Serang (Antara News) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Banten terus mengoptimalkan pemahaman peringatan dini tsunami agar tidak menimbulkan korban banyak jika terjadi gelombang tsunami.

"Kita jangan sampai korban tsunami seperti yang terjadi di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) 2004 lalu hingga menewaskan 120.000 orang dan kerugian material Rp45 triliun," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Provinsi Banten Uus Kuswoyo di Serang, Kamis.

Pemahaman dini tsunami itu melalui kegiatan workshop dan simulasi dengan masyarakat yang tinggal di sekitar pesisir selatan Provinsi Banten mulai dari Pantai Merak, Anyer, Carita, Panimbang, Sumur, Binuangen, Bayah hingga Tanjung Panto.

Sebab, pesisir selatan Provinsi Banten dipetakan masuk daerah rawan kegempaan dan tsunami.

Potensi gempa dan gelombang tsunami itu karena posisinya berada di wilayah pertemuan (tumbukan) lempengan Samudra Hindia Australia-Benua Asia.

Wilayah lempengan itu di antaranya pesisir Aceh, Padang, Sumatera Selatan, Selat Sunda, dan selatan Pulau Jawa.

Kegiatan workshop dan simulasi itu untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman agar masyarakat bisa terhindari dari bencana tsunami.

Selama ini, gempa dan tsunami tidak bisa diprediksikan oleh ilmu pengetahuan juga peralatan canggih.

Karena itu, gempa dan tsunami bisa terjadi kapanpun, sehingga masyarakat harus diberikan pengetahuan dan pemhamahan peringatan dini.

"Kami yakin kegiatan simulasi dan workshop ini merupakan investasi yang bisa meminimalisasi korban jiwa," katanya.

Menurut dia, masyarakat harus berperan aktip untuk mencegah korban jiwa dengan melakukan pengawasan juga perlindungan terhadap  peralatan kebencanaan.

Pemasangan alat-alat kebencanaan itu seperti alat deteksi dan sirine tsunami.

Peralatan itu cukup penting untuk menyelamatkan nyawa orang dengan mengenalkan informasi bunyi tanda bahaya sirine.

"Kita memiliki tiga titik pemasangan sirene tsunami dan alat gempa juga gedung selter tsunami agar dirawat dan tidak dirusak maupun dicuri," ujarnya.

Kepala Pusat dan Gempa Bumi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Muhammad Riyadi mengatakan  selama ini pesisir selatan Provinsi Banten dipetakan daerah berpotensi gempa dan tsunami. 

Karena itu, pihaknya bekerja sama dengan BPBD Banten untuk memperkuat BMKG dan BPBD dalam memahami mata rantai peringatan dini tsunami.

Selain itu juga BMKG  memiliki tanggung jawab sebagai penyedia informasi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 untuk menyebarluaskan kebencanaan alam itu.

Riyadi menandaskan bahwa penyebaran informasi itu agar masyarakat pesisir selatan Banten dapat terselamatkan dari ancaman gelombang tsunami.

Peringatan dini tsunami itu terdapat empat tahapan yang dilakukan BMKG, antara lain: pertama, hasil monitoring pengamatan gempa dan gelombang; kedua, diproses pengamatan kekuatan gempa dan tsunami; ketiga, disebarluaskan informasi kepada masyarakat, BPBD, Media, aparat desa, dan kecamatan.

Keempat, dengan kesiapsiagaan menghadapi bencana tsunami dengan status siaga serta waspada bencana alam tersebut.

"Kami yakin pengoptimalan peringatan dini ini bisa meminimalisasi angka kematian juga kerugian material akibat bencana tsunami itu," katanya.

Ia menambahkan, peran BPBD sangat penting untuk melakukan penyebarluasan informasi setelah menerima laporan dari BMKG tentang ancaman tsunami. 

Pasalnya, ancaman tsunami itu jangan sampai lengah dan secepatnya bisa melakukan evakuasi warga pesisir.

"Saya kira dibutuhkan waktu selama 10 menit jika terjadi gempa tektonik dan tsunami," katanya.

Pewarta: Mansyur

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2015