Lebak (Antara News) - Pondok pesantren (Ponpes) Salafi yang berbasis tradisional di Kabupaten Lebak, Banten, dapat mendorong peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM).

"Kami terus melakukan pembinaan ponpes salafi itu karena menyumbangkan kualitas sumber daya manusia itu," kata Kepala Seksi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Lebak Asep Sunandar di Lebak, Kamis.

Saat ini, ponpes salafi di Kabupaten Lebak cukup berkembang tahun ke tahun.

Bahkan, tahun ini jumlah ponpes salafi tercatat 1.221 unit dan hampir tersebar di semua desa/kelurahan di 28 kecamatan.

Karena itu, pihaknya terus mengoptimalkan pembinaan agar ponpes salafi terus berkembang.

Kelebihan ponpes salafi itu antara lain mereka para santri atau peserta didik tanpa dipungut biaya juga mereka telah disediakan asrama.

Selain itu juga pembelajaran yang diterapkan menggunakan kurikulum tradisional dengan sistem pengajaran secara sorogan (sendiri) untuk menalar ilmu-ilmu alat atau etimiologi bahasa, seperti nahwu jurumiah juga sorop.

Sebab, ilmu alat tersebut sebagai syarat para santri mampu membaca kitab gundul.

Disamping itu juga pembelajaran dengan sistem bandungan atau para santri mendengar kajian kajian kiyai dan ustad yang menerangkan isi kitab gundul tersebut.

"Melalui pola pembelajaran seperti itu maka banyak diminati masyarakat untuk belajar ilmu agama Islam di ponpes salafi itu," katanya.

Menurut dia, saat ini para santri yang belajar di ponpes salafi itu, selain warga Kabupaten Lebak juga dari berbagai daerah di Tanah Air.

Bahkan, diantaranya juga terdapat santri dari luar negeri.

Untuk itu, Kabupaten Lebak merupakan daerah santri di Provinsi Banten karena jumlah ponpes salafi terbanyak.

"Kami mendorong pengelola ponpes agar terus meningkatkan kompetensi pendidikan Islam guna mencetak manusia yang berakhlak," katanya.

Pimpinan Ponpes Daarul Muta'alimin Desa Tambakbaya Kecamatan Cibadak Kabupaten Lebak KH Ali Suhaeli mengatakan saat ini jumlah santri yang belajar di ponpesnya itu tercatat 23 orang dan diantaranya tiga perempuan.

Mereka para santri itu itu belajar kajian kitab kuning guna meningkatkan kemampuan membaca maupun pendalaman ilmu keagamaan bagi peserta didiknya atau santri.

Mereka memperdalam kajian kitab kuning khas yang berkembang di Banten dengan sistem coretan untuk memaknai isi kitab itu.

Sebab kitab kuning itu disebut kitab gundul karena huruf-hurufnya belum memiliki tanda baca dzoma, fathah dan kasrah, katanya.

Selain itu juga makna harfiah bisa berubah dan perlu pengkajian khusus serta diskusi sehingga memiliki kompetensi di bidang pengetahuan agama Islam.

Pengkajian kitab kuning itu meliputi ilmu Fiqih, Akidah, Tasauf, Ibadah, Tafsir Alquran, dan lain-lainnya.

Pendalaman ilmu Fiqih, tambahnya, seperti kitan Fathul Muin, Tasauf kitab Nasuhaibad, Tafsir Alqunan kitab Jalalen, dan ilmu kalimat bahasa Arab kitab Alfiyah dan Nahu.

"Kami berharap melalui pengkajian kitab kuning ini tentu kemampuan santri bisa bertambah baik pembacaan maupun memaknainya itu," katanya menjelaskan.

Pewarta: Mansyur

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2016