Jakarta (Antara News) - Ahli dibidang perumahan ITB, Mohammad Jehansyah Siregar mengatakan perlunya pemerintah melalui kementerian teknis (Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) membuatkan petunjuk dan pelaksaan dari holding perumahan.

"Peraturannya harus segera diterbitkan agar Holding ini dapat segera melaksanakan tugasnya dalam membangun rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah (MBR)," kata Jehansyah di Jakarta, Kamis.

Menurut dia apabila sasaran holding perumahan ingin tercapai untuk membangun rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah maka harus lepas dari aksi-aksi korporasi.

"Kalau bicara aksi korporasi maka larinya kepada capaian sinergi dan efisiensi," kata Jehansyah.

Jehansyah mengatakan di dalam holding seharusnya negara lebih tampil dalam rangka membangun rumah bagi rakyat demi tercapainya program satu juta rumah serta mengatasi kekurangan kebutuhan rumah (backlog).

Menurut Jehansyah, sebenarnya hadirnya PP Nomor 83 Tahun 2015 telah mengatur secara jelas tugas, pokok, dan fungsi Perum Perumnas dalam penyediaan rumah bagi MBR bahkan lebih jelas dibandingkan peraturan sebelumnya.

Namun hal ini belum cukup apabila pemerintah ingin memasukan juga holding BUMN perumahan agar terlibat dalam program sejuta rumah.

Melalui PP, Perumnas seharusnya dapat terlibat sebagai lead di dalam holding tersebut, serta fungsinya dapat ditingkatkan lagi sebagai National Housing Development seperti dipakai di sejumlah negara, jelas Jehansyah.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) seharusnya lebih tampil untuk memperkuat kehadiran holding perumahan tujuannya untuk mengamankan penyediaan rumah bagi MBR agar target satu juta tercapai minimal 70 persen, jelas Jehansyah.

Menurut Jehansyah, sangat tidak mungkin target satu juta rumah bagi MBR itu diserahkan kepada pengembang swasta sepenuhnya karena sebagai perusahaan tentu tujuannya komersial.

Memang pemerintah menyediakan dana subsidi melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan namun kemampuannya juga terbatas, selain jumlah rumah yang dibangun sesuai harga FLPP terbatas juga permintaan hunian dari masyarakat semakin bertambah.

"Gambaran dapat dilihat saat ini lokasi rumah dengan harga FLPP semakin jauh dari tempat berkerja. Akhirnya dana subsidi tersebut tidak lagi sesuai sasaran karena meskipun sudah dibeli penghuninya lebih memilih ngontrak atau tinggal dengan orang tua/ mertua agar dekat dengan tempatnya berkerja," ujar Jehansyah.

Jehansyah mengatakan, pemerintah melalui kementerian teknis (Kementerian PUPR) harus segera membuat mekansisme agar holding tersebut segera berjalan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR tanpa harus membuat anggota holding tersebut tekor.

Holding tersebut nantinya bertugas menyediakan rumah sesuai rumah tangga sasaran (public housing), juga menyedian rumah susun bertingkat baik milik maupun sewa yang lokasinya dekat dengan pusat-pusat ekonomi maupun dekat dengan moda transportasi.

Disamping itu juga disediakan rumah sosial yang programnya ada di Kementerian Sosial atau program rumah swadaya yang ada di Kementerian PUPR termasuk rencana membangun kampung deret yang pernah dicanangkan Presiden Joko Widodo seharusnya dari Kementerian dapat segera mengimplementasikan hal tersebut.

"Kalau program tersebut dapat dijalankan secara beriringan maka persoalan rumah akan dapat diselesaikan," ujar dia.

Sementara ahli dibidang pembiayaan perumahan, Erica Soeroto mengatakan, perlunya dilakukan pemetaan terhadap kemampuan masyarakat dalam membeli rumah, jangan sampai holding bangun rumah, tetapi daya beli masyarakat tidak ada.

Menurut Erica KPR jangan diserahkan kepada perbankan karena mereka menggunakan dana jangka pendek seperti tabungan, giro, dan deposito, sementara KPR rata-rata memiliki jangka panjang.

Bagi Erica holding perumahan itu perlu didampingi dengan perusahaan pembiayaan khusus perumah yang mampu menyalurkan dana jangka panjang dengan tingkat bunga rendah.

Caranya dengan memanfaatkan dana-dana dari pasar modal seperti obligasi atau kalau diluar negeri dikenal dengan lembaga keuangan khusus non bank yang ditujukan untuk membiayai usaha mikro juga rumah bagi MBR.

"Sebelumnya kita pernah punya lembaga semacam itu melalui bank papan sejahtera, namun saat ini sudah ditutup. Ke depannya lembaga semacam itu dapat dihidupkan kembali," ujar Erica.

Lembaga ini yang dapat sejajar dengan holding sehingga nantinya kehadiran holding tersebut akan aman meskipun harus memproduksi sebanyak satu juta rumah setiap tahunnya, jelas dia.

Saat ini memang pemerintah memiliki dana subsidi melalui FLPP, namun karena perbankan di Indonesia tidak efisien akan membuat masyarakat tetap tidak mampu untuk membeli rumah karena bunga KPRnya masih tidak terjangkau, jelas Erica.

Erica juga berpendapat untuk membuat seseorang mampu mengasur rumah bukan semata-mata dilihat dari harga rumah maupun besaran bunga dan angsuran tetapi daya beli juga harus diperhatikan.

Untuk itu perlunya melalui lembaga keuangan tersebut untuk menyediakan kredit usaha mikro, tujuannya agar kemampuan masyarakat yang akan mencicil rumah tersebut diperkuat, terutama masyarakat yang berkerja di sektor informal, jelas dia.

Pewarta: Ganet Dirgantoro

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2016