Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menegaskan kebijakan Komisi Pemberantasan Korupsi tidak dapat diintervensi lembaga mana pun, termasuk Ombudsman Republik Indonesia (ORI).
"Kami tidak ada di bawah institusi lembaga apa pun di Republik ini sehingga mekanisme memberikan rekomendasi kepada atasan KPK, atasan KPK, ya, langit-langit, atasan KPK sebagaimana Undang-Undang KPK yang dalam melaksanakan tugasnya tidak tunduk pada institusi apa pun tidak terinvensi ke insitusi apa pun," kata Nurul Ghufron dalam konferensi pers di Gedung KPK Jakarta, Kamis.
Baca juga: KPK eksekusi mantan Anggota DPR, terpidana kasus korupsi Irgan Chairul Mahfiz ke lapas
Ghufron mengatakan bahwa KPK melayangkan surat keberatan kepada Ombudsman atas Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) berisi temuan malaadministrasi dalam peralihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).
"Yang jelas kami tegaskan KPK sebagaimana Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Pasal 3 mengatakan bahwa KPK memang dalam rumpun eksekutif tetapi dalam melaksanakan tugas dan fungsi tidak tunjuk ke lembaga apa pun, KPK itu independen, ini kami tegaskan," ungkap Ghufron.
Menurut Ghufron, KPK menyampaikan keberatan tersebut berdasarkan Pasal 25 Ayat 6b Peraturan Ombudsman RI Nomor 48 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Ombudsman RI Nomor 26 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penerimaan, Pemeriksaan, dan Penyelesaian Laporan.
KPK rencananya akan menyampaikan surat keberatan secara tertulis pada hari Jumat, 6 Agustus 2021, ke Ombudsman RI.
Terkait dengan solusi dari perbedaan pandangan KPK dan Ombudsman dalam pelaksanaan alih tugas pegawai KPK sebagai ASN tersebut, Ghufron pun menyerahkannya ke Ombudsman.
"Apa yang dilakukan Ombusman kami hormati untuk melakukan fungsinya dan kami juga melakukan hak kami menyatakan keberatan ke Ombudsman. Bagaimana tindak lanjut keberatan ini silakan tanya ke Ombudsman seperti apa ketentuannya karena rezim pelaporan dan pemeriksaan ada di Ombudsman, silakan tanya ke Ombudsman solusinya seperti apa," ujar Ghufron.
Dalam konferensi pers tersebut, Ghufron menyebutkan ada 13 butir keberatan KPK terhadap temuan malaadministrasi yang disampaikan Ombudsman RI pada tanggal 21 Juli 2021.
"Mengingat tindakan korektif yang harus dilakukan oleh terlapor didasarkan atas pemeriksaan yang melanggar hukum, melampui wewenangnya, melanggar kewajiban hukum untuk menghentikan, dan tidak berdasarkan bukti serta tidak konsisten dan logis, kami menyatakan keberatan untuk menindaklanjuti tindakan korektif yang disarankan Ombudsman RI," kata Ghufron.
Adapun tindakan-tindakan korektif yang diminta Ombudsman RI dilakukan oleh pimpinan dan Sekjen KPK adalah pertama, memberikan penjelasan kepada pegawai KPK soal konsekuensi pelaksanaan TWK dan hasilnya dalam bentuk dokumen yang sah.
Kedua, terhadap 75 pegawai yang dinyatakan TMS diberikan kesempatan untuk memperbaiki melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan.
Ketiga, hasil TWK menjadi bahan masukan untuk langkah-langkah perbaikan dan tidak serta-merta menjadi dasar pemberhentian 75 orang pegawai.
Keempat, dengan adanya malaadministrasi dalam penyusunan Peraturan KPK No. 01 Tahun 2021, proses pelaksanaan TWK dan penetapan hasil TWK maka terhadap 75 pegawai agar dialihkan statusnya menjadi ASN sebelum 30 Oktober 2021.
Ombudsman juga memberikan empat saran perbaikan kepada Presiden RI Jokowi bila langkah-langkah korektif untuk KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) tidak diindahkan.
Pertama, Presiden selaku pemegang kekuatan tertinggi kebijakan dan manajemen ASN perlu mengambil alih kewenangan yang didelegasikan kepada pejabat pembina kepagawaian (PPK) KPK terkait pengalihan status 75 pegawai KPK menjadi ASN.
Kedua, Presiden perlu melakukan pembinaan terhadap Ketua KPK, Kepala BKN, Kepala LAN, Menteri Hukum dan HAM, serta Menteri PAN-RB bagi perbaikan kebijakan dan administrasi kepegawaian yang berorientasi pada asas-asas tata kelola pemerintahan yang baik.
Ketiga, Presiden memonitor terhadap tindakan korektif yang disampaikan Ombudsman kepada BKN untuk menyusun peta jalan manajemen kepegawaian, khususnya mekanisme, instrumen, dan penyiapan asesor terkait dengan pengalihan alih satatus pegawai menjadi ASN.
