Kepala Bidang Hubungan Luar Negeri Persatuan Bulu Tangkis Indonesia (PP PBSI) Bambang Roedyanto mengatakan pihaknya telah mengajukan protes resmi kepada Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) terkait “ketidakadilan” yang diterima tunggal putra Jonatan Christie pada fase grup Olimpiade Paris 2024.
Dikutip dari keterangan singkat PP PBSI, Rabu, “ketidakadilan” itu mengacu pada Jonatan yang tidak mendapatkan keuntungan terlepas dari statusnya yang merupakan unggulan ketiga.
“Sebagai unggulan ketiga, Jojo, panggilan akrab Jonatan, tidak mendapatkan keuntungan dibandingkan pemain Denmark Anders Antonsen yang menempati seeded keempat,” demikian keterangan resmi PP PBSI.
Baca juga: Tim bulu tangkis Indonesia bertolak menuju Olimpiade Paris
Lebih lanjut, PP PBSI mengatakan Jonatan yang bakal berlaga di Grup L harus bermain tiga kali di fase grup dan tidak mendapatkan bye pada babak 16 besar.
“Sedangkan Antonsen yang bakal berlaga di Grup E hanya bermain dua kali di fase grup dan mendapatkan bye hingga langsung bermain di perempat final,” kata PP PBSI.
“Dengan kata lain, Jojo harus bertanding tujuh kali jika sampai ke final, sementara Antonsen hanya lima kali saja,” ujarnya menambahkan.
Namun karena sistem ini telah berjalan, PBSI meminta supaya BWF mengatur jadwal pertandingan yang pas supaya waktu antarpertandingan yang harus dilalui Jonatan tidak terlalu padat.
“PBSI juga menyarankan supaya penggunaan sistem pertandingan yang tidak adil seperti ini tidak dipakai lagi pada turnamen-turnamen selanjutnya,” katanya.
Dalam surat elektronik yang diterima PP PBSI, BWF telah memberikan jawaban bahwa kondisi yang tidak menguntungkan Jonatan ini merupakan hasil pengundian atau drawing.
“Namun, mereka berjanji akan melakukan evaluasi soal drawing ini. BWF juga berjanji untuk mengatur jadwal yang pas antarpertandingan. Hal ini agar para pemain di Grup L mendapatkan istirahat yang cukup,” jelas PP PBSI.
Baca juga: Bawa obor Olimpiade Paris, Jin BTS disambut ribuan penggemar
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2024
Dikutip dari keterangan singkat PP PBSI, Rabu, “ketidakadilan” itu mengacu pada Jonatan yang tidak mendapatkan keuntungan terlepas dari statusnya yang merupakan unggulan ketiga.
“Sebagai unggulan ketiga, Jojo, panggilan akrab Jonatan, tidak mendapatkan keuntungan dibandingkan pemain Denmark Anders Antonsen yang menempati seeded keempat,” demikian keterangan resmi PP PBSI.
Baca juga: Tim bulu tangkis Indonesia bertolak menuju Olimpiade Paris
Lebih lanjut, PP PBSI mengatakan Jonatan yang bakal berlaga di Grup L harus bermain tiga kali di fase grup dan tidak mendapatkan bye pada babak 16 besar.
“Sedangkan Antonsen yang bakal berlaga di Grup E hanya bermain dua kali di fase grup dan mendapatkan bye hingga langsung bermain di perempat final,” kata PP PBSI.
“Dengan kata lain, Jojo harus bertanding tujuh kali jika sampai ke final, sementara Antonsen hanya lima kali saja,” ujarnya menambahkan.
Namun karena sistem ini telah berjalan, PBSI meminta supaya BWF mengatur jadwal pertandingan yang pas supaya waktu antarpertandingan yang harus dilalui Jonatan tidak terlalu padat.
“PBSI juga menyarankan supaya penggunaan sistem pertandingan yang tidak adil seperti ini tidak dipakai lagi pada turnamen-turnamen selanjutnya,” katanya.
Dalam surat elektronik yang diterima PP PBSI, BWF telah memberikan jawaban bahwa kondisi yang tidak menguntungkan Jonatan ini merupakan hasil pengundian atau drawing.
“Namun, mereka berjanji akan melakukan evaluasi soal drawing ini. BWF juga berjanji untuk mengatur jadwal yang pas antarpertandingan. Hal ini agar para pemain di Grup L mendapatkan istirahat yang cukup,” jelas PP PBSI.
Baca juga: Bawa obor Olimpiade Paris, Jin BTS disambut ribuan penggemar
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2024