Jakarta (ANTARA News) - Green Central City, superblock yang berlokasi di kawasan kota tua Jalan Gajah Mada Jakarta akan menyelenggarakan festival bacang yang diselenggarakan tanggal 22-24 Juni 2012, bagian dari perayaan tradisional Cina kuno "Peh Cun".

"Selama penyelenggaraan festival, Green Central City akan menyajikan berbagai jenis bacang (sejenis makanan terbuat dari nasi dibungkus daun) yang didatangkan selain dari Jakarta juga Semarang dan daerah lain," kata Chief Operating Officer Green Central City, Martono Hadipranoto di Jakarta, Selasa.

Martono mengatakan, bacang sendiri saat ini sudah menjadi salah satu dari beragam jenis makanan tradisional di Indonesia, di restoran, pasar, bahkan warung makanan ini dengan mudah ditemukan, namun tidak banyak yang tahu kalau makanan ini awalnya dibawa pendatang dari daratan Cina pada ratusan tahun silam.

"Bahkan bacang sekarang ini sudah beradaptasi dan berasimilasi dengan budaya asli di berbagai daerah di Indonesia," ujar Martono.

Festival bacang akan kami pusatkan di bangunan bersejarah Candra Naya yang berlokasi di dalam komplek Green Central City, jelas Martono.

Terkait dengan festival bacang, Green Central City menyelenggarakan acara talk show yang bertemakan festival tersebut dengan menghadirkan dua ahli dibidang Sinologi (ilmu tentang budaya Cina) David Kwa dan Hartati Adiarsa, Kepala Unit Pelaksana Teknis Kota Tua Pempov. DKI Jakarta Gathut Dwihastoro yang dipandu sejarawan dan praktisi Kota Tua Kartum Setiawan yang diselenggarakan Selasa (19/6) bertempat di Gedung Candra Naya.

Acara talk show yang menghadirkan ahli sinologi dan ahli Kota Tua Jakarta ini dimaksudkan agar generasi penerus dapat memelihara dan melestarikan budaya nenek moyang yang sudah berusia ratusan tahun ini, jelas Martono.

Martono mengatakan, dalam rangka memeriahkan Peh Cun, Green Central City akan menyelenggarakan pameran perahu naga, bazar makanan khas kawasan pecinan, pertunjukan seni dan budaya, lomba makan bacang, lomba mendirikan telur, lomba melukis lampion, diskusi buku, dan demonstrasi membuat bacang.

Hartarti Ardiarsa mengatakan, perayaan Pe Cun di Indonesia sudah banyak mengalami perubahan karena sudah melebur dengan budaya lokal. Namun yang paling penting, ujar dia, bagaimana mendorong generasi penerus dapat memelihara peninggalan budaya nenek moyang.

Festival bacang, lomba mendirikan telur, membuat perahu naga, mandi di tengah hari merupakan kesatuan dari perayaan Pe Cun sebagai simbol untuk hidup lebih sehat, baik, dan bermakna, jelas Hartarti.

Lebih jauh sinolog dan pengamat budaya Cina, David Kwa mengatakan, berasimilasinya budaya asing dengan budaya lokal merupakan kekayaan yang tidak ternilai yang harus terus dilestarikan.

Dia mencontohkan, bacang yang kini disajikan beragam kalau di Sumatra dibungkus dengan daun pandan, maka di Jawa menggunakan daun bambu.

Isinya juga bermacam-macam kalau di Bali dan Bangka diisi dengan daging yang dipotong-potong bukan dicincang, kalau di Jawa dicincang, sedangkan di Makassar ada yang diisi dengan kuning telur asing ditambah kacang merah, ungkap dia.

Bacang, menurut dia juga disajikan dengan makanan pendamping seperti kuecang dan limas mini terbuat dari ketan tanpa isi yang dimakan dengan sirup.

Kalau tradisi Peh Cun sendiri masyarakat Tiongkok di masa silam merayakannya dengan membuat dan memakan bacang, mendirikan telur, mengadakan lomba perahu naga, mandi ditengah hari baik di laut maupun sungai, ungkap David.

Pewarta:

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2012