Keempat, Presiden perlu memastikan pelaksanaan TWK dalam proses manajemen ASN dilaksanakan dengan standar yang berlaku.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021
"Kami tidak ada di bawah institusi lembaga apa pun di Republik ini sehingga mekanisme memberikan rekomendasi kepada atasan KPK, atasan KPK, ya, langit-langit, atasan KPK sebagaimana Undang-Undang KPK yang dalam melaksanakan tugasnya tidak tunduk pada institusi apa pun tidak terinvensi ke insitusi apa pun," kata Nurul Ghufron dalam konferensi pers di Gedung KPK Jakarta, Kamis.
Baca juga: KPK eksekusi mantan Anggota DPR, terpidana kasus korupsi Irgan Chairul Mahfiz ke lapas
Ghufron mengatakan bahwa KPK melayangkan surat keberatan kepada Ombudsman atas Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) berisi temuan malaadministrasi dalam peralihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).
"Yang jelas kami tegaskan KPK sebagaimana Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Pasal 3 mengatakan bahwa KPK memang dalam rumpun eksekutif tetapi dalam melaksanakan tugas dan fungsi tidak tunjuk ke lembaga apa pun, KPK itu independen, ini kami tegaskan," ungkap Ghufron.
Menurut Ghufron, KPK menyampaikan keberatan tersebut berdasarkan Pasal 25 Ayat 6b Peraturan Ombudsman RI Nomor 48 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Ombudsman RI Nomor 26 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penerimaan, Pemeriksaan, dan Penyelesaian Laporan.
KPK rencananya akan menyampaikan surat keberatan secara tertulis pada hari Jumat, 6 Agustus 2021, ke Ombudsman RI.
Terkait dengan solusi dari perbedaan pandangan KPK dan Ombudsman dalam pelaksanaan alih tugas pegawai KPK sebagai ASN tersebut, Ghufron pun menyerahkannya ke Ombudsman.
"Apa yang dilakukan Ombusman kami hormati untuk melakukan fungsinya dan kami juga melakukan hak kami menyatakan keberatan ke Ombudsman. Bagaimana tindak lanjut keberatan ini silakan tanya ke Ombudsman seperti apa ketentuannya karena rezim pelaporan dan pemeriksaan ada di Ombudsman, silakan tanya ke Ombudsman solusinya seperti apa," ujar Ghufron.
Dalam konferensi pers tersebut, Ghufron menyebutkan ada 13 butir keberatan KPK terhadap temuan malaadministrasi yang disampaikan Ombudsman RI pada tanggal 21 Juli 2021.
"Mengingat tindakan korektif yang harus dilakukan oleh terlapor didasarkan atas pemeriksaan yang melanggar hukum, melampui wewenangnya, melanggar kewajiban hukum untuk menghentikan, dan tidak berdasarkan bukti serta tidak konsisten dan logis, kami menyatakan keberatan untuk menindaklanjuti tindakan korektif yang disarankan Ombudsman RI," kata Ghufron.
Adapun tindakan-tindakan korektif yang diminta Ombudsman RI dilakukan oleh pimpinan dan Sekjen KPK adalah pertama, memberikan penjelasan kepada pegawai KPK soal konsekuensi pelaksanaan TWK dan hasilnya dalam bentuk dokumen yang sah.
Kedua, terhadap 75 pegawai yang dinyatakan TMS diberikan kesempatan untuk memperbaiki melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan.
Ketiga, hasil TWK menjadi bahan masukan untuk langkah-langkah perbaikan dan tidak serta-merta menjadi dasar pemberhentian 75 orang pegawai.
Keempat, dengan adanya malaadministrasi dalam penyusunan Peraturan KPK No. 01 Tahun 2021, proses pelaksanaan TWK dan penetapan hasil TWK maka terhadap 75 pegawai agar dialihkan statusnya menjadi ASN sebelum 30 Oktober 2021.
Ombudsman juga memberikan empat saran perbaikan kepada Presiden RI Jokowi bila langkah-langkah korektif untuk KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) tidak diindahkan.
Pertama, Presiden selaku pemegang kekuatan tertinggi kebijakan dan manajemen ASN perlu mengambil alih kewenangan yang didelegasikan kepada pejabat pembina kepagawaian (PPK) KPK terkait pengalihan status 75 pegawai KPK menjadi ASN.
Kedua, Presiden perlu melakukan pembinaan terhadap Ketua KPK, Kepala BKN, Kepala LAN, Menteri Hukum dan HAM, serta Menteri PAN-RB bagi perbaikan kebijakan dan administrasi kepegawaian yang berorientasi pada asas-asas tata kelola pemerintahan yang baik.
Ketiga, Presiden memonitor terhadap tindakan korektif yang disampaikan Ombudsman kepada BKN untuk menyusun peta jalan manajemen kepegawaian, khususnya mekanisme, instrumen, dan penyiapan asesor terkait dengan pengalihan alih satatus pegawai menjadi ASN.
Keempat, Presiden perlu memastikan pelaksanaan TWK dalam proses manajemen ASN dilaksanakan dengan standar yang berlaku.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021