Salah satu keputusan penting yang dihasilkan Kongres Biasa PSSI 2022 di Bandung pada Senin 30 Mei adalah kompetisi Liga 1 dan Liga 2 akan digelar dengan disaksikan langsung oleh penonton di dalam stadion seperti sebelum Indonesia diamuk pandemi COVID-19.
Memang masih diimbuhi "persyaratan tertentu" yang jelas berkaitan dengan protokol kesehatan dan status penanganan pandemi di setiap daerah, tetapi kabar itu melegakan suporter sepak bola Indonesia yang merupakan salah satu yang paling fanatik dan paling besar di dunia.
Baca juga: Gelandang asal Spanyol Isco tinggalkan Real Madrid setelah kontrak habis akhir Juni
Sekalipun belum memutuskan kapan tepatnya Liga 1 dan Liga 2 musim 2022-2023 dimulai, PSSI memastikan Liga 1 bergulir antara 23 sampai 27 Juli yang biasanya disusul Liga 2 dua pekan kemudian.
Ini kabar menggembirakan. Bukan saja membuat gairah sepak bola nasional semakin tinggi dan kompetisi semakin menarik, tetapi juga berdampak positif jauh ke luar stadion dan tak sekadar olah raga, termasuk petunjuk Indonesia di ambang kembali kepada situasi normal sebelum pandemi.
Bahwa kehadiran penonton bakal membuat kompetisi sepak bola semakin menarik, itu memang sudah pasti. Bukan saja dibenarkan secara teoritis, tetapi juga empiris.
Sudah banyak studi ilmiah yang menegaskan kehadiran penonton di stadion menaikkan performa kompetisi, tim olah raga dan atlet.
Secara empirik asumsi itu didukung oleh fakta yang terjadi belakangan ini, contohnya di Eropa di mana kehadiran penonton membuat tidak saja kompetisi menjadi kian bergairah namun juga membuat geliat bisnis sepak bola mengencang kembali.
Adalah fakta kehadiran penonton membuat pertandingan menjadi lebih atraktif dan lebih produktif. Salah satu indikatornya adalah tingkat produktivitas gol.
Ambil contoh saja perbedaan antara Liga 1 Indonesia saat sebelum pandemi dengan ketika kompetisi digelar di tengah pandemi di mana stadion terlarang didatangi oleh suporter dan penonton sepak bola.
Saat musim 2019 ketika badai pandemi belum menyapu kompetisi sepak bola di Tanah Air, tim-tim Liga 1 Indonesia periode itu mencetak 838 gol.
Tetapi saat pandemi, pada musim 2021-2022, klub-klub yang berkiprah dalam kompetisi strata satu Inggris hanya bisa mencetak 738 gol. Perbedaan jumlah gol yang dihasilkan besar sekali. 100 gol!
Ternyata fakta di Indonesia itu sebangun dengan apa yang terjadi di Eropa.
Penelitian Universitas Leeds dan Universitas Northumbria di Inggris menunjukkan kompetisi sepak bola yang dilangsungkan dalam stadion tanpa penonton berdampak negatif kepada performa tim.
Penelitian kedua universitas di Inggris itu menggunakan data 4.844 pertandingan sepak bola di 11 negara Eropa, mulai Liga Premier Inggris, Bundesliga Jerman, La Liga Spanyol, Serie A Italia, Liga Primeira Portugal, Liga Super Yunani, Super Lig Turki, Bundesliga Austria, Superligaen Denmark, Liga Premier Rusia dan Liga Super Swiss.
Hasilnya, jumlah gol yang dihasilkan tim dari pertandingan tanpa penonton lebih sedikit dibandingkan ketika laga disaksikan langsung oleh penonton di dalam stadion.
Rinciannya, adalah tim kandang yang bertanding disaksikan penonton mencetak 0,39 poin lebih banyak ketimbang saat tandang. Sebaliknya ketika tidak ada penonton angkanya cuma 0,22 poin.
Produktivitas gol pun begitu. Tim kandang yang bertanding di stadion diisi penonton menciptakan 0,29 gol lebih banyak ketimbang tandang.
