Serang (AntaraBanten) - Panitia Gelar Karya Koreografer Banten (GKKB) Wisnu Kuncara berharap kegiatan ini dapat terus berlanjut dalam upaya melestarikan kesenian di Provinsi Banten.


"GKKB merupakan wadah apresiasi bagi para koreografer dalam berkarya. Temu gelar karya seperti ini sebagai proses pembelajaran yang positif diantara koreografer untuk saling mengenal, memahami dan ujungnya menghormati budaya masing-masing," kata Wisnu di Serang, Rabu.

Pergelaran GKKB ke-4 berlangsung di Gedung Kesenian RC Cilegon menampilkan lima  koreografer muda dari Jogjakarta, Cirebon, Bandung, Serang dan Cilegon.

Mereka menampilkan karya terbaiknya dengan mengusung tema 'Nilai Luhur Budaya Lokal'.

Animo masyrakat terhadap GKKB sangat tinggi, terbukti pengunjung mencapai ratusan dan rela menyaksikan pertunjukan hingga selesai. Atraksi dibuka melalui seni rampak bedug oleh Duta Seni KS junior di halaman gedung.

Wisnu mengatakan, dalam GKKB esensinya buka pada gemerlap dan kemewahan panggung, serta bukan balutan busana dan kemewahan tata rias yang tergambar namun karya yang disajikan.

Karya-karya yang disajikan sarat makna dan penuh pendalaman dalam menginterpretasi. Kepekaan dalam menstimulasi fenomena kehidupan adalah satu ukuran kematangan koreografer dalam menghasilkan karya seni tari, ujar Wisnu.

Ketua Badan Pembina Olahraga dan Seni KS, Djoko Muljono dalam sambutannya menyatakan dukungannya terhadap duta seni KS yang telah konsisten menyelenggarakan GKTB.

"Bukan hal yang mudah untuk konsisten menyelenggarakan kegiatan seperti ini. Semoga ini terus menjadi tradisi sebagai peran kita dalam melestarikan seni budaya Indonesia," ujar dia.

Koreografer Wiwin Purwinarti membuka GKTB dengan tari Luluhung. Ungkapan dan ekspresi kegiatan muludan di kampung Panggungjati, tergambarkan oleh 7 penari yang menggunakan bakul berisi penthul bunga.

Para penari telah memanfaatkan property bakul secara maksimal sehingga menarik untuk disaksikan. Musik pengiring dengan menggunakan marawis terbang gedhe, khas musik dari Kota Serang.

Budaya 'ngarot' dari pesisir pantai utara Jawa Barat tergambarkan dalam tari Murtasia karya Dede Supriyatna dari Cirebon.

Dibawakan tiga penari, Dede bercerita bagaimana proses akil balik remaja dalam menapaki kehidupan yang penuh dengan romansa. Kekuatan hati, tubuh, rasa terjalin menjadi satu dalam wujud;  Cinta dan Kesetiaan.

Agus Ronald Ramdhan, koreografer dari Cilegon menampilkan tari "Hurip" yang dikemas secara kontemporer dengan tetap berpijak pada pola tradisi kesenian Topeng Cirebon.

Tari Hurip, merefleksikan kehidupan manusia dalam bayang-bayang nafsu dan angkara. Proses hidup manusia bak bayangan yang muncul diantara ada dan tiada, bak wayang yang menerawang. Dalam setiap fase kehidupan, manusia berhak menerka tujuan hidup mereka dan memilih diantara Hurip, Hirup Jeung Kahirupan.

Sementara Hani Hanifah, koreografer dari Bandung menggambarkan cerita Srikandi Mustakaweni dalam format tari berkelompok jaipong modern.

Enam penari cantik, dengan tangkas merefleksikan karakter Srikandi yang tangkas namun tetap lembut sebagai seorang wanita.

Pewarta:

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2014