Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Banten menuntut Eks Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Pabean pada KPU Bea dan Cukai  Soekarno-Hatta, Qurnia Ahmad Bukhori dan Vincentius Istiko Murtiadji mantan Kasi Pelayanan Pabean dan Cukai Bandara Soekarno Hatta dituntut 2 tahun 6 bulan penjara dalam sidang di Pengadilan Tipikor Negeri Serang, Rabu (29/06).

JPU Kejati Banten Subardi mengatakan terdakwa Qurnia terbukti bersama dalam pasal 11 jo pasal 18 Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi, junto pasal 64 ayat 1 KUHP, junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

"JPU menuntut menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Qurnia Ahmad Bukhori dengan pidana  selama 1 tahun dan 6 bulan penjara," kata JPU kepada majelis hakim yang diketuai Slamet Widodo disaksikan para terdakwa dan kuasa hukumnya, Rabu (29/6).

Selain pidana penjara, JPU juga menuntut memberikan pidana tambahan berupa denda sebesar Rp100 juta. Apabila tidak dibayar diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan.

"Hal yang memberatkan terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, terdakwa menyalahgunakan jabatan. Hal meringankan, terdakwa sopan dalam persidangan,  terdakwa memiliki tanggungan keluarga," jelasnya.

Padalah seperti dijelaskan Bayu Prasetio selaku kuasa hukum QAB, dalam fakta persidangan, JPU menyebut jika Qurnia tidak terbukti secara sah dan bersalah melakukan tindak pidana pemerasan, sebagaimana dakwaan Pasal 12 Undang-Undang Tipikor yaitu menyalahgunakan kekuasaannya untuk memberikan sesuatu, bagi dirinya sendiri.

JPU menjelaskan PT Sinergi Karya Kharisma (SKK) melalui saksi Arif Agus Harsono dan Rudy Sutamto memberikan uang kepada Qurnia melalui Istiko dengan perhitungan Rp 1.000 perkilo gram barang jasa titipan. 

Pemberian dimulai sejak 28 Mei 2020 di PIK II sampai Mei 2021 sebanyak 13 kali dengan jumlah Rp 3,1 miliar. Selain itu ada permintaan uang lain terkait pengurangan pembayaran Surat Pemberitahuan Sanksi Administrasi dan Surat Peringatan ke PT SKK.

Pemberian itu melalui Istiko yang menelpon saksi Arif Agus Harsono terkait barang yang tidak ada di perusahaan dan dikenakan sanksi Rp 1,6 miliar dan diturunkan jadi Rp 250 juta. Tapi penurunan itu dengan syarat pemberian uang sebesar Rp 200 juta. 

Pemberian pertama pada 30 November 2020 di Jakarta Selatan Rp 100 juta dan pemberian kedua pada 8 Januari 2021 di Cengkareng, dan penyerahan uang  melalui Istiko dari PT SKK adalah Rp 3,4 miliar lebih. Kemudian terdakwa Qurnia melalui Istiko juga meminta Rp 80 juta ke PT Eldita Sarana Logistik, dengan total seluruhnya berjumlah Rp 3.517.000.000.

Bayu Prasetio mengatakan jika tuntutan JPU terhadap kliennya ragu-ragu, sehingga Qurnia dituntut dengan pasal 11 jo pasal 18 Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.

"Ini menunjukkan adanya keraguan dari JPU terhadap pak Qurnia dimana dalam dakwaan yang disusun subsideritas, seolah-olah yakin akan adanya pelanggaran pidana korupsi terkait pemaksaan, pemerasan JPU sendiri akhirnya kemudian menganulir dakwaan itu dan beralih pada pasal 11 menerima hadiah dan janji," katanya.

Bayu menambahkan dari fakta persidangan beberapa saksi yang dihadirkan oleh JPU, tindakan Istiko tidak berkaitan dengan Qurnia.

"Fakta persidangan kita ketahui beliau terputus hubungan dengan Vincentius Istiko. Fakta sidang tidak ada perintah Qurnia kepada Vincentius untuk menerima uang, itu tindakan VIM (Vincentius Istiko) sendiri. Apalagi dia punya jabatan," katanya.

Bahkan, Bayu menegaskan tidak ada bukti uang yang mengalir ke terdakwa Qurnia, dan dibuktikan dengan hasil laporan audit yg dilakukan tim Inspektorat Bidang Investigasi (IBI) Kementerian Keuangan.

"Itu fakta faktual yang bisa dibaca semua orang oleh tim penyidik Kejati sendiri. Tidak hal tersebut, artinya saya pikir tuntutan coba-coba melihat fakta persidangan sebenarnya tidak ada uang yg mengalir ke Qurnia, tidak ada perintah yang bisa dibuktikan dari Qurnia kepada VIM (Vincentius Istiko)," tegasnya. 

Pewarta: Susmiatun Hayati

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2022