Founder gerakan sosial "Akademi Berbagi" Nadia Hasnah Humairah mengatakan untuk membangun gerakan sosial perlu membangun sistem yang benar agar relawan yang terlibat memiliki jiwa socialpreneur.

"Menjadi relawan itu bagus, namun yang lebih penting bagaimana membangun sistem agar memiliki jiwa socialpreneur," kata Nadia duta dari Padusi.id dalam rangkaian diskusi Sociopreneur di Jakarta, Senin.

Nadia mengungkapkan rasa syukurnya atas merebaknya minat anak muda sebagai sociopreneur yang terjun langsung dan berkontribusi positif bagi masyarakat. 

Senada dengan Nadia, Ainun Chomsun, pendiri gerakan sosial "Akademi Berbagi" dalam diskusi itu mengatakan spirit sociopreneur pada dasarnya bukan hal baru bagi   masyarakat Indonesia. 

"Bangsa ini, ucapnya, dibangun dengan semangat gotong royong dan spirit saling membantu. Sekarang aja kita menyebutnya keren, relawan. Tapi sebenarnya spirit itu sudah menjadi wisdom yang diwariskan orang-orang tua kita dalam kehidupan sehari-hari," ujarnya.
  
Ainun mengakui, fenomena media sosial menjadi pupuk subur tumbuh dan berkembangnya sociopreneur di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Namun yang memprihatinkan, dari ribuan gerakan sosial yang tumbuh di tanah air, banyak yang tidak mampu bertahan lama. 

Ia mengamati perkembangan tersebut sejak mulai menginisiasi gerakan "Akademi Berbagi" yang diawali melalui percakapan di twitter pada tahun 2010.

"Banyak anak muda yang peduli dan terjun langsung itu bagus. Namun yang lebih penting lagi adalah bagaimana membangun system yang benar agar socialpreneur yang mereka rintis bisa berkembang dan berdampak signifikan. Di situlah kunci keberlangsungan sebuah greakan sosial," paparnya. 

Indikator keberhasilan dari sebuah gerakan sosial, menurut Ainun  adalah perubahan sosial. Untuk memperoleh hasil yang nyata, lanjutnya, para pelaku sociopreneur harus bisa memastikan siapa yang akan menjadi target dan seperti apa dampak nyata yang dihasilkan. 

"Kalau ada yang nasibnya berubah, itu dampak nyata yang terlihat. Dan itu jauh lebih penting daripada popularitas dan publikasi yang memberikan ilusi seolah-olah kita sudah besar," tambahnya lagi. 

Perkara biaya operasional yang sering menjadi problem keberlangsungan sebuah gerakan social, menurut Ainun, mestinya tidak menjadi masalah karena Akber pun terbentuk nyaris tanpa modal. 

"Kami tidak berangkat dari biaya.  Untuk tempatnya, bisa biasa pinjam fasilitas gratis milik perusahaan, café, resto, bahkan balai RW atau di pantai untuk belajar. Karena kami justru ingin mengubah paradigma masyarakat, bahwa belajar harus tersekat di institusi resmi. Bagi kami yang penting ada guru dan murid, maka semua bisa terlaksana," ujarnya.

Ainun mengakui, mengelola relawan sebagai motor gerakan agar mampu berkembang menjadi agen perubahan bukan perkara mudah.  Bagaimana pun juga, para relawan itu tidak mendapatkan imbalan dalam aktivitas mereka. Maka, untuk mempertahankan komitmen dan konsistensi para relawan, menurut Ainun, kuncinya adalah bagaimana agar mereka merasa mendapatkan manfaat dari kerelawanan mereka.  Di Akber, hal ini ditempuh dengan berbagai program pembekalan, workshop dan mentoring serta gathering

Masih kata Ainun, pendekatan kepada relawan harus benar-benar mempertimbangkan sentuhan kemanusiaan.  Mengutip nasihat Bapak Pendidikan Nasional kita Ki Hajar Dewantara, Ainun sependapat bahwa seorang pemimpin dalam gerakan sosial harus mampu bertindak ‘Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani’. 

"Itulah Pekerjaan Rumah besar bagi setiap gerakan sosial untuk mempertahankan eksistensinya," pungkasnya. 

Model Pendidikan di Akber adalah kelas-kelas pendek yang diajar oleh para ahli dan praktisi di bidangnya masing-masing.  Kelasnya pun berpindah-pindah, fleksibel sesuai dengan ketersediaan ruang kelas yang disediakan oleh para donatur ruangan. 

Berbagai macam topik telah diberikan di dalam kelas-kelas Akademi Berbagi. Di antaranya: Social Media, Advertising, Jurnalistik, Public Speaking, Public Relation, Financial, Entrepreneurship, Kreatif, Musik, Fotografi dan masih banyak lagi. Semua kelas pembelajaran itu terbuka untuk umum dan bisa didapatkan secara gratis. 

Inisiasi Akber berawal dari percakapan di media sosial twitter.  Karena programnya mudah diduplikasi, keberadaan Akber pun berkembang pesat.  Kendati lebih banyak berkembang dari mulut ke mulut melalui jaringan pertemanan antar komunitas.

Saat ini Akber sudah berkembang di 40 kota di seluruh Indonesia dengan lebih dari 600 orang relawan dan memiliki "alumni"  peserta lebih dari 15 ribu orang.

Bukan sekadar berbagi ilmu, mereka juga berbagi soft skill dan mengembangkan jaringan agar bisa bersinergi dalam membuat perubahan baik di setiap lingkungan masing-masing.

Pewarta: Ganet Dirgantoro

Editor : Ridwan Chaidir


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021