Situasinya berbeda saat stadion kosong penonton dengan hanya membuat 0,15 gol lebih banyak dari tandang. Ini petunjuk jelas pengaruh besar penonton terhadap performa tim.
Lebih baik berpenonton
Hubungan kausalitas antara penonton dan proses kompetisi olah raga ini telah menjadi subjek studi dari masa ke masa, bahkan sudah dimulai sejak 1898.
Ketika itu Normal Triplett membuat penelitian laboratorium pertama yang dianggap monumental untuk psikologi sosial dan olahraga.
Triplett mempelajari waktu yang dibutuhkan seorang pebalap sepeda ketika bersepeda sendirian dan ketika saat dia bersama pesepeda lain. Penelitian ini disebut sebagai lompatan besar dalam sains olahraga.
Dari hasil penelitian Triplett pebalap sepeda akan mengayuh sepeda lebih cepat jika bersama dengan pesepeda lain. Artinya, kehadiran pesaing memacu orang bertarung lebih keras. Fakta ini sebangun dengan saat penonton menyaksikan pertandingan olah raga.
Sorak sorai penonton berpengaruh banyak kepada tim dan atlet yang bertanding, paling tidak menjadi alarm bahwa tim atau atlet tengah bermain baik atau buruk.
Dalam pertandingan sepak bola, tim-tim yang berlaku sebagai tuan rumah ketika seisi stadion diisi pendukungnya, bakal lebih menyerang sekalipun tim ini tidak memiliki tradisi menekan lawan.
Penonton juga menjadi pemacu dan pembakar semangat yang membuat atlet dan tim meningkatkan performa, sampai di atas kemampuan fisik dan teknisnya sekalipun.
Dalam kata lain, penonton bisa meningkatkan kinerja atlet dan tim. Tapi juga bisa membantu tim menghadapi lawan karena lawan akan menjadi lebih terintimidasi untuk kemudian kehilangan konsentrasi sehingga tak bisa mendapatkan hasil yang mereka inginkan.
Tapi bagi sebagian atlet dan tim, suara penonton yang melawannya pun bisa tetap memicu semangat untuk tampil semakin baik. Adrenalin mereka terpacu saat disaksikan oleh penonton di dalam stadion, tak peduli kepada siapa dukungan penonton diarahkan.
Lain dari itu, lebih dari sekadar kompetisi, kehadiran penonton di stadion juga menggairahkan bisnis olah raga.
Pada tingkat yang paling sederhana, masuknya penonton ke stadion sama artinya dengan mengalirnya uang pemasukan tiket kepada klub dan juga pajak kepada negara.
Kehadiran penonton di stadion juga menambahkan unsur dramatis dalam kompetisi yang disukai penonton yang tidak melihat pertandingan di dalam stadion.
Semakin dramatis dan menghibur, semakin banyak pula penonton di luar stadion yang menyaksikan sebuah kompetisi olah raga. Dari sini, sponsor dan bisnis hiburan bisa masuk pada skala jauh lebih besar ketimbang stadion tak diisi penonton.
Ketika itu terjadi, maka dana sponsor bisa datang lebih banyak sehingga industri olah raga pun menjadi semakin baik.
Masih ada hal-hal lain yang terlihat kecil namun bisa sama pentingnya bagi sepak bola dan olah raga. Salah satunya tentang atribut-atribut kompetisi, termasuk kostum, yang tak saja dipakai atlet dan pelaku olah raga tetapi juga suporter.
Ketika sudah sampai pada matra ini, maka sudah bukan lagi sekadar soal pertandingan dan olah raga, tetapi juga sudah menyangkut siapa memproduksi apa, dan siapa menggunakan apa.
Dan itu artinya transaksi ekonomi. Volumenya pun bisa lebih besar ketimbang tidak ada penonton dalam stadion dan berskala lebih dari sekadar industri raga, karena bisa tentang banyak hal, mulai usaha kecil dan menengah, pariwisata, perjalanan, akomodasi, dan banyak lagi, dari barang sampai jasa.
