Lebak, (Antara News) - Permintaan tenun hasil kerajinan masyarakat Badui di pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten meningkat sehingga menyumbangkan pertumbuhan ekonomi dan penyerapan lapangan pekerjaan.

"Kami sejak sepekan ini merasa kewalahan melayani permintaan dari berbagai daerah," kata Amir (40), seorang pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) tenun Badui di Lebak, Rabu.

Kebanyakan permintaan tenun Badui itu jenis suwatsongket, suwatsamata, adumancung, poleng kacang, poleng hidup dan aros.

Produksi tenun Badui juga sama dengan beberapa daerah di Tanah Air.

Namun, kelebihan jenis tenun itu memiliki khas tersendiri baik motif maupun warna  sehingga terlihat peminim.

Selain itu juga tenun Badui memiliki makna terhadap kecintaan alam karena warnanya didominasi biru, putih dan hitam.

Karena itu, para pecinta tenun Badui juga banyak dari kalangan remaja.

"Kami hari ini melayani pesanan dari Jakarta sebanyak empat kain dengan harga Rp1,2 juta," katanya.

Menurut Amir, pihaknya kini menggunakan teknologi internet melalui media sosial guna memperluas jaringan pemasaran.

Pemasaran melalui media sosial, seperti facebook, WA dan instagram dan website banyak pesanan konsumen dari berbagai daerah di Tanah Air.

Bahkan, permintaan tenun Badui itu ada dari Sulawesi Selatan.

Saat ini, permintaan tenun Badui cukup tinggi sehingga membantu pendapatan pelaku UKM dan bisa menumbuhkan ekonomni masyarakat.

Diperkirakaan jumlah UKM di kawasan Badui sekitar 200 orang dan menyerap tenaga kerja sekitar 400 orang.

"Kami terus meningkatkan kualitas sehingga bisa memenuhi permintaan pasar domestik hingga mancanegara," ujarnya menjelaskan.

Begitu juga Neng (45) seorang pelaku UKM mengatakan dirinya kini terus memproduksi tenun jenis aros karena banyak permintaan pasar.

Kelebihan tenun Badui terdapat garis-garis kecil berwarna putih dan hitam.

Kebanyakan tenun aros itu untuk dijadikan kenang-kenangan dengan alasan tradisional juga memiliki nilai seni.

Benang bahan baku kain tenunan didatangkan dari Majalaya Bandung, Jawa Barat.

Kerajinan kain tenunan dikerjakan kaum perempuan dengan peralatan secara manual.

Biasanya, kata dia, untuk mengerjakan kain dengan ukuran 3x2 meter persegi bisa dikerjakan selama sepekan.

Mereka para perajin merajut kain tenun sambil duduk di balai-balai rumah yang terbuat dari dinding bambu dan atap rumbia.

"Kami memproduksi tenun itu dengan peralataan manual dan tradisional sehingga memiliki kelebihan tersendiri," katanya.

Jali (60), seorang pelaku UMKM warga Badui mengaku selama ini permintaan tenun Badui meningkat melalui medsos juga kunjungan wisatawan yang mengunjungi permukiman Badui.

Adapun harga kain tenun dan pakaian batik Baduy itu tergantung kualitas mulai Rp200.000 sampai Rp500.000 per busana.

Pihaknya kini melayani penjualan melalui medsos banyak permintaan dari Bandung, Yogyakarta, Lampung hingga Batam.

"Kami bisa menghasilkan omzet penjualan melalui medsos sekitar Rp15-20 juta per pekan," katanya.

Kepala Bidang Industri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lebak Herisnen mengatakan pemerintah daerah hingga kini terus mempromosikan tenun Badui melalui pameran juga kunjungan pejabat negara ke Lebak.

Selain itu juga mengisi pameran-pameran dari lur daerah, termasuk di Pekan Raya Jakarta (PRJ).

"Kami terus membina pelaku UKM Badui agar berkembang, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi mereka menjadi lebih baik," katanya.

Pewarta: Mansyur

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2017