Presiden RI Joko Widodo meminta para kepala daerah, baik gubernur, bupati, maupun wali kota, agar tidak hanya bekerja di kantor dan menandatangani berkas, tetapi harus bekerja detail agar dapat mengendalikan inflasi.

"Sebetulnya hal yang tidak sulit, hanya mau kerja detail atau enggak? Atau di kantor hanya tanda tangan?" kata Presiden Jokowi di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Di Ternate, Presiden serahkan BSU kepada ribuan peserta BPJAMSOSTEK

Presiden menyampaikan hal tersebut dalam acara "Pengarahan Presiden RI kepada seluruh Menteri/Kepala Lembaga, Kepala Daerah, Pimpinan BUMN, Pangdam, Kapolda, dan Kajati" yang dihadiri oleh Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin, para menteri Kabinet Indonesia Maju, para gubernur, kepala lembaga, pimpinan BUMN, dan pejabat terkait lainnya.

Diungkapkan bahwa momok pertama semua negara saat ini inflasi, ada lima negara yang inflasinya lebih dari 80 persen.

"Oleh sebab itu kita harus kompak! Harus bersatu dari pusat, provinsi, kabupaten/kota, sampai ke bawah, dan semua kementerian/lembaga seperti saat kita kemarin menangani COVID-19, kalau COVID-19 kita bisa bersama-sama, urusan inflasi ini kita harus bersama-sama setuju?" tanya Presiden Jokowi.

Hadirin dan undangan yang hadir pun menyambut dengan perkataan: "Setuju."

"Kalau di negara lain urusan inflasi adalah urusan bank sentral, caranya dengan menaikkan interest rate sekian basis poin sehingga kredit menjadi 'ter-rem', uang yang lari kepada masyarakat juga 'ke-rem', inflasi turun tapi teori-teori seperti itu sekarang tidak menjamin inflasi turun," kata Presiden.

Oleh karena itu, Presiden Jokowi menyebut praktik yang terjadi di Indonesia adalah kebijakan fiskal dan moneter harus berjalan beringan.

"Jadi, saya senang antara Bank Indonesia untuk kebijakan moneter dan Kementerian Keuangan untuk fiskalnya berjalan beringan dan rukun tanpa kita mengintervensi kewenangan BI. Akan tetapi, yang lebih penting adalah bukan rem uang beredar, melainkan menyelesaikan di ujungnya, yaitu kenaikan harga barang dan jasa, itu menjadi tanggung jawab kita semua," jelas Presiden.

Presiden kembali meminta agar kepala daerah dapat melakukan intervensi terhadap ongkos transportasi dari lokasi produksi ke pasar.

"Misalnya, urusan harga telur naik, produksinya di mana sih telur? Di Bogor? Di Blitar? Di Purwodadi? Kalau misalnya di Palembang harga telur naik, ambil saja telur dari Bogor, biarkan pedagang atau distributor beli di Bogor tetapi ongkos angkutnya ditutup APBD provinsi atau kabupaten atau kota," ungkap Presiden.

Presiden menyebut ongkos angkut menggunakan truk dari Bogor ke Palembang sekitar Rp10 juta sampai Rp12 juta.

"Dan tidak tiap hari harus mengangkut telur, mungkin seminggu 2 kali diangkut cukup, masa tiap hari urusan telur saja? Enggak 'kan? Misalnya, bawang merah tempat produksinya di Brebes, di Lampung kok harga bawang merah tinggi? Ya, sudah ongkos angkut Brebes-Lampung ditutup APBD provinsi atau kabupaten atau kota," ucap Presiden.

Ongkos yang untuk mengangkut bawang merah tersebut, kata dia, adalah sekitar Rp8 juta sampai Rp8,5 juta.

"Ini uang kecil tetapi memang harus bekerja detail, tidak bisa lagi dalam situasi seperti ini bekerja makro saja, bekerja mikro juga tidak cukup, tambah kerja detail masalah ketemu, 'problem' gampang disolusikan," ujarnya.

Presiden melanjutkan, "Saya meyakini kalau semua bekerja, pasokan, suplai digarap, transportasi ditutup dari APBD dari (pos) dana tidak terduga, dana transfer umum enggak sulit menurunkan inflasi, begitu juga BI akan bergerak."

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Presiden Jokowi minta kepala daerah tidak hanya tanda tangan di kantor

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2022