Untuk itu, ketika pandemi COVID-10 sudah mereda di mana kekebalan kelompok sudah semakin besar tercipta, menghadirkan kembali penonton di dalam stadion seperti diputuskan PSSI untuk kompetisi Liga 1 dan 2 musim ini, memang lebih baik ketimbang tiada penonton di dalam stadion.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2022
Memang masih diimbuhi "persyaratan tertentu" yang jelas berkaitan dengan protokol kesehatan dan status penanganan pandemi di setiap daerah, tetapi kabar itu melegakan suporter sepak bola Indonesia yang merupakan salah satu yang paling fanatik dan paling besar di dunia.
Baca juga: Gelandang asal Spanyol Isco tinggalkan Real Madrid setelah kontrak habis akhir Juni
Sekalipun belum memutuskan kapan tepatnya Liga 1 dan Liga 2 musim 2022-2023 dimulai, PSSI memastikan Liga 1 bergulir antara 23 sampai 27 Juli yang biasanya disusul Liga 2 dua pekan kemudian.
Ini kabar menggembirakan. Bukan saja membuat gairah sepak bola nasional semakin tinggi dan kompetisi semakin menarik, tetapi juga berdampak positif jauh ke luar stadion dan tak sekadar olah raga, termasuk petunjuk Indonesia di ambang kembali kepada situasi normal sebelum pandemi.
Bahwa kehadiran penonton bakal membuat kompetisi sepak bola semakin menarik, itu memang sudah pasti. Bukan saja dibenarkan secara teoritis, tetapi juga empiris.
Sudah banyak studi ilmiah yang menegaskan kehadiran penonton di stadion menaikkan performa kompetisi, tim olah raga dan atlet.
Secara empirik asumsi itu didukung oleh fakta yang terjadi belakangan ini, contohnya di Eropa di mana kehadiran penonton membuat tidak saja kompetisi menjadi kian bergairah namun juga membuat geliat bisnis sepak bola mengencang kembali.
Adalah fakta kehadiran penonton membuat pertandingan menjadi lebih atraktif dan lebih produktif. Salah satu indikatornya adalah tingkat produktivitas gol.
Ambil contoh saja perbedaan antara Liga 1 Indonesia saat sebelum pandemi dengan ketika kompetisi digelar di tengah pandemi di mana stadion terlarang didatangi oleh suporter dan penonton sepak bola.
Saat musim 2019 ketika badai pandemi belum menyapu kompetisi sepak bola di Tanah Air, tim-tim Liga 1 Indonesia periode itu mencetak 838 gol.
Tetapi saat pandemi, pada musim 2021-2022, klub-klub yang berkiprah dalam kompetisi strata satu Inggris hanya bisa mencetak 738 gol. Perbedaan jumlah gol yang dihasilkan besar sekali. 100 gol!
Ternyata fakta di Indonesia itu sebangun dengan apa yang terjadi di Eropa.
Penelitian Universitas Leeds dan Universitas Northumbria di Inggris menunjukkan kompetisi sepak bola yang dilangsungkan dalam stadion tanpa penonton berdampak negatif kepada performa tim.
Penelitian kedua universitas di Inggris itu menggunakan data 4.844 pertandingan sepak bola di 11 negara Eropa, mulai Liga Premier Inggris, Bundesliga Jerman, La Liga Spanyol, Serie A Italia, Liga Primeira Portugal, Liga Super Yunani, Super Lig Turki, Bundesliga Austria, Superligaen Denmark, Liga Premier Rusia dan Liga Super Swiss.
Hasilnya, jumlah gol yang dihasilkan tim dari pertandingan tanpa penonton lebih sedikit dibandingkan ketika laga disaksikan langsung oleh penonton di dalam stadion.
Rinciannya, adalah tim kandang yang bertanding disaksikan penonton mencetak 0,39 poin lebih banyak ketimbang saat tandang. Sebaliknya ketika tidak ada penonton angkanya cuma 0,22 poin.
Produktivitas gol pun begitu. Tim kandang yang bertanding di stadion diisi penonton menciptakan 0,29 gol lebih banyak ketimbang tandang.
Situasinya berbeda saat stadion kosong penonton dengan hanya membuat 0,15 gol lebih banyak dari tandang. Ini petunjuk jelas pengaruh besar penonton terhadap performa tim.
