Kordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mendatangi Kejaksaan Tinggi Banten untuk menanyakan proses penanganan kasus dugaan korupsi pembangunan pengaman Pantai Pasauran di Kabupaten Serang yang dilaksanakan Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2020.
"Sebelumnya saya sudah menyampaikan surat laporan dugaan korupsi dalam kasus tersebut pada 10 Agustus 2021. Nah saya ingin menanyakan progres penangannya seperti apa. Tadi disampaikan oleh pihak Kejati Banten, bulan depan masuk pada penyidikan," kata Boyamin Saiman usai mendatangi Kejati Banten di Serang, Rabu.
Baca juga: MAKI pantau proses persidangan kasus korupsi masker di Dinkes Banten
Boyamin mengaku kedatangan ke Kejati Banten diterima langsung oleh Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidus) Kejati Banten Iwan Ginting. Bahkan, kata Boyamin, pihak Kejati Banten memastikan pada bulan depan kasus tersebut akan naik pada proses penyidikan dan ada penetapan tersangka.
Ia mengatakan, sebelumnya MAKI telah berkirim surat dengan 57/MAKI/IX/2021 pada tanggal 10 Agustus 2021 perihal dugaan tindak pidana korupsi pembangunan pengaman pantai Pasauran Serang Tahun Anggaran 2020 pada SNVT Pelaksanan Jaringan Sumber Air Ditjen SDA Kemen PU-PR dengan anggaran sekitar Rp14 miliar.
Menurutnya, berdasarkan pengaduan masyarakat diketahui adanya proyek pembangunan pengaman pantau Pasauran Tahun anggaran 2020. Berdasarkan, penelusuran MAKI, proyek tersebut terdapat dugaan 'mark up' sekitar Rp6,9 miliar dikarenakan pekerjaan dilakukan bukan oleh pemenang lelang/
"Patut diduga dikerjakan oleh pihak lain atau diduga dilakukan sub kontraktor tidak resmi dan tidak mendapat persetujuan resmi dari pimpro dengan anggaran sekitar Rp7,1 miliar," kata Boyamin saat menyampaikan keterangan kepada wartawan.
Menurutnya, dengan modus dugaan pengerjaan oleh sub kontraktor dengan biaya anggaran sekitar Rp7,1 miliar, maka diduga telah terjadi 'mark up' sebesar Rp6,9 miliar yang mana biaya 'mark up' tersebut menjadi kerugian negara sebagaimana rumusan tindak pidana korupsi yang diatur Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 tahun 1999 junto UU 20 / 2002.
"Jadi kami hari ini datang ke Kejati Banten menyampaikan surat permohonan perkembangan penanganan perkara tersebut dan kami minta Kejati segara melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus itu," kata Boyamin.
Bahkan, kata dia, proyek yang dianggarkan sebesar Rp14 miliar tersebut sudah rusak dan sebagian sudah hilang tergerus air laut, karena diduga pengerjaannya juga tidak sesuai dengan spek-nya.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021
"Sebelumnya saya sudah menyampaikan surat laporan dugaan korupsi dalam kasus tersebut pada 10 Agustus 2021. Nah saya ingin menanyakan progres penangannya seperti apa. Tadi disampaikan oleh pihak Kejati Banten, bulan depan masuk pada penyidikan," kata Boyamin Saiman usai mendatangi Kejati Banten di Serang, Rabu.
Baca juga: MAKI pantau proses persidangan kasus korupsi masker di Dinkes Banten
Boyamin mengaku kedatangan ke Kejati Banten diterima langsung oleh Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidus) Kejati Banten Iwan Ginting. Bahkan, kata Boyamin, pihak Kejati Banten memastikan pada bulan depan kasus tersebut akan naik pada proses penyidikan dan ada penetapan tersangka.
Ia mengatakan, sebelumnya MAKI telah berkirim surat dengan 57/MAKI/IX/2021 pada tanggal 10 Agustus 2021 perihal dugaan tindak pidana korupsi pembangunan pengaman pantai Pasauran Serang Tahun Anggaran 2020 pada SNVT Pelaksanan Jaringan Sumber Air Ditjen SDA Kemen PU-PR dengan anggaran sekitar Rp14 miliar.
Menurutnya, berdasarkan pengaduan masyarakat diketahui adanya proyek pembangunan pengaman pantau Pasauran Tahun anggaran 2020. Berdasarkan, penelusuran MAKI, proyek tersebut terdapat dugaan 'mark up' sekitar Rp6,9 miliar dikarenakan pekerjaan dilakukan bukan oleh pemenang lelang/
"Patut diduga dikerjakan oleh pihak lain atau diduga dilakukan sub kontraktor tidak resmi dan tidak mendapat persetujuan resmi dari pimpro dengan anggaran sekitar Rp7,1 miliar," kata Boyamin saat menyampaikan keterangan kepada wartawan.
Menurutnya, dengan modus dugaan pengerjaan oleh sub kontraktor dengan biaya anggaran sekitar Rp7,1 miliar, maka diduga telah terjadi 'mark up' sebesar Rp6,9 miliar yang mana biaya 'mark up' tersebut menjadi kerugian negara sebagaimana rumusan tindak pidana korupsi yang diatur Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 tahun 1999 junto UU 20 / 2002.
"Jadi kami hari ini datang ke Kejati Banten menyampaikan surat permohonan perkembangan penanganan perkara tersebut dan kami minta Kejati segara melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus itu," kata Boyamin.
Bahkan, kata dia, proyek yang dianggarkan sebesar Rp14 miliar tersebut sudah rusak dan sebagian sudah hilang tergerus air laut, karena diduga pengerjaannya juga tidak sesuai dengan spek-nya.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021