Seorang dokter di Tangerang, Banten mengatakan penyakit parkinson umumnya dialami oleh orang berusia di atas 60 tahun, namun tidak menutup kemungkinan terjadi pada usia lebih muda yang disebabkan aktor genetik dan lingkungan.

"Hingga saat ini, penyebab pasti dari kematian sel - sel saraf ini belum sepenuhnya diketahui, namun kombinasi faktor genetik dan lingkungan diduga berperan dalam perkembangan penyakit ini," kata Dr. Frandy Susatia yang juga Kepala Departemen Saraf Divisi Parkinson dan Gangguan Gerak Siloam Hospital dalam keterangan yang diterima di Tangerang, Minggu.

Penyakit parkinson merupakan gangguan neurodegeneratif yang progresif dan mempengaruhi sistem motorik tubuh. Gejala utama yang sering muncul meliputi tremor atau gemetaran, kekakuan otot, bradikinesia atau lambatnya gerakan, serta gangguan postur dan keseimbangan.

Baca juga: Dokter: Kanker tiroid disebabkan paparan radiasi hingga genetik

Penyakit ini disebabkan oleh kematian sel-sel saraf di substantia nigra, bagian otak yang memproduksi dopamin, neurotransmitter penting yang mengatur gerakan.

"Kurangnya dopamin menyebabkan gangguan komunikasi antara otak dan otot, mengakibatkan kesulitan dalam mengontrol gerakan," kata Dr. Fandy yang juga bertugas di Siloam Hospital Kebon Jeruk.

Ia menambahkan, Siloam Hospital Kebon Jeruk sebagai salah satu pusat Gangguan Gerakan (Movement Disorder) telah berkolaborasi dengan Medtronic untuk memberikan layanan pengobatan bagi lebih dari 60 implant yang sudah terpasang ke tubuh pasien.

Baca juga: Dokter sebut atasi nyeri lutut lalui tindakan medis UKA pulih lebih cepat

Di tahun ini, Siloam Hospital Kebon Jeruk akan melaksanakan implantasi pertama Percept PC di Indonesia yakni sebuah teknologi mutakhir dari Medtronic.

"Kerja sama ini untuk menandai dekade kesuksesan dalam penerapan DBS Therapy tetapi juga untuk merayakan kemajuan teknologi yang akan membawa manfaat lebih besar bagi pasien parkinson," ujarnya.

Percept PC adalah perangkat DBS terbaru dari Medtronic yang dilengkapi dengan teknologi BrainSense. Teknologi ini memungkinkan perangkat untuk mendeteksi dan memantau aktivitas otak secara real-time. Sedangkan BrainSense Technology bekerja dengan cara mendeteksi sinyal listrik otak yang terkait dengan gejala parkinson.

Dengan fitur ini, pasien maupun dokter dapat memantau respons otak terhadap stimulasi secara langsung, memungkinkan penyesuaian yang lebih cepat dan akurat. "Hal ini diharapkan dapat meningkatkan hasil pengobatan dan kualitas hidup pasien secara keseluruhan," kata dr. Petra Wahjoepramono yang merupakan dokter spesialis bedah saraf.

Baca juga: Penyakit autoimin disebut meningkat pascapandemi COVID-19

Pewarta: Achmad Irfan

Editor : Bayu Kuncahyo


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2024