Lebih baik berpenonton
Hubungan kausalitas antara penonton dan proses kompetisi olah raga ini telah menjadi subjek studi dari masa ke masa, bahkan sudah dimulai sejak 1898.
Ketika itu Normal Triplett membuat penelitian laboratorium pertama yang dianggap monumental untuk psikologi sosial dan olahraga.
Triplett mempelajari waktu yang dibutuhkan seorang pebalap sepeda ketika bersepeda sendirian dan ketika saat dia bersama pesepeda lain. Penelitian ini disebut sebagai lompatan besar dalam sains olahraga.
Dari hasil penelitian Triplett pebalap sepeda akan mengayuh sepeda lebih cepat jika bersama dengan pesepeda lain. Artinya, kehadiran pesaing memacu orang bertarung lebih keras. Fakta ini sebangun dengan saat penonton menyaksikan pertandingan olah raga.
Sorak sorai penonton berpengaruh banyak kepada tim dan atlet yang bertanding, paling tidak menjadi alarm bahwa tim atau atlet tengah bermain baik atau buruk.
Dalam pertandingan sepak bola, tim-tim yang berlaku sebagai tuan rumah ketika seisi stadion diisi pendukungnya, bakal lebih menyerang sekalipun tim ini tidak memiliki tradisi menekan lawan.
Penonton juga menjadi pemacu dan pembakar semangat yang membuat atlet dan tim meningkatkan performa, sampai di atas kemampuan fisik dan teknisnya sekalipun.
Dalam kata lain, penonton bisa meningkatkan kinerja atlet dan tim. Tapi juga bisa membantu tim menghadapi lawan karena lawan akan menjadi lebih terintimidasi untuk kemudian kehilangan konsentrasi sehingga tak bisa mendapatkan hasil yang mereka inginkan.
Tapi bagi sebagian atlet dan tim, suara penonton yang melawannya pun bisa tetap memicu semangat untuk tampil semakin baik. Adrenalin mereka terpacu saat disaksikan oleh penonton di dalam stadion, tak peduli kepada siapa dukungan penonton diarahkan.
Lain dari itu, lebih dari sekadar kompetisi, kehadiran penonton di stadion juga menggairahkan bisnis olah raga.
Pada tingkat yang paling sederhana, masuknya penonton ke stadion sama artinya dengan mengalirnya uang pemasukan tiket kepada klub dan juga pajak kepada negara.
Kehadiran penonton di stadion juga menambahkan unsur dramatis dalam kompetisi yang disukai penonton yang tidak melihat pertandingan di dalam stadion.
Semakin dramatis dan menghibur, semakin banyak pula penonton di luar stadion yang menyaksikan sebuah kompetisi olah raga. Dari sini, sponsor dan bisnis hiburan bisa masuk pada skala jauh lebih besar ketimbang stadion tak diisi penonton.
Ketika itu terjadi, maka dana sponsor bisa datang lebih banyak sehingga industri olah raga pun menjadi semakin baik.
Masih ada hal-hal lain yang terlihat kecil namun bisa sama pentingnya bagi sepak bola dan olah raga. Salah satunya tentang atribut-atribut kompetisi, termasuk kostum, yang tak saja dipakai atlet dan pelaku olah raga tetapi juga suporter.
Ketika sudah sampai pada matra ini, maka sudah bukan lagi sekadar soal pertandingan dan olah raga, tetapi juga sudah menyangkut siapa memproduksi apa, dan siapa menggunakan apa.
Dan itu artinya transaksi ekonomi. Volumenya pun bisa lebih besar ketimbang tidak ada penonton dalam stadion dan berskala lebih dari sekadar industri raga, karena bisa tentang banyak hal, mulai usaha kecil dan menengah, pariwisata, perjalanan, akomodasi, dan banyak lagi, dari barang sampai jasa.
Untuk itu, ketika pandemi COVID-10 sudah mereda di mana kekebalan kelompok sudah semakin besar tercipta, menghadirkan kembali penonton di dalam stadion seperti diputuskan PSSI untuk kompetisi Liga 1 dan 2 musim ini, memang lebih baik ketimbang tiada penonton di dalam stadion.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2022