Jakarta (Antara News) - Ketua Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI) mendesak kepada Menteri Ristek dan Dikti untuk menindak tegas perguruan tinggi yang terlibat dalam pemalsuan ijasah S1 dan S2.

"Itu sama saja dengan melacurkan diri secara intelektual," kata Ketua APPTHI, Dr. Laksanto Utomo di Jakarta, Rabu, menanggapi rencana Menteri Riset, Teknologi dan Pendididikan Tinggi (Dikti) Mohamad Nasir untuk segera menutup beberapa perguruan tinggi yang diduga "menjual" ijazah palsu berdasarkan pengaduan masyarakat.

Ditemui usai mendeklarasikan Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) Perguruan Tinggi Hukum dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Hukum, Laksanto mengatakan, meminta pemerintah tidak ragu mencabut izin dan menutup perguruan tinggi (PT) yang melakukan transaksi jual-beli ijazah palsu.

Menurut Laksanto, para pimpinan perguruan tinggi, khususnya program studi hukum, diminta kejujuran dan integritasnya agar tidak mudah memberikan ijasah kepada seseorang yang tidak melaksanakan kuliah sebagaimana mestinya.

Oleh karenanya, keberadaan LAM PT Hukum diharapkan dapat membantu tugas pemerintah yang selama ini tampak "kedodoran" atau kekuarangan tenaga ahli, tenaga asesor khususnya dalam memberikan akreditasi berbagai perguran tinggi yang jumlahnya mencapai ribuan perguruan tinggi.

"Meskipun pengawasannya lemah, tidak berarti para pimpinan perguruan tinggi bebas melakukan penyimpangan. Itu sebanya, jika LAM PT hukum nanti segera disahkan oleh pemerintah, pihaknya akan serius ikut membantu mengawasinya," katanya menegaskan.

Laksanto yang juga dekan Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta menambahkan, selama ini akreditasi setiap program setudi yang ada diperguruan tinggi dilakukan oleh pemerintah melalui Badan Akreditasi Nasional (BAN-PT).

Jumlah prodi hukum sudah mencapai sekitar 3.200 program studi, sementara jumlah tenaga dan anggaran dari pemerintah relatif terbatas sehingga banyak perguruan tingggi yang sudah minta dilakukan verifikasi, BAN PT tidak segera datang lantaran ada antrian panjang yang harus dikerjakan. Kondisi tersebut membuat atmosfir akademik dan para pimpinan perguruan tinggi khususnya PT swasta yang jumlahnya empat kali dari PT Negeri.

Jangan dimonopoli

Sementara itu Ketua Asosiasi Profesi Hukum Indonesia (APHI) Ahmad Sudiro meminta pemerintah segera mengakui keberadaan LAM PT hukum karena keberadannya sesuai dengan amanat Undang-undang No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tingi dan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 87 Tahun 2014 tentang akreditasi program studi dan PT.

Kalau pemerintah segera mengakomodasi keberadaan LAM PT hukum, tidak terkesan adanya monopoli, seolah hanya BAN PT saja yang dapat memberikan akreditasi terhadap perguruan tinggi. "Tidak adanya monopoli, kita juga berhak mendapatkan bantaun keuangan dan infrastruktur lainnnya, karena salah satu sarat keberadaan LAM PT adalah adanya sekretariat, tenaga dan keuangan yang cukup," kata Ahmad Sudiro yang juga dekan Fakultas Hukum Untar itu.

Acara deklarasi LAM PT Hukum dan LSP Hukum dilanjutkan pelantikan oleh Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Budi Djatmmiko. Sebagai ketua LAM PT hukum dipilih Prof. Ade Saptomo, dekan FH UNiv Pancasila, sebagai ketuanya. Ade kemudian diberikan mandat untuk segera menindak lanjuti berbagai program akreditasi mandiri agar tidak lagi tergantung pada BAN PT.

Acara tersebut dilanjutkan dengan seminar hukum nasional dengan pembicara, Ketua Hakim Konstitusi Prof. Arif Hidayat, Ketua BAN PT Mansyur Ramli, dan Ketua Komisi III DPR Dr. Aziz Syamsudin, yang membahas, perlunya para penegak hukum menjung tinggi etika hukum dalam membangun peradaban hukum nasional dimasa depan.

Pewarta: Theo Yusuf

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2015