidikan sebagai Gerakan Gotong Royong

Perjalanan mencari PAUD ideal bagi Generasi Alfa pada akhirnya membawa kita kembali pada esensi pendidikan itu sendiri, sebuah usaha kolektif.

Studi kasus dari PAUD berbasis pesantren dan PAUD berbasis komunitas memberikan pelajaran berharga bahwa keunggulan tidak lahir dalam ruang hampa. Ia ditempa oleh struktur institusional yang kokoh dan disuburkan oleh partisipasi masyarakat yang tulus.

Masa depan PAUD di Kota Serang, dan di seluruh Indonesia, terletak pada kemampuan kita untuk merajut kedua kekuatan ini menjadi satu. Membangun sebuah ekosistem di mana setiap anak tidak hanya diajar, tetapi juga diasuh oleh tiga pilar utama, sekolah yang profesional, lembaga keagamaan yang membimbing, dan komunitas yang merangkul.

Inilah esensi dari pendidikan sebagai gerakan gotong royong, sebuah investasi tak ternilai untuk melahirkan generasi masa depan yang tidak hanya unggul secara intelektual, tetapi juga mulia dalam akhlak dan karakter.

*Penulis adalah Dosen PGPAUD UT

Baca juga: Mendukbangga/BKKBN distribusikan MBG bagi ibu hamil-menyusui di Tangerang

Pewarta: Yus Alvar Saabighoot M.Pd *

Editor : Bayu Kuncahyo


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2025