Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengecam keras kasus pelecehan dan pemerkosaan belasan anak didik oleh HW (36) pengelola pesantren di Jawa Barat.

"Perlakuan yang sangat tidak terpuji dan tidak pantas dari seorang pengelola pesantren. Bahkan, lebih tepat disebut sebagai tindakan yang sangat bejat," kata LaNyalla melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.

Baca juga: Hukuman apa yang cocok untuk pelaku pemerkosa santri?, kalau Sekjen PBNU minta dikebiri

Bahkan, berdasarkan data Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut mengungkapkan HW telah memperkosa 21 santriwati di pondok pesantren tersebut.

Senator asal Jawa Timur itu juga menilai terdapat sejumlah kejanggalan di pesantren yang dikelola HW, di antaranya hanya ada satu orang pengajar, yakni pelaku.

Kejanggalan lain, lembaga tersebut tidak mengeluarkan ijazah. Pelaku justru memaksa orangtua murid membantu pembangunan pesantren, para santri harus memasak bergantian.

"Selain itu, juga tidak ada guru lain. Kalau pun ada, hanya datang sesekali karena dipanggil pelaku," kata dia.

LaNyalla menilai kasus tersebut bukan hanya mencoreng dan menjatuhkan kewibawaan dunia pesantren. Namun, jauh dari itu, tindakan HW sudah lebih dari kejahatan besar. Baik terhadap agama maupun terhadap manusia yakni anak-anak yang masih di bawah umur.

Akibat tindakan pelaku, para santriwati yang menjadi korban mengalami trauma. Selain itu, kasus tersebut dapat menimbulkan masalah baru bagi anak hasil perkosaan.

"Untuk itu, saya meminta pemerintah mengevaluasi pendidikan di pondok pesantren dan selektif dalam pendirian suatu lembaga berkedok pendidikan agama," ujar dia.

Ke depan harus ada pengawasan yang serius agar kejadian tersebut tidak terulang di kemudian hari. Ia juga khawatir kasus ini menjadi fenomena gunung es.

"Kita khawatir banyak oknum yang melakukan modus yang sama di tempat yang lain. Sehingga akan banyak korban bermunculan," jelasnya.

Untuk itu, LaNyalla mengimbau masyarakat agar tidak ragu melaporkan kepada pemerintah dalam hal ini Direktorat Pondok Pesantren Kementerian Agama jika terdapat kejanggalan terkait modus lembaga pendidikan seperti kasus tersebut.

"Jangan biarkan kasus-kasus ini tumbuh subur karena ada pembiaran. Masyarakat harus lebih kritis dan berani bersuara saat melihat telah terjadi kejanggalan," kata dia.

Pewarta: Muhammad Zulfikar

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021