Jakarta (Antara News) - Sebanyak 120 karya desain arsitektur bertajuk "Atap Pondok Wisata Tepi Pantai" semarakkan Onduline Green Roof Award (OGRA) 2017 yang diselenggarakan PT Onduline Indonesia pemegang merek atap Onduine dan Onduvilla di Indonesia.

"Pemilihan tema untuk mendukung pembangunan wisata pesisir di delapan tujuan wisata yakni Kepulauan Seribu, Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung, Wakatobi, Mandalika, Labuan bajo, Morotai, dan Bunaken," kata Country Director PT Onduline Indonesia, Tatok Prijobodo di Jakarta, Rabu.

Onduline Indonesia berkerja sama dengan Green Building Council Indonesia (GBCI) menyelenggarakan sayembara merancang desain bangunan atau arsitektur yang ketiga kalinya digelar ini ditujukan untuk perorangan profesional di bidang arsitek, design interior, developer, konsultan perencana dan kontraktor pelaksana yang telah berprofesi minimal satu tahun.

 Lomba yang dibuka tanggal 1 April ¿ 30 Oktober 2017 itu memberikan kebebasan kepada  peserta untuk memilih lokasi mana yang akan menjadi acuan pondok wisata yang dirancangnya.

Tatok  yang juga bertindak sebagai salah satu juri mengatakan, tujuan kompetisi ini untuk mencari ide-ide kreatif, inovatif dan suistainable terkait rancang bangun atap hunian sesuai visi produk yang diusung Onduline, yaitu genteng bitumen ringan dan ramah lingkungan.

Menurutnya, atap seperti mahkota yaitu lapisan teratas dari sebuah bangunan yang memiliki peranan penting dalam menciptakan hunian yang nyaman. Salah memilih material atap bisa fatal karena dampaknya kemana-mana, salah satunya bocor saat hujan, panas saat kemarau dan dampak lainnya.

Karena itu, kata Tatok, sayembara ini diharapkan dapat mengedukasi masyarakat luas akan pentingnya memilih penutup atap rumah yang ramah lingkungan dan memiliki durability tinggi.  

"Kami merupakan perusahaan roofing yang bergerak ke arah green product. Onduline merupakan genteng bitumen pertama yang sudah berlabel SNI sehingga kualitas dan kekuatannya terjamin karena sudah melalui proses uji ketahanan, dapat diterapkan di cuaca terik maupun tropis," ujar Tatok.

Rancangan bangunan harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya perubahan iklim, memiliki energi alternatif yang berasal dari energi terbarukan seperti sel surya atau mini-hydro (alternative energy), desain atap yang nyaman dan sehat bagi penghuni rumah (healthy homes), pemilihan material atap mampu mengurangi efek panas yang diterima rumah (micro climate), atap didesain secara efisien agar mampu mengalirkan limpasan air hujan yang jatuh ke penampungan air hujan (rain harvesting), atap mampu memberikan sirkulasi silang udara pada rumah (cross ventilation), serta material atap juga harus bersifat renewable/resuse/ISO 14001 (environmental friendly material).

Core Founder dan Chair Person GBCI Naning Adiwoso yang juga selaku juri tetap OGRA menyebut,  Indonesia yang memiliki iklim tropis harus diketahui dan dipahami oleh semua developer maupun desainer atau arsitek dalam mendesain sebuah hunian terutama atap sebagai salah satu bagian rumah yang penting.

"Di kompetisi ini, desain atap yang menarik dan unik adalah desain dengan bangunan yang menyatu dengan alam, tidak mudah bocor dan mudah konstruksinya. Onduline merupakan salah satu solusi atap untuk Indonesia yang beriklim tropis. Produknya tidak mudah korosi dan ramah lingkungan," jelasnya.

Sementara Arsitek Sigit Kusumawijaya yang juga ditunjuk sebagai salah satu juri OGRA 2017 mengatakan, karya yang masuk memiliki desain yang luar biasa namun  sederhana (simple).

Fokus penilaian terletak pada fungsional seperti atap tidak bocor, ventilasi maksimal, memperhatikan sense of place dari kearifan lokal suatu budaya daerah yang dipilih, serta ekologi dan desain arsitektur yang sesuai dengan kondisi hunian tepi pantai,¿ terangnya.

Sampai 30 Oktober 2017 tercatat sebanyak 120 karya yang masuk. Jumlah ini meningkat dibanding sayembara OGRA I (2013) 80 karya dan OGRA 2 (2015) 100 karya.

Selain individual, tak sedikit pula peserta berkelompok (satu karya dikerjakan kelompok/atas nama perusahaan berisi lebih dari dua orang). Ini menandakan, program OGRA dapat diterima dengan baik sekaligus memiliki dampak positif bagi masyarakat Indonesia.

Usai menyeleksi seluruh karya, tim juri memutuskan lima karya terbaik. Pemenang pertama diraih oleh Niko Aditama asal Jakarta dengan judul karya "Serupa-Bebatu (Belitung Overwater Bungalow)". Niko merancang pondok wisata dengan menarik tanpa meninggalkan fungsi sosial.

"Desainnya unik tapi tidak terlalu ekstrim karena berhasil memasukkan unsur alam, memperlihatkan rendering/layering area dan bangunan bisa nge-blend dengan lokasi yang dipilih. Dan semua itu merupakan kriteria yang bisa dipertimbangkan untuk menjadi pemenang," kata Sigit.

Pemenang pertama mendapat hadiah uang tunai senilai Rp40 juta, Juara 2 dan 3 mendapat uang tunai masing-masing Rp20 juta dan Rp15 juta. Panitia juga memilih dua pemenang harapan yang masing-masing mendapatkan hadian satu buah IPAD Air.

Berikut kelima pemenang, Juara 1, Niko Aditama, Jakarta, Tema Desain: Serupa-Bebatu (Belitung Overwater Bungalow); Juara 2, Mifta Syahrudin, Surabaya, Tema Desain: Rumbabel Repin (Rumah Bangka Belitung Republik Indonesia); Juara 3, Astungkara, Jakarta, Tema Desain: Tenun Beruga, Mandalika; Harapan 1, Michael Sugiyono Susanto, Tangerang, Tema Desain: Rumah Wisata Sapau Siboe Labuan Bajo; Harapan2, Tobias Kea, Surakarta, Tema Desain: Rumah Alang, Pantai Serenting Mandalika.

Pewarta: Ganet Dirgantoro

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2017