Jakarta (Antara News) - PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) menargetkan bisa meraih tingkat kredit bermasalah (non performing loan/ NPL) sebesar 2,5 sampai 2 persen pada 2014.
"Angka perkiraan ini jauh lebih baik dibanding tahun 2013 yang diperkirakan di bawah 4 persen," kata Direktur Utama BTN, Maryono di Jakarta, Senin.
Maroyono mengatakan, BTN sangat serius melakukan penurunan NPL dan hasilnya mulai terlihat bagus.
Pihaknya optimistis tahun depan NPL bisa turun menjadi 2,5 persen sampai 2 persen.
Menurut dia, sejumlah strategi telah dilakukan perseroan untuk memperbaiki kualitas kredit dan menurunkan NPL antara lain menagih dan menjual aset kredit bermasalah.
Dari jumlah aset kredit bermasalah yang dilelang sebesar Rp600 miliar, sekitar 16 persennya telah laku terjual.
"Kami lelang aset yang bermasalah. Yang masih menunggakpun rumahnya kami taruh stiker bahwa rumah ini bermasalah. Sehingga menjadi terapi kejut bagi pemiliknya," tegas dia.
Maryono menyatakan, jika program penurunan NPL ini berhasil maka akan menjadi salah satu penyumbang laba perseroan yang tahun depan ditargetkan lebih dari Rp2 triliun.
Jumlah tersebut naik dari perkiraan laba bersih BTN tahun ini yang sekitar Rp1,5-1,7 triliun.
"Kinerja tahun ini tetap on the track. Sementara tahun depan meski pertumbuhan kredit akan melambat dibandingkan tahun ini tetapi laba bersih tetap bisa meningkat dengan fokus pada fee based income. Sedangkan penjualan aset kredit bermasalah akan masuk ke pendapatan lain-lain," katanya.
Terkait isu rencana akuisisi Bank Mandiri terhadap BTN, Maryono mengaku akuisisi bukan hal yang tepat untuk BTN. Terlebih dia menargetkan BTN bisa masuk menjadi tujuh bank terbesar di Indonesia.
"Apalagi pemerintah memerlukan BTN sebagai bank yang fokus terhadap penyediaan rumah bagi masyarakat," ujarnya.
Dia mengatakan, kalau BTN diakuisisi tentu rencana tersebut tidak bisa terwujud, sedangkan pihaknya tetap menargetkan BTN menjadi tujuh bank terbesar di Indonesia.
"Jadi kami dan segenap karyawan akan fokus menjadikan bank BTN ini menjadi lebih besar lagi," tegasnya.
Isu akuisisi terhadap BTN, lanjutnya, bukan hanya sekarang terjadi tetapi sudah sejak lama, hal ini dikarenakan potensi BTN yang sangat besar dengan fokus pembiayaan perumahan.
Maryono mengatakan, backlog (kekurangan) perumahan di Indonesia mencapai 15 juta unit dengan nilai mencapai Rp2.600 triliun. Jika BTN mampu menggarap Rp1.000 triliun saja ini merupakan potensi luar biasa.
"Ibarat gadis yang belum bersolek, BTN ini banyak peminatnya baik dari dalam maupun luar negeri," katanya.
Maryono meminta segenap insan BTN tidak perlu resah menanggapi isu akuisisi ini. Dia berharap adanya kerja sama dari seluruh elemen di BTN untuk bisa membuat perseroan menjadi bank yang lebih besar lagi.
"Kami meminta di internal BTN mengimplementasikan transformasi yang telah digulirkan baik dalam bidang bisnis, infrastruktur dan culture. Tanpa dukungan insan BTN di dalam tidak akan mungkin BTN menjadi besar. Jadi mari kita bekerja bersama-sama," ujar Maryono.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2014