Serang (Antaranews Banten) - Kalangan jurnalis profesional harus menjadi garda terdepan dalam memeberikan edukasi kepada masyarakat dalam memerangi berita 'hiox' terutama dalam menghindari perpecahan masyarakat serta menjaga keutuhan NKRI.
       
"Pers sebagai tangan kedua dalam merekontruksi sebuah kejadian, harus menyampaikan berita secara profesional dan memegang teguh kode etik jurnalistik. Jangan sampai malah pers yang meproduksi berita hoax yang akhirnya meresahkan masyarkat," kata Pemerhati Media yang juga Akademisi Universitas Serang Raya (Unsera) Abdul Malik dalam Focus Group Discousion (FGD) 'Literasi Media Anti Hoax dengan tema 'Pers Anti Hax jaga Keutuhan NKRI' di Serang, Kamis.
      
Malik mengatakan, insan pers harus lebih cermat dan berperan mengurangi berita "hoax" atau berita bohong di tengah eksistensi media sosial yang memungkinkan siapa saja memproduksi berita yang dibuatnya dengan mengabaikan etika jurnalistik.
      
''Hoax bukanlah produk jurnalistik namun seringkali dikaitkan dengan pemberitaan, karena itu wartawan harus bisa menangkalnya dan memberikan informasi yang benar kepada masyarakat, tentu dengan menjalankan kode etik jurnalistik," katanya.
        
Oleh karena itu, kata dia, seorang jurnalis jangan hanya sekedar menjadi juru tulis dan mendapatkan informasi yang tidak jelas sumbernya. Akan tetapi seorang jurnalis harus benar-benar melaporkan sebuah informasi atau peristiwa sesuai dengan fakta-fakta dilapangan dan menggali informasi dari nara sumber yang benar-benar sesuai dengan kapasitasnya sebagai seorang nara sumber.
       
Ia mengatakan, informasi yang benar yang disampaikan dalam bentuk berita melalui media juga harus mempertimbangkan manfaat bagi masyarakat, karena produk jurnalistik pada akhirnya harus bisa memberikan kebaikan kepada masyarakat yang membacanya.
       
Narasumber lain Prakstisi Media yang juga GM Jawa Pos TV Nana S Amdan mengatakan, kecermatan dan kehati-hatian jurnalis dalam menuliskan sebuah berita, akan terhindari dari adanya berita hoax dalam sebuah media. Oleh karena itu, jika jurnalis benar-benar menjalankan kode etik jurnalisitk dengan benar, maka sudah pasti tidak akan membuat beita hoax.
       
''Harusnya jurnalis dan pers secara masif bisa memberikan edukasi kepada masyarakat tentang literasi media, hingga ke tingkat masyarakat bawah di desa-desa dan anak-anak sekolah. Maka masyarakat akan paham mana berita produk jurnalistik dan mana hoax," kata Nana.
       
Sementara anggota Komisi Informasi (KI) Banten Ahmad Nasrudin mengatakan, selama ini pemahanam masyarakat terkait Undang-Undang Informasi dan Transaksi elektronik (ITE) serta Undang-undang Kterbukaan Informasi, masih sangat kurang. Padahal dalam Undang-undang tersebut sudah sangat jelas diatur  larangan-larangan dan ketentuan mengenai informasi yang boleh dan tidak boleh disampaikan terutama dalam media sosial dan perkembangan teknologi informasi saat ini.
       
''Ditengah revolusi industri dan teknologi informasi saat ini, seharusnya masyarakat bisa belajar dari beberapa kasus pelanggaran UU ITE yang akhirnya berhadapan dengan hukum. Namun faktanya masih saja banyak ujaran-ujaran kebencian, hoax, adu domba yang disampaikan melalui media sosial. Ini menjadi kewajiban kita untuk mengedukasi masyarakat agar mereka tidak menjadi korban atau juga produsen hoax tersebut," kata Ahmad Nasrudin dalam FGD yang diselenggarakan Jawa Pos TV dan dihadiri puluhan jurnalis di Banten.

 

Pewarta: Mulyana

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2018