Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial Hartono mengakui Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan kemahalan bayar pengadaan bantuan sosial (bansos) sembako COVID-19 hingga Rp74 miliar.

"Ada temuan BPKP terkait kewajaran dari harga yaitu ada kemahalan bayar, dalam laporan BPKP itu ada sekitar Rp74 miliar," kata Hartono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

Baca juga: Pengusaha penyuap mantan Mensos Juliari divonis 4 tahun penjara

Hartono menjadi saksi untuk terdakwa mantan Menteri Sosial Juliari Batubara yang didakwa menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bansos COVID-19.

"Saya tidak tahu persisnya kemahalan di mana saja tapi ada kaitan dengan 'item' harga barang sembakonya, dan harga 'goodybag," ungkap Hartono.

Dengan temuan kelebihan bayar Rp74 miliar tersebut maka BPKP meminta pengembalian kelebihan bayar dari para vendor.

"Saat ini tindak lanjut hasil pemeriksaan dari BPKP adalah dengan berkoordinasi dengan Inspektorat Jenderal dilakukan langkah-langkah bersama Dirjen Perlindungan Jaminan Sosial untuk meminta pengembalian dari para vendor, sebagian sudah mengembalikan tapi sebagian lagi belum," tambah Hartono.

Menurut Hartono, Kemensos juga diminta untuk berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung untuk penagihan lebih bayar tersebut.

"Persisnya saya tidak tahu berapa yang sudah dikembalikan tapi sebagian ada yang menyampaikan perlu mediasi dengan BPKP dan ada yang belum mengembalikan sama sekali," ungkap Hartono.

Padahal dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tersebut, BPKP memerintahkan agar pengembalian dana paling lama adalah 60 hari kerja sejak terbitnya LHP tersebut.

"60 hari sudah terlampaui dan sekarang dari Kejaksaan Agung untuk membantu menindaklanjuti hasil pemeriksaan," kata Hartono.

Seperti diketahui, ada 12 tahap penyaluran bansos sembako sepanjang April-November 2020 dengan nilai anggaran Rp6,84 triliun dengan total 22,8 juta paket sembako.
 

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021