Jakarta (Antara News) - Ketua Eksekutif Komisi Akreditasi Rumah Sakit, DR. dr. Sutoto, M.Kes mengatakan, akan mendorong lebih banyak rumah sakit mendapatkan akreditasi mengingat sampai saat ini baru separuhnya (1.032 dari 2.700) rumah sakit yang mendapat akreditasi. 

"Yang belum mendapat akreditasi masih banyak baik itu ditingkat dasar maupun utama," kata Sutoto usai pertemuan ilmiah tahunan dan semiloka rumah sakit ke-3 di Jakarta, Selasa.

Dia menjelaskan rumah sakit untuk tipe C dan D banyak mendapatkan akreditasi dengan strata dasar atau perdana. Sedangkan untuk tipe A dan B, strata yang didapat adalah paripurna.

"Sebagian rumah sakit di Tanah Air, banyak yang tipe C dan D," ujar dia menambahkan.

Sutoto menjelaskan masih banyaknya rumah sakit yang belum melakukan akreditasi disebabkan karena kendala administrasi seperti pergantian manajemen dan sebagainya.

Sementara itu, Ketua Umum Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Dr Kuntjoro Adi Purjanto, mengatakan sebagian rumah sakit belum terakreditasi karena kesulitan mengaplikasikan sebanyak 1.353 elemen setiap harinya.

"Selain itu juga masalah sumber daya manusianya. Terutama klinik yang hanya memiliki dua atau tiga dokter," kata Kuntjoro.

Dengan jumlah sumber daya manusia yang sedikit, maka tidak mudah menerapkan semua elemen yang telah ditetapkan oleh KARS.

Pihaknya telah melakukan pemetaan sumber daya manusia dan hasilnya tenaga medis banyak yang berkumpul di regional satu yang terdiri dari DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur.

Untuk proses akreditasi, lanjut dia, banyak yang harus disiapkan terutama dalam bidang infrastruktur. Namun proses akreditasi itu diyakini mampu meningkatkan keselamatan pasien.

Pada kesempatan itu juga dilakukan peresmian Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 (SNARS Ed 1) yang merupakan standar akreditasi yang disusun sendiri oleh personil KARS mengacu pada standar ISQua dan Joint Commission International (JCI) edisi 4 dan 5.

Seperti diketahui standar akreditasi yang digunakan oleh KARS sekarang adalah standar akreditasi versi 2012 yang merupakan terjemahan dari standar akreditasi JCI Edisi 4. 

Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No 34 tahun 2107 yang di beri kewenangan melakukan akreditasi adalah lembaga independen yang sudah terakreditasi ISQua. 

Saat ini lembaga KARS telah terakreditasi ISQua baik untuk organisasinya maupun sistem rekruitmen dan pelatihan calon surveyornya. Dengan telah adanya SNARS Ed 1 ini maka dalam waktu dekat KARS juga akan memintakan akreditasi ISQua bagi SNARS Ed 1 ini. Begitu pula dengan telah diakuinya KARS oleh ISQua sebagai badan akreditasi Internasional, maka KARS juga dapat melaksanakan akreditasi internasional.

Lebih jauh Sutoto mengatakan, KARS sebagai organisasi non profit  mengusung visi untuk menjadi badan akreditasi tingkat nasional dan Internasional serta misi untuk membimbing dan membantu rumah sakit dalam meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien melalui akreditasi.

Dengan adanya SNARS Ed 1 ini maka dalam waktu dekat KARS juga akan memintakan akreditasi ISQua bagi SNARS Ed 1 ini. Kemudian dengan  diakuinya KARS oleh ISQua sebagai badan akreditasi Internasional, maka KARS juga dapat melaksanakan akreditasi internasional. 

Launching SNARS Ed 1 ini rencananya akan diagendakan pada acara pembukaan PITSELNAS III pada tanggal 8 Agustus 2017.

"Tujuan acara ini adalah untuk mensosialisasikan standar nasional RS yg dibuat oleh KARS dengan tetap mengacu pada standar JCI edisi 4 dan 5 yang akan mulai diterapkan per tanggal 1 Januari 2018," ujar Sutoto.

Sutoto menambahkan, pertemuan Ilmiah yang akan dilaksanakan pada Selasa (8/8) merupakan ajang bertemunya sebagian besar Surveior KARS yang berjumlah lebih dari 1450 orang dimana 313 orang adalah para surveior dan 1147 orang adalah direktur serta staf rumah sakit yang berasal dari seluruh Indonesia. 

Acara ini merupakan acara rutin tahunan KARS dalam rangka gathering surveior dan workshop bagi rumah sakit.
 
Dalam pertemuan ilmiah ini akan terjadi  penambahan ilmu dan peningkatan pemahaman surveior dan civitas hospitalia terhadap standar akreditasi rumah sakit. Jadi selain silaturahmi antar surveior KARS, mereka juga mendapat peningkatan kompetensi dalam hal akreditasi rumah sakit melalui seminar dan diskusi yang akan dilakukan selama pertemuan ilmiah. Pertemuan ini merupakan kegiatan reguler yang dilaksanakan setiap tahun bagi seluruh surveior dan tahun ini merupakan kegiatan tahun ketiga yang dilaksanakan.

Sedangkan kegiatan semiloka akreditasi, dimaksudkan agar para direktur atau pengelola rumah sakit mendapatkan pemahaman yang mantap mengenai standar akreditasi rumah sakit yang baru (SNARS Ed 1) begitu pula mendapat pencerahan tentang cara cara mempersiapkan proses akreditasi di rumah sakit masing masing. 

Diharapkan setelah mengikuti Semiloka ini rumah sakit tidak ragu lagi untuk mengajukan permintaan akreditasi rumah sakitnya pada KARS dengan standar yang baru. Pada tahun 2016 dan 2017 minat dan kesiapan rumah sakit untuk mengikuti akreditasi sudah meningkat secara signifikan, ujar Sutoto. 

Dari catatan yang ada lebih dari 1100 rumah sakit yang telah dilakukan akreditasi dengan standar versi 2012 baik melalui program akreditasi reguler maupun program khusus. 

Kegiatan hari ini merupakan upaya KARS dalam meningkatkan mutu rumah sakit di Indonesia melalui peningkatan mutu organisasi KARS secara komprehensif. 

Terkait dengan peningkatan mutu surveior ini KARS juga sedang mempersiapkan pengakuan ISQua bagi SNARS Ed1, karena saat ini KARS telah mendapat pengakuan ISQua untuk dua hal yaitu Organisasi dan Surveyor Training Program. 

Selanjutnya pada tahun 2017 ini KARS juga sudah menyiapkan standar akreditasi baru versi th 2017 (SNARS Ed 1). Pada standar versi 2017 (SNARS Ed 1) ini nanti Kelompok standar IV yaitu Sasaran Milenium Development Goals (MDGs) akan berganti nama menjadi Sasaran Program Nasional, yang terdiri dari 5 Bab yaitu  Sasaran I Penurunan Angka Kematian Bayi dan Peningkatan Kesehatan Ibu, Sasaran II  Penurunan Angka Kesakitan HIV/AIDS, Sasaran III Penurunan Angka Kesakitan TB dan Sasaran IV Pengelolaan Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) dan Sasaran V Program Pelayanan Geriatri. 

Selain itu juga ada standar baru yang hanya diterapkan pada rumah sakit yang melakukan proses pendidikan tenaga kesehatan, yaitu standar Integrasi Pendidikan Kesehatan dalam Pelayanan Rumah sakit (IPKP-RS).

Demikianlah secara bertahap dan terencana KARS berupaya memperbaiki dan meningkatkan mutu rumah sakit diseluruh Indonesia melalui proses akreditasi rumah sakit yang berkesinambunagan.

Pewarta: Ganet Dirgantoro

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2017