Oleh: DR Moh Ali Fadillah 

Urusan pangan merupakan hal yang sensitif, segala hal yang terkait dengan pangan akan menarik perhatian publik, baik dari sisi harga maupun keamanan pangannya. Untuk memenuhi kebutuhan pangan, masyarakat berusaha memperolehnya dari berbagai outlet pangan dari outlet besar, seperti hypermarket dan supermarket hingga outlet kecil seperti warung atau stand semi permanen. Masing-masing jenis outlet pangan ini memiliki daya tarik sendiri bagi konsumen.

Pangan dibagi tiga golongan yaitu pangan segar, pangan olahan dan pangan siap saji. Pangan segar merupakan pangan yang belum mengalami pengolahan yang dapat dikonsumsi langsung dan/atau yang dapat menjadi bahan baku pengolahan pangan. Buah dan sayuran segar termasuk dalam golongan ini. Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT) belakangan ini mendapat perhatian khusus, karena membanjirnya produk buah dan sayuran segar yang berasal luar negeri ke wilayah Indonesia. Pangan Segar Asal Tumbuhan merupakan pangan yang berisiko tinggi terhadap cemaran kimia (residu pestisida, mikotoksin, logam berat) yang dapat mengganggu kesehatan manusia.

Kebijakan penanganan keamanan pangan diarahkan untuk menjamin tersedianya pangan segar yang aman untuk dikonsumsi agar masyarakat terhindar dari bahaya, baik karena cemaran kimia maupun mikroba yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi dan mendukung terjaminnya pertumbuhan/perkembangan kesehatan dan kecerdasan manusia.

Keamanan pangan merupakan salah satu aspek penting yang menentukan kualitas SDM. Konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang tidak akan berarti, jika makanan yang dikonsumsi masyarakat tidak aman dari cemaran kimia maupun mikroba. Pangan yang tercemar mikroba menyebabkan berbagai kasus Penyakit Bawaan Makanan (PBM), seperti diare. Sedangkan pangan yang terkontaminasi cemaran kimia, seperti residu pestisida dan toksin diduga sebagai penyebab penyakit kanker. Begitu pentingnya keamanan pangan ini menjadi dasar bagi negara - negara di dunia untuk mendeklarasikan bahwa keamanan pangan adalah hak asasi setiap individu dalam Internasional Conference on Nutrition pada tahun 1992.   

Berdasarkan karakteristik tersebut, profil produk pangan umumnya ditentukan oleh ciri organoleptik kritis, misalnya kerenyahan pada keripik. Namun, ciri organoleptik lainnya seperti bau, aroma, rasa dan warna juga ikut menentukan. Pada produk pangan, pemenuhan spesifikasi dan fungsi produk yang bersangkutan dilakukan menurut standar estetika (warna, rasa, bau, dan kejernihan), kimiawi (mineral, logam–logam berat dan bahan kimia yang ada dalam bahan pangan), dan mikrobiologi ( tidak mengandung bakteri Eschericia coli dan patogen). Lebih dari 90 persen terjadinya penyakit pada manusia yang terkait dengan makanan (foodborne diseases) disebabkan oleh kontaminasi mikrobiologi, yaitu meliputi penyakit tipus, disentri bakteri/amuba, botulism, dan intoksikasi bakteri lainnya, serta hepatitis A dan trichinellosis. 

Foodborne disease lazim didefinisikan namun tidak akurat, serta dikenal dengan istilah keracunan makanan. WHO mendefinisikannya sebagai penyakit yang umumnya bersifat infeksi atau racun, yang disebabkan oleh agent yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang dicerna. Foodborne disease baik yang disebabkan oleh mikroba maupun penyebab lain di negara berkembang sangat bervariasi. Penyebab tersebut meliputi bakteri, parasit, virus, ganggang air tawar maupun air laut, racun mikrobial, dan toksin fauna, terutama marine fauna. Komplikasi, kadar, gejala dan waktu lamanya sakit juga sangat bervariasi tergantung penyebabnya. 

Patogen utama dalam pangan adalah Salmonella sp, Staphylococcus aureus serta toksin yang diproduksinya, Bacillus cereus, serta Clostridium perfringens. Di samping itu muncul jenis patogen yang semakin popular seperti Campylobacter sp, Helicobacter sp, Vibrio urinificus, Listeria monocytogenes, Yersinia enterocolitica, sedang lainnya secara rutin tidak dimonitor dan dievaluasi. Jenis patogen tertentu seperti kolera thypoid biasanya dianalisa dan diisolasi oleh laboratorium kedokteran.

Patogen yang dianggap memiliki penyebaran yang luas adalah yang menyebabkan penyakit salmonellosis, cholera, penyakit parasitik, enteroviruses. Sedangkan yang memiliki penyebaran sedang adalah toksin ganggang, dan yang memiliki penyebaran terbatas adalah S.aureus, B.cereus, C. perfringens, dan Botulism.  Melihat dari hasil uji laboratorium residu pestisida di Indonesia maka pangan segar kita masih relatif kurang aman, hal ini dapat berdampak negatif pada kesehatan kita. 

Ada beberapa dampak tersebut adalah: Residu Pestisida mempunyai pengaruh yang sangat merugikan terhadap kesehatan manusia dalam jangka panjang. Dapat menyebabkan kanker, cacat dan merusak sistem syaraf, endokrin, reproduktif dan sistem kekebalan.
Efek logam berat :   Kerusakan urat syaraf dan otak ,  Kerusakan sistem syaraf, kemunduran mental, sistem pembentukan sel darah (anemia), ginjal , depresi, kelelahan, lesu, sakit kepala, gangguan lambung dan usus. (Sumber: Lab Kimia Agro) 
          
      Pihak-pihak yang Terkait dengan Keamanan Pangan

Di era pasar bebas saat ini industri pangan Indonesia mau tidak mau sudah harus mampu bersaing dengan derasnya arus masuk produk industri pangan negara lain yang telah mapan dalam sistem mutunya. Salah satu sasaran pengembangan di bidang pangan adalah terjaminnya pangan yang dicirikan oleh terbebasnya masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan. 
Pengawasan secara terpadu pangan beredar rutin dilaksanakan di wilayah Provinsi Banten . 

Dinas Ketahanan Pangan bersama dengan Dinas teknis terkait seperti Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Kesehatan bersama dengan Kabupaten/Kota dan Badan POM melakukan pengambilan sample pangan untuk diuji dan diperiksa.  Dari jumlah produk pangan yang diperiksa, masih  ditemukan pangan yang tidak memenuhi persyaratan. Produk pangan tersebut umumnya dibuat dengan menggunakan bahan tambahan pangan yang dilarang atau melebihi batas penggunaan: merupakan pangan yang tercemar bahan kimia atau mikroba; pangan yang sudah kadaluwarsa; pangan yang tidak memenuhi standar mutu dan komposisi serta makanan impor yang tidak sesuai persyaratan. 

Penggunaan bahan tambahan makanan pada makanan jajanan , cukup menghawatirkan karena masih ada makanan yang  tidak memenuhi persyaratan. Pengujian pada makanan dan  minuman jajanan anak sekolah,  ada penggunan BTP, terutama untuk zat pewarna, pengawet dan pemanis yang digunakan mengandung sakarin dan siklamat.   Penggunaan bahan tambahan yang tidak sesuai diantaranya adalah: (1) Pewarna berbahaya (rhodamin B. methanyl yellow dan amaranth) yang ditemukan terutama pada produk sirop, limun, kerupuk, roti, agar/jeli, kue-kue basah, makanan jajanan (pisang goreng, tahu, ayam goreng dan cendol). Begitu juga penggunaan Formalin untuk mengawetkan tahu dan mie basah; dan Boraks untuk pembuatan kerupuk, bakso, empek-empek dan lontong.

Masih kurangnya tanggung jawab dan kesadaran produsen dan distributor terhadap keamanan pangan tampak dari penerapan Good Agricultural Practice (GAP) dan teknologi produksi berwawasan lingkungan yang belum sepenuhnya oleh produsen primer, penerapan Good Handling Pratice (GHP) dan Good Manufacturing Pratice (GMP) serta Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yang masih jauh dari standar oleh produsen/pengolah makanan berskala kecil dan rumah tangga.

Pemeriksaan terhadap sarana produksi makanan/minuman skala rumah tangga menengah dan besar ditemukan sarana yang tidak memenuhi persyaratan higiene dan sanitasi. Sedangkan pengawasan di tempat pengolahan makanan (TPM) yang mencakup jasa boga, restoran/rumah makan dan TPM lainnya dilihat apakah mempunyai izin penyehatan makanan dan untuk rumah makan/restoran yang diawasi untuk diberi grade A, B dan C.   

Selain itu, masih kurangnya pengetahuan dan kepedulian konsumen tentang keamanan pangan tercermin dari sedikitnya konsumen yang menuntut produsen untuk menghasilkan produk pangan yang aman dan bermutu serta klaim konsumen jika produk pangan yang dibeli tidak sesuai informasi yang tercantum pada label maupun iklan. Pengetahuan dan kepedulian konsumen yang tinggi akan sangat mendukung usaha peningkatan pendidikan keamanan pangan bagi para produsen pangan. Untuk itu, kesadaran semua pihak untuk meningkatkan manajemen mutu dan keamanan pangan sangatlah penting. Tidak bisa hanya menyerahkan tanggung jawab kepada pemerintah atau pihak produsen saja akan tetapi semua pihak termasuk konsumen punya andil cukup penting. 

Disamping itu, dalam kegiatan budidaya pangan segar asal tumbuhan (PSAT) penanganan keamanan pangan segar belum efektif dikarenakan: (1) belum berkembangnya sistem pembinaan dan pengawasan keamanan pangan segar; (2) terbatasnya laboratorium yang telah terakreditasi terutama di beberapa provinsi, sehingga sistem penjaminan keamanan dan mutu produk pangan segar belum berjalan dengan baik.

Berdasarkan hasil pemantauan kondisi keamanan pangan segar di Indonesia masih ditemukan ketidaksesuaian antara lain: (1) praktek – praktek dalam rantai pangan segar yang tidak memenuhi standar keamanan pangan; (2) penghargaan masyarakat terhadap pangan yang aman masih rendah karena dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi; (3) masih ditemukan penyalahgunaan bahan berbahaya pada pangan, cemaran residu pestisida di atas Batas Maksimum Residu (BMR), kandungan bahan aktif yang dilarang, cemaran mikroba, dll. 

Pengawasan keamanan pangan segar juga dilakukan mulai dari on farm sampai pangan siap diedarkan. Badan/Dinas/Instansi yang menangani ketahanan pangan, melakukan pengawasan keamanan pangan segar di peredaran sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Untuk memperkuat pengawasan keamanan pangan segar, perlu koordinasi dengan instansi terkait secara terpadu, serta advokasi kepada pemangku kepentingan.

Dalam penanganan keamanan pangan diperlukan kelembagaan yang kuat untuk melaksanakan fungsi pembinaan maupun pengawasan keamanan pangan segar. Pembinaan keamanan pangan segar menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Teknis Kementerian Pertanian pusat maupun daerah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing, dan dilakukan mulai dari on farm sampai pangan siap diedarkan.

Praktek penanganan pangan harus diterapkan di setiap rantai pangan. Pembinaan keamanan pangan dilaksanakan mulai dari proses budidaya dengan menerapkan praktek budidaya pertanian yang baik atau Good Agricultural Practices (GAP) agar menghasilkan pangan bermutu, aman, dan layak dikonsumsi, cara penanganan pasca panen hasil pertanian yang baik atau Good Halding Practices (GHP). 

Begitu juga dalam pengolahan pangan, keamanan pangan dapat dilaksanakan dengan menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP). Demikian halnya pada rantai distribusi dan retail, keamanan pangan segar dapat dilaksanakan dengan menerapkan Good Distribution Practices (GDP) dan Good Retail Practices (GRP).
Pendekatan kegiatan dilakukan melalui pemantauan dan pengawasan keamanan pangan segar, promosi dan sosialisasi keamanan pangan segar, serta penguatan kelembagaan keamanan pangan segar.
Upaya pembangunan ketahanan  pangan melalui pembinaan dan pengawasan pangan terus diupayakan oleh Pemrov bersama sama dengan kabupaten/kota di Banten melalui koordinasi secara intensif dengan stakeholder internal maupun eksternal ketahanan pangan diiringi dengan pemutahiran data dan informasi keamanan pangan segar kepada masyarakat dan menyebarluaskannya.

Penulis: Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Banten

Pewarta: Ridwan Chaidir